CERITA GURU: Bagaimana Hendaknya Guru Memandang Teknologi
Cara pandang guru terhadap teknologi perlu dibenahi sejak dalam pikiran. Guru perlu memegang kendali terhadap teknologi dan cara memanfaatkannya.

Laila Nursaliha
Desainer Kurikulum. Berminat pada Kajian Curriculum Studies, Sains dan Teknologi pendidikan, serta Pendidikan Guru.
23 April 2025
BandungBergerak.id – Tak ada yang lebih mengubah dunia pendidikan belakangan ini selain pagebluk Covid-19. Dalam sekejap, kelas-kelas fisik yang riuh rendah dengan interaksi berubah menjadi kotak-kotak wajah di layar komputer. Guru dan murid yang biasanya bertatap muka langsung terpaksa beradaptasi dengan dunia maya. Transformasi mendadak ini memaksa pendidikan beralih ke platform digital secara masif, sesuatu yang mungkin butuh bertahun-tahun jika terjadi dalam situasi normal.
Fenomena ini tak hanya berlangsung selama pagebluk, namun masih dan akan terus berlangsung sebab berbagai macam perkembangan teknologi. Tentu saja, ini menjadi sebuah normal baru. Penggunaan platform digital masih dipertahankan dan menjadi perpanjangan tangan pemerintah yang cukup efektif.
Iklan-iklan pelatihan digital berseliweran di media sosial: "Bagaimana menggunakan AI dalam pendidikan?", "Cara membuat bahan ajar interaktif", "Workshop desain grafis untuk pembelajaran". Bahkan pemerintah pun buru-buru meluncurkan program pelatihan digital untuk guru. Semua berlomba-lomba mengejar ketertinggalan teknologi, terutama bagi pendidik yang selama ini nyaman dengan metode konvensional.
Di tengah serbuan berbagai macam teknologi digital, maka muncul pertanyaan mendasar: bagaimana sebaiknya guru (atau pendidik yang lebih luas) memandang teknologi? Teknologi digital adalah solusi atas segala masalah pembelajaran? Atau guru tak memerlukan peranan teknologi? Mungkin dalam tulisan ini, kita akan membawa perspektif lain mengenai teknologi yang lebih seimbang.
Baca Juga: CERITA GURU: Menelusuri Sejarah Keluarga
CERITA GURU: Belajar Menjadi Guru dan Bermasyarakat di Kampung Halaman
CERITA GURU: Menjadi Pedagog yang Inspiratif di Sekolah
Memahami Teknologi dan Pendidikan
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu memahami terlebih dahulu apa sebenarnya teknologi itu. Teknologi berasal dari kata techne (seni, metode, sistem) dan logos (ilmu). Lebih dari sekadar gawai canggih, saat ini teknologi dipandang sebagai perpanjangan tubuh manusia untuk melampaui batasan alamiah kita.
Seperti yang diungkapkan Andika Saputra, dosen Arsitektur UMS, dalam kuliahnya "Teknologi memiliki struktur gagasan, perilaku, kesadaran, bahasan, dan artefak. Teknologi berkaitan dengan cara hidup suatu komunitas manusia." Dalam konteks pendidikan, artefak zaman dahulu bisa berupa papan tulis dan kapur, sementara kini bergeser ke laptop dan aplikasi pembelajaran.
Perlu kita pahami bahwa hakikat teknologi adalah "perpanjangan tubuh manusia untuk melampaui alam." Tujuannya membantu kita bertahan hidup, mengelola lingkungan, membangun relasi sosial, dan membebaskan diri dari determinisme lingkungan. Namun, sehebat apapun teknologi, ia tetaplah alat. Yang menentukan nilai dan dampaknya adalah bagaimana kita menggunakannya.
Association Educational Communication Technology (AECT) memiliki definisi terbaru tentang teknologi pendidikan pada tahun 2023 sebagai "studi etis dan penerapan teori, penelitian, dan praktik untuk memajukan pengetahuan, meningkatkan pembelajaran dan kinerja, dan memberdayakan peserta didik melalui desain strategis, manajemen, implementasi, dan evaluasi pengalaman dan lingkungan belajar." Definisi ini menekankan bahwa teknologi pendidikan hanya tentang perangkat, tetapi tentang pendekatan sistematis untuk menciptakan pengalaman belajar yang bermakna.
Perspektif tentang Teknologi dan Implikasi Penggunaannya
Sudah banyak konsep yang digunakan dalam memaknai hubungan antara pendidikan dan teknologi dalam dunia pendidikan. Teknologi pendidikan sendiri berawal dari sebuah percobaan teknologi yang masuk ke ruang kelas 1920-an. Seiring berkembangnya waktu, maka digunakanlah video pendidikan, audio pendidikan, dan semua teknologi yang berkaitan dengan aktivitas pendidikan.
Cara pandang terhadap teknologi menentukan tentang bagaimana ia melakukan terhadap teknologi. Ada beberapa miskonsepsi menurut Selwyn yang sering terjadi dalam memperlakukan teknologi dalam pendidikan, yaitu teknologi sendiri yang akan meningkatkan pembelajaran tidak hanya diperkenalkan, tetapi diperlukan adanya integrasi konten yang selaras dengan teknologi.
Berkaca kepada berbagai macam proses kemunculan teknologi, banyak kehancuran institusi (bahkan mungkin nanti manusia) disebabkan karena overestimate teknologi sebagai solusi universal (one size fit all). Seolah-olah, ketika sudah menggunakan teknologi segala sesuatunya akan tercipta dan berjalan dengan baik. Dalam beberapa jurnal, universitas menjadi minim inovasi dikarenakan semuanya diserahkan kepada teknologi.
Selain teknologi dipandang sebagai sebuah solusi untuk semuanya –selama dalam cara pandang pendidikan– teknologi ditempatkan sebagai bagian yang terpisah dari Pedagogi dan konten. Sehingga, penggunaannya tidak terintegrasi bahkan berjauhan dari ruang kelas. Ambil contoh penggunaan teknologi di ruang pembelajaran. Alih-alih menjadi pembantu di ruang kelas, justru guru memerlukan berbagai macam perhatian khusus yang banyak untuk teknologi. Entah itu membuat konten video untuk media sosial, membuat beