• Berita
  • Ruang Hidup Ratusan Warga di Desa Tenjolaya Terancam Eksekusi Lahan, Kasus ini Mencuat Setelah Nenek Jubaedah Mengungkap Dugaan Manipulasi Data Tanah di TikTok

Ruang Hidup Ratusan Warga di Desa Tenjolaya Terancam Eksekusi Lahan, Kasus ini Mencuat Setelah Nenek Jubaedah Mengungkap Dugaan Manipulasi Data Tanah di TikTok

Warga Desa Tenjolaya sudah bertahun-tahun menggantungkan kehidupan di kampung halaman. Anak-anak menuntut ilmu di SDIT Bina Muda. Mereka terancam tergusur.

Anak-anak SMP dengan latar mural perlawanan menolak penggusuran di Kampung Simpen, Desa Tenjolaya, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, 16 April 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah17 April 2025


BandungBergerak.id - Ratusan warga Kampung Simpen, Desa Tenjolaya, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, hidup dalam kecemasan menjelang rencana eksekusi lahan oleh Pengadilan Negeri (PN) Bale Bandung. Salah satu warga, Ika (40 tahun), was-was menghadapi eksekusi yang dijadwalkan pada Selasa, 15 April 2025, terkait sengketa lahan antara keluarga Jubaedah dan keluarga Oce Rumnasih serta H. Mansur.

Ika, bersama warga lainnya, merasa terancam kehilangan tempat tinggal yang telah mereka huni selama bertahun-tahun. Padahal sejumlah warga terdampak medapatkan tanah di kampung tersebut dengan cara membeli, beberapa warga memiliki sertifikat. Menurutnya, eksekusi bukan hal baru. Pada tahun 2022, rencana serupa pernah muncul. Bedanya, saat itu warga belum memahami proses hukum yang sedang berjalan. Kini, mereka lebih siap untuk mempertahankan ruang hidupnya.

“Waktu dulu (tahun 2022) mungkin gak ada pemberitahuannya, warga gak ngerti, warga gak paham. Untuk sekarang mereka udah paham, ada eksekusi itu rumah itu. Kalau dulu mereka tidak mengerti soalnya tidak ada sosialisasi dan rapat,” ujar Ika kepada BandungBergerak, Selasa, 15 April 2025.

Bagi Ika dan warga lainnya, tanah tersebut bukan sekadar tempat tinggal, melainkan sumber kehidupan. Mereka menggantungkan penghasilan dan masa depan keluarga dari tanah yang kini terancam eksekusi.

“Kita lahir di sini, penghasilan di sini, masa kita harus membebaskan tanah bertahun-tahun diam di sini,” ujarnya.

Perjuangan mempertahankan hak atas lahan telah menyita banyak energi warga, termasuk Ika, hingga mengganggu aktivitas mencari nafkah. Ia berharap ada kejelasan hukum yang adil dan berpihak pada kebenaran.

Dalam menghadapi ancaman ini, warga memasang spanduk perlawanan dan mendirikan posko penjagaan. Eksekusi yang direncanakan pada hari itu akhirnya batal karena tidak ada surat resmi, hanya berupa pernyataan lisan.

Nenek Jubaedah, salah seorang pemilik tanah dan rumah bersertifikat terancam tergusur di Kampung Simpen, Desa Tenjolaya, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, 16 April 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Nenek Jubaedah, salah seorang pemilik tanah dan rumah bersertifikat terancam tergusur di Kampung Simpen, Desa Tenjolaya, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, 16 April 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Awal Mula Sengketa di Desa Tenjolaya

Persoalan lahan ini bermula pada tahun 2009, ketika pihak yang mengaku sebagai ahli waris dari Nyonya Oce bin Mansur menggugat ahli waris Apud Kurdi. Mereka mengklaim bahwa tanah yang dikuasai oleh pihak Apud merupakan milik keluarga Oce.

“Tahun 2009 datang pihak dari Mansur meminta berkas-berkas yang dimiliki oleh kami. Waktu itu istri saya ingin mengurusi tanah milik bapaknya dan ternyata itu menjadi senjata mereka,” ungkap Wahyu Sobirin, warga terdampak yang diwawancarai Selasa, 15 April 2025.

Tanah yang dimiliki Apud awalnya adalah tanah kering yang kemudian disewakan dan sebagian dijual kepada perorangan. Gugatan Oce tercatat dalam perkara nomor 159/PDT.G/2009/PN.BB. Pada 2010 gugatan itu ditolak oleh pengadilan.

Tidak puas dengan hasil tersebut, pada tahun 2011, Oce kembali melayangkan gugatan kepada pihak Apud Kurdi serta Yayasan Sosial dan Pendidikan Bina Muda—pengelola SDIT Bina Muda—yang memiliki AJB dan menyewa lahan. Gugatan tersebut terdaftar dalam perkara nomor 39/Pdt.G/2011/PN.BB. 

Proses hukum terus berlanjut hingga lebih dari satu dekade. Eksekusi sempat dijadwalkan pada 2022 oleh juru sita PN Bale Bandung, namun mendapat penolakan keras dari warga. Saat itu, kegiatan belajar-mengajar di SDIT Bina Muda tetap berjalan seperti biasa.

Menurut Wahyu Sobirin, selama proses hukum berlangsung, pengadilan tidak pernah mendengarkan bukti yang diajukan oleh warga.

“Pengadilan tidak pernah mendengar bukti-bukti. Kami memberikan saksi Didin dari SMA Bina Muda, ditolak pengadilan. Tapi Asep Ridwan yang tinggal di sini turut tergugat bisa jadi saksi untuk pihak dia (Oce). Kejanggalan pengadilan,” kata Sobirin.

