Dukungan Perempuan Warga Sukahaji Menggugat Pemagaran Kampung di PN Bandung
Perempuan warga Sukahaji menjadi salah satu pihak yang berdiri paling depan menolak pemagaran. Mereka juga mengawal proses gugatan di PN Bandung.
Penulis Tim Redaksi12 April 2025
BandungBergerak.id - Perempuan-perempuan di Kampung Sukahaji, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, terus menyuarakan harapan besar mereka untuk mendapatkan keadilan melalui proses hukum. Gugatan perdata terhadap Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar yang mereka ajukan ke Pengadilan Negeri Bandung dengan nomor perkara 119/Pdt.G/2025/PN Bdg menjadi langkah hukum yang mereka tempuh demi mempertahankan ruang hidup dan rasa aman di lingkungan mereka.
Warga pun melakukan pengawalan terhadap sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kamis, 10 April 2025. Sidang ini memperkarakan perbuatan melawan hukum berupa pemagaran tempat yang ditinggali warga dengan tergugat satu dan dua Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar.
Kecamatan Babakan Ciparay dan Kelurahan Sukahaji juga menjadi pihak yang turut tergugat. Namun perwakilan pemerintahan kewilayahan ini tidak datang saat persidangan perdana.
Gugatan ini tidak datang tanpa sebab. Sejumlah peristiwa intimidasi dan tekanan fisik serta psikis dialami oleh warga, khususnya para perempuan, menyusul pemagaran sejumlah titik di wilayah Sukahaji yang diklaim sebagai milik pribadi oleh para tergugat.
Salah satu peristiwa yang memicu kecemasan terjadi pada Jumat siang, 21 Maret 2025, ketika sekelompok pria berbadan kekar yang diduga dari sebuah organisasi masyarakat datang ke Lapang Unyil, lokasi yang biasa digunakan anak-anak bermain dan para ibu berolahraga.
Endah, 24 tahun, perempuan warga Sukahaji, menjadi salah satu yang berdiri paling depan menolak pemagaran. Ia juga mengungkapkan kemarahan dan kesedihannya saat anak-anak yang sedang bermain di lapangan diusir secara paksa oleh para pria tersebut.
“Yang buat marah, ya diusir lagi main di lapangan itu,” kata Endah, Kamis 27 Maret 2025.
Endah menyaksikan keponakannya diperlakukan kasar. Ia mengatakan bahwa para pria tersebut menggunakan bahasa yang tidak pantas, dan bahkan meminta para suami warga datang untuk “menghadapi” mereka. “Jadi mancing-mancing emosi yang laki gitu,” ujarnya. Suasana semakin memanas ketika keponakan Endah didorong hingga tersungkur. Sementara Endah sendiri kehilangan suara karena terus berteriak membela.
Kerabat Endah, Linda, juga mengalami hal serupa. Ia menerima intimidasi, dorongan fisik, hingga mengalami luka lebam di kakinya. “Ya, aku sih didorong karena aku ngehalangin dia (ormas) mau berantem sama cowok,” kata Linda. Bahkan gawainya jatuh dan diinjak oleh pria yang mendorongnya. Anak Linda, yang masih berusia 10 tahun, turut berusaha melindungi ibunya dan mengalami trauma akibat kejadian itu.
“Anak saya enggak nerima. Akhirnya anak saya ngamuk juga,” tutur Linda. Setelah kejadian itu, anaknya takut melepas Linda pergi sendirian. “Jadi mamanya mau ke mana-mana, dia ngikutin takut gitu,” ujarnya.
Harapan warga Sukahaji, terutama para perempuan, kini sepenuhnya ditaruh pada proses hukum. Kuasa hukum warga, melalui perwakilan Nova dari kantor Fredy Panggabean, telah melaporkan intimidasi ini ke Polrestabes Bandung. “Memang adanya intimidasi dan tekanan seperti menakut-nakuti. Bahkan sampai ada terjadi kekerasan,” jelas Nova.
Kejadian intimidasi bukan hanya dialami Endah dan Linda. Wati, warga RT 12 RW 3, menjadi korban ancaman pemukulan oleh aparatur kampung setempat setelah dirinya melontarkan gurauan kepada anggota Perlindungan Masyarakat (Limnas). Perempuan berusia 45 tahun ini tidak menyangka gurauan tersebut akan dibalas dengan ancaman kekerasan.
“Kalau enggak ditahan, saya udah dihabisin sama tigaan (orang),” ungkap Wati dengan suara parau, kepada BandungBergerak, Rabu 19 Maret 2025.
Kejadian itu membuat Wati trauma. Ia merasa ditandai oleh aparat kampung. Ancaman juga datang jika ia kembali menunjukkan penolakan terhadap upaya penggusuran. “Kalau saya ngamuk lagi gitu, saya bakal dibawa ke kantor RW,” ujarnya.
Pemagaran yang terus dilakukan oleh pihak tergugat juga memperburuk keadaan. Warga kehilangan akses ke ruang-ruang publik yang penting bagi kehidupan sosial mereka. Wati menyayangkan dampaknya terhadap anak-anak yang kini kehilangan tempat bermain.
“Karena berarti udah enggak ada banget ruang buat anak-anak,” ucapnya. Ia juga mencatat bahwa pemagaran berdampak pada warung-warung warga yang aksesnya kini terhalang.
Sinta, perempuan 22 tahun yang juga tinggal di Sukahaji, menolak uang kompensasi yang ditawarkan. Menurutnya, nilai kompensasi yang ditawarkan tidak sebanding dengan biaya pembangunan rumahnya. “Saya membangun rumah itu lebih dari 5.000.000 (rupiah) malahan hampir mau 50.000.000 (rupiah). Ya enggak sebandinglah,” jelasnya.
Sinta tetap bersikukuh menolak dan tidak ingin rumahnya digusur. Ia menyatakan tegas sikapnya. “Saya pengin bertahan. Enggak mau (menerima uang kompensasi), udah sama saya lawan aja,” katanya sambil menggendong anaknya.
Menurutnya, tekanan dari aparat kampung begitu terasa, hingga mendatangi warga satu per satu agar bersedia menerima uang kompensasi. Ancaman pun turut menyertai. “Katanya bakal ditutup jalannya, saya enggak akan dikasih jalan,” jelasnya.
Konflik horizontal pun tak terhindarkan. Warga yang menolak uang kerohiman menjadi bahan omongan warga lain yang sudah menerima. “Padahal bukan milik kita tapi kok masih dipertahanin,” ujar Sinta, menirukan ucapan tetangganya.
Meski berbagai tekanan mereka alami, para perempuan Sukahaji tetap menggantungkan harapan pada proses hukum di pengadilan. Sinta menyuarakan harapan yang sama dengan warga lainnya. “Mudah-mudahan tanah ini jadi hak milik kita,” tuturnya.
Baca Juga: Warga Sukahaji Membawa Kasus Pemagaran Tanah yang Mereka Tempati ke Pengadilan
Kecurigaan Warga Saat Melihat Api Begitu Cepat Melahap Kios Kayu dan Rumah di Sukahaji
Di Tengah Konflik Lahan, Sejumlah Kios Kayu di Sukahaji Ludes Terbakar
Tanggapan Pihak Tergugat
Dari pihak tergugat, pengacara Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar, Rizal Ramadani Nusi mengatakan intimidasi yang menimpa warga bukan berasal dari perintahnya. Rizal menyarankan jika ada tindakan intimidasi atau penganiayaan yang menimpa warga untuk melaporkan ke pihak berwajib.
“Kalau mereka merasa mendapat kekerasan baik secara verbal maupun fisik, sok silakan laporkan orang-orangnya aja,” ujarnya kepada BandungBergerak, Selasa, 8 April 2025.
Dia juga mengatakan, pemagaran memang perintah dari kliennya langsung. “Dari Pak Yunus, bukan dari pengacara,” lanjutnya.
Terkait keterlibatan ormas yang diduga mengintimidasi warga, Rizal membantah. Menurutnya ormas yang berada di sana merupakan warga yang sama terdampak akan digusur. “Enggak ada (keterlibatan ormas). Itu murni warga sana,” ungkapnya.
Di sisi lain, Rizal mengatakan bahwa pemagaran yang dilakukan kliennya adalah hal yang legal. Sebab tidak ada sengketa tanah yang terjadi di tanah Sukahaji. “Sampai detik ini tidak ada sengketa kepemilikan lahan di lokasi tanah milik klien gua,” terangnya.
Sidang Gugatan Warga Sukahaji
Sidang perdana gugatan warga Sukahaji telah berlangsung di PN Bandung, Kamis, 10 April 2025. Warga Sukahaji Ronal kecewa dengan ketidakhadiran pihak turut tergugat yaitu Kecamatan Babakan Ciparay dan Kelurahan Sukahaji.
Sementara Kuasa hukum warga Sukahaji Freddy Panggabean mengatakan, agenda sidang masih pemanggilan untuk legal standing. “Jadi diharapkan hadir dulu sekali lagi baru nanti kalau memang tidak diselanjutnya lalu kita masuk ke tahap persidangan berikutnya," kata Freddy pada wartawan.
Dalam gugatan perdata ini, jalan perjuangan rakyat menjadi panjang. Selain, gugatan perdata, pihaknya setelah ini akan menggugat ke Pengadilan Tinggi Negeri (PTUN) dan Polda Jabar.
"Kami informasikan bahwa perjuangan ini bukan hari ini saja. Kita akan lanjutkan. Jadi ada tahapan. Gugatan itu bukan gugatan hari ini juga," beber Freddy
Di tempat yang sama, kuasa hukum Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar Rizal Nusi menyebut, sidang pertama ini hanya pengecekan legalitas saja.
"Kalau sidang pertama kita hanya pengecekan legalitas saja, legal standing kita berita acara, berita acara sumpah ini akan ditunda karena turut tergugat satu dan dua tidak hadir," ujar Rizal pada wartawan.
Rizal mengklaim secara bukti kepemilikan lahan pihaknya telah mempunyai bukti yang final. Dalam sidang perdata ini, hanya mempermasalahkan menyoal pemagaran.
"Jadi mereka hanya mempermasalahkan terkait proses pemagaran, di mana pemagaran itu kita lakukan di atas tanah milik klien kami," tuturnya.
*Reportase ini hasil liputan Yopi Muharam dan Muhammad Akmal Firmansyah, kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain tentang PENGGUSURAN