CERITA GURU: Mendidik Jiwa
Perubahan-perubahan zaman hanya akan mengubah cara dan objek garapan bukan mengubah tujuan pendidikan sendiri untuk melahirkan manusia yang beradab.

Laila Nursaliha
Desainer Kurikulum. Berminat pada Kajian Curriculum Studies, Sains dan Teknologi pendidikan, serta Pendidikan Guru.
19 Maret 2025
BandungBergerak.id – “Kita bukan berhadapan dengan dzahir yang berbentuk manusia. Tapi kita sedang berhadapan sesuatu yang bersemayam di dalam tubuh manusia” begitulah pesan guruku ketika memberikan nasihat kepada kami yang akan berhadapan dengan anak. Ya, sering kali kita lupa ada sesuatu yang bersemayam di dalam raga manusia. Itulah yang harus disentuh dan didik oleh para pendidik.
Lalu, pendidikan ini akan dibandingkan dengan bidang lain yang progresnya sangat lambat. Bahkan tertinggal. Perkembangan teknologi tidak lantas membuat geliat pendidikan semakin cepat, namun masih saja berjalan di tempat apabila tidak segera menyesuaikan diri. Toffler pun menuliskan kurikulum pendidikan masih dikembangkan secara inersia sehingga tidak terlalu memperhatikan zaman ketika berubah atau yang terjadi malah sebaliknya yaitu kurikulum dan model pendidikan mengikuti pola-pola yang terdapat dalam dunia industri.
Dunia industri yang mengalami revolusi telah menciptakan berbagai macam inovasi. Dulu industri dengan revolusi mesin yang terjadi pada abad pertengahan membuat semuanya menjadi seragam. Sekarang, seiring dengan berjalannya waktu dunia industri melayani permintaan setiap individu. Maka, sudah tidak heran apabila ada perusahaan mobil yang memenuhi desain dari konsumen hanya untuk membuat satu barang. Hal ini juga terjadi dalam dunia pendidikan yang pada mulanya menggunakan sistem klasikal untuk menghasilkan lulusan yang sama sekarang bergerak ke arah setiap manusia itu unik sehingga desain pendidikan per orang menyesuaikan dengan kondisi peserta didiknya.
Dampak yang tak kalah mengkhawatirkan dari pergerakan revolusi industri adalah potensi untuk robotisasi nilai-nilai kemanusiaan dan mencabutkan dari hati dan jiwa. Hal ini merupakan dampak dari pendidikan yang belum bisa mengantisipasi zaman. Pendidikan yang diserahkan kepada robot perlahan menghilangkan berbagai macam pembelajaran adab dan akhlak. Otomatis tantangan pendidikan menjadi semakin rumit karena kebutuhan pendidikan menjadi meningkat yaitu perlu mendidik manusia secepat mungkin untuk bisa beradaptasi dengan Tuhannya, dirinya sendiri, lingkungan sekitar, teknologi. Dalam rangka menghadapi Revolusi Industri ini, maka kita memerlukan menelaah ulang mengenai arah tujuan dan kompetensi yang harus dimiliki oleh manusia yang akan hidup pada zamannya dan menentukan kurikulum yang tepat untuk bisa menghadapi berbagai macam prediksi persoalan yang ada pada era revolusi Industri.
Baca Juga: CERITA GURU: Tangan, Alat Ajaib Membentuk Sebuah Kecerdasan Anak
CERITA GURU: Menegakkan Disiplin di Sekolah dengan Sistem Poin Terintegrasi
CERITA GURU: Menyoal Pembiayaan Sekolah
Pendidikan untuk Mendidik Jiwa Manusia
Dalam setiap perubahan zaman, selalu ada arah pendidikan yang tercipta sesuai dengan kebutuhan zaman dan siapa yang mendesain sebuah pendidikan untuk bangsanya. Sejarah bangsa Indonesia bisa kita tengok dari awal mula berdirinya sekolah. Pada mulanya pengadaan sekolah untuk memenuhi berbagai macam pendidikan untuk menjadi pegawai pemerintah. Pun juga sekolah diciptakan untuk menutupi lapangan pekerjaan yang ada. Pendidikan diarahkan ke sana selama beberapa waktu. Hingga pada akhirnya di dalam Undang-undang disebutkan mengenai tujuan pendidikan yang spesifik yaitu membentuk insan cerdas yang bertakwa.
Kehadiran zaman baru yang seharusnya bisa diantisipasi seharusnya tidak membuat geger dan melupakan tujuan pendidikan yang sebenarnya. Jika pendidikan ini hanya menyesuaikan dengan zaman, maka pendidikan akan selalu berubah tiada habisnya. Tidak menutup kemungkinan di masa depan kita akan kehilangan sebuah moral dan budi pekerti karena pendidikan sangat bergantung kepada zaman. Meskipun zaman berubah dan harus berubah jika perlu, tapi tidak mengubah sesuatu yang asasi dalam pendidikan yaitu menjadikan manusia yang beradab.
Lazimnya kita ketahui, manusia terdiri dari dari jiwa, raga, dan ruh. Selayaknya kita menempatkan ketiganya untuk dididik. Mendidik untuk bisa menyeimbangkan jiwa yang bersifat kebinatangan dan jiwa kemanusiaan. Bukan hanya bagian raga yang mesti mendapat perhatian asupan nutrisi pun jiwa harus diberi asupan. Kurangnya didikan untuk jiwa, menjadikan jiwa merana dari berbagai macam penyakit sehingga akan terjadilah berbagai macam degradasi moral.
Menurut Hamka, manusia hidup dalam tiga keadaan yaitu akal-lahir yang lebih dekat kepada kebinatangan, akal batin yang hidup di tengah-tengah pergaulan dan tata tertib kesopanan, dan yang ketiga adalah cita-cita kepada hidup yang sempurna. Dalam perjalanan hidup, cita-cita kepada hidup yang sempurna secara jiwa menjadikan manusia akan menyeimbangkan akal-lahir dan akal-batin yang akan selalu mengalami pertentangan.
Pentingnya mendidik manusia menjadi manusia merupakan sebuah perjalanan yang panjang dan seumur hidup. Manusia memiliki potensi yang baik dan buruk. Seburuk-buruknya manusia akan bisa lebih buruk dari hewan. Maka pendidikan manusia bisa lebih sukar seperti apa yang diutarakan oleh Dinar Kania, melatih seorang manusia adalah lebih sukar daripada melatih singa. Karena singa-singa apabila telah masuk ke dalam kandang, lepaslah kita dari bahayanya. Tetapi manusia walaupun dipenjarakan, tidak hilang juga bahayanya.
Guru, Fleksibilitas Pengajaran dan Kurikulum
Perubahan zaman dan teknologi membuat sebuah perubahan pada perubahan kondisi sosial masyarakat. Pada revolusi industri 4.0 perubahan ini lebih kepada otomatisasi mesin dan meniadakan peranan manusia. Maka, manusia cenderung harus berkompetisi dengan robot. Banyak robot-robot cerdas yang diciptakan hingga membuat iri sebagian manusia untuk menjadi robot. Padahal sejatinya penciptaan robot berbeda dengan manusia yang bisa merasa dan memiliki hati.
Kondisi yang ada saat ini merupakan kondisi dengan ledakan informasi, maka kompetensi yang harus ditekankan pertama kali adalah kemampuan untuk fondasi yang menjadi keilmuan wajib bagi anak selain itu kemampuan digital dan kemampuan literasi. Ini akan melatih berbagai macam anak untuk berpikir kritis dan membuat keputusan secara cepat dan tepat. Meskipun hal ini tidak lepas dari kekurangan yang diakibatkan yaitu merasa sudah cukup puas dengan informasi yang dangkal dan tersedia.
Seperti halnya Salman Academy, pendidikan berubah ke arah yang menekankan kepada kebutuhan atau permintaan individu. Di sana ditekankan mengenai kurikulum belajar tuntas. Maka anak-anak harus tuntas terlebih dahulu dengan pelajaran-pelajaran yang perlu diselesaikan. Dalam hal ini kurikulum begitu menjadi fleksibel, kompetensi disesuaikan dengan kondisi anak. Sebelum ke sana, maka ujung tombak pelaksana kurikulum atau guru perlu menguasai berbagai bidang keilmuan dan juga cara melatihnya. Lalu, pergeseran pun akan terjadi kepada peranan guru.
Guru yang semula dulu memiliki peranan sebagai sumber belajar, maka guru dalam konteks sekarang bisa menekankan kepada fasilitator yang memfasilitasi muridnya untuk belajar. Pendekatan design thinking bisa digunakan dalam model tertentu sehingga guru memiliki standar mengajar dan pengajaran kepada siswa di samping guru juga masih menjadi seseorang yang digugu dan ditiru dalam menanamkan adabnya.
Skill dan keahlian yang dimiliki pada era revolusi industri bukan hanya perlu diajarkan dalam bentuk formal dan berupa pelajaran di dalam kelas. Tapi bisa menjadi pelajaran yang termuat dalam hidden curriculum yang bisa meresap ke dalam sanubari dalam pendidikan berbasis adab/tadib yang di atas. seperti yang dilansir oleh World Economic Forum kemampuan yang harus dimiliki pada 2020 adalah Pemecahan masalah yang kompleks, Berpikir kritis, kreativitas, manajemen manusia, koordinasi, kecerdasan emosional, pengambilan keputusan, berorientasi kepada pelayanan, negosiasi, dan fleksibilitas kognitif.
Pendidikan sebagai suatu bidang dinamis tetaplah menjadi pionir terdepan untuk menciptakan lingkungan masyarakat yang baik. Tidak stagnan dan berhenti dalam sebuah titik. Meskipun begitu, pendidikan juga harus bisa mengolaborasikan antara sesuatu yang sudah dibentuk secara lama dan menyesuaikan dengan perubahan zaman dalam segi kajian dan metodenya. Perubahan-perubahan zaman hanya akan mengubah cara dan objek garapan bukan mengubah tujuan pendidikan sendiri untuk melahirkan manusia yang beradab. Pendidikan sebagai sebuah bidang yang dinamis sudah waktunya untuk menginspirasi dan memimpin perubahan yang ada dalam masyarakat. Pendidikan bisa menjadi kontrol masyarakat pada umumnya meskipun sudah tersebar dalam berbagai macam keragaman bentuk.
*Kawan-kawan dapat menikmati tulisan-tulisan lain Laila Nursaliha, atau membaca artikel-artikel lain tentang Cerita Guru