Upaya hukum terus ditempuh hingga tingkat peninjauan kembali (PK). Namun, PK bernomor 312/PK/Pdt/2023 ditolak oleh Mahkamah Agung. 

”Sampai kami PK kalah, karena kami yakin tidak pernah berhubungan dengan Oce Mansur. Kami membeli dari Toha, bukan dari Oce Mansur. Tinggal menunggu eksekusi. Tidak dibatalkan eksekusi tapi muncul eksekusi ini. Ini tidak dibatalkan. Di sini pengadilan sudah berpihak pada seseorang, bukan pada keadilan,” jelas Sobirin.

Baca Juga: Bina Muda Digusur, Nenek Jubaedah Menjerit, Tanah Kami Bukan Barang Dagangan
Ibu-ibu dan Bapak-bapak Sukahaji Mendesak BPN Kota Bandung Membuka Data Pemilik Sertifikat Tanah
Dukungan Perempuan Warga Sukahaji Menggugat Pemagaran Kampung di PN Bandung

Mural menolak eksekusi lahan di Kampung Simpen, Desa Tenjolaya, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, 16 April 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Mural menolak eksekusi lahan di Kampung Simpen, Desa Tenjolaya, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, 16 April 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Video Jubaedah

Kasus ini semakin menjadi perhatian publik setelah video viral di akun TikTok @calonmenkeu menampilkan Jubaedah (80 tahun), salah seorang warga terdampak dan pemilik sertifikat tanah yang digugat, memohon kepada Presiden Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi agar menghentikan eksekusi.

"Kepada Pak Presiden dan Gubernur, tolong saya warga bapak, merasa dizalimi. Suami saya beli dan sekarang Letter C di desa dirobah," ujar Jubaedah dalam video tersebut.

Dalam video yang sama, Ayu Septia Nigrum menyebut adanya dugaan praktik mafia tanah melalui manipulasi data di tingkat desa, padahal pihaknya memiliki Akta Jual Beli (AJB) atas tanah yang disengketakan.

"Bapak Dedi Mulyadi, sampai kapan pak, ini warga jabar sudah tua dibiarkan karena kezaliman pengadilan. Buku tanah robah tina aslina. Mugia Bapa tiasa ngabantos abdi sareng masyarakat sanesna tina ngabela ieu sepuh (Bapak Dedi Mulyadi, Bapak Aing, Gubernur di Pasundan, sampai kapan Pak, ini warga Jawa Barat yang sudah renta begini dibiarkan di dalam kezaliman pihak pengadilan. Buku tanah rubah dari yang aslinya. Moga bapak bisa membantu saya dan masyarakat lainnya dalam membela orang tua ini)," kata Ayu.

Ayu menduga ada manipulasi data tanah berdasarkan dokumen letter C. Dugaan ini dibuktikan dengan perubahan data leter C di tingkat Desa Tenjolaya sebelum dimekarkan. Sebelumnya, desa ini dimekarkan pada 23 September 1982 menjadi dua desa, yaitu Desa Tenjolaya dan Desa Panenjoan.

Sebelum dimekarkan, tanah persil 112 c, yang dimiliki Oce bin Mansur sejumlah luas 130 desiare atau 1.300 meter persegi dengan menggunakan tinta merah. Akan tetapi dari data salinan data setelah pemekaran bertambah 920 desiare atau 9.200 meter persegi.

"Terkait letter C dulu desa Tenjolaya itu hasil pemekaran dari desa panenjoan, untuk letter C yang asli berada di desa panenjoan dan yang di desa Tenjolaya letter C salinan, akan tetapi di letter C asli dengan letter C yang salinan angkanya berbeda dari 130 desiare berubah menjadi 920 desiare," terang Ayu.

Kawasan permukiman di Kampung Simpen, Desa Tenjolaya, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, 16 April 2025 menolak penggusuran. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Kawasan permukiman di Kampung Simpen, Desa Tenjolaya, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, 16 April 2025 menolak penggusuran. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Upaya Hukum Masih Berlanjut

Agus Gustiara, penasihat hukum warga Kampung Simpen, menyatakan pihaknya akan terus menempuh jalur hukum. Ia menilai bahwa dasar perkara bisa dibuktikan dari kejanggalan administratif, khususnya terkait surat keterangan ahli waris.

“(Kami) akan melakukan pelaporan polisi tindak pidana dugaan pemalsuan surat keterangan ahli waris, di mana dari kecamatan belum pernah mengeluarkan. Kami meminta kecamatan untuk meminta dua desa terhadap dua penulisan letter C yang berbeda itu saja,” ujar Agus.

Agus juga menyatakan akan mengajukan bantahan terhadap penetapan pengadilan dan melakukan Peninjauan Kembali kedua.

Di sisi lain, Bupati Bandung Dadang Supriatna mengaku telah mengambil langkah koordinatif untuk mencari solusi terbaik atas persoalan ini, terutama karena berdampak pada warga dan lembaga pendidikan.

"Terkait sengketa tanah di Kampung Simpen, Desa Tenjolaya, Cicalengka yang berdampak pada warga dan juga mengancam keberlangsungan pendidikan di SDIT Bina Muda sudah saya koordinasikan," tulis Dadang melalui akun Instagram-nya. 

"Insya Allah selalu ada solusi terbaik. Saya hadir bukan untuk memperkeruh, tapi untuk mencari jalan yang adil dan bijak," lanjutnya.

*Simak tulisan-tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyahatau artikel-artikel lain tentang Cicalengka

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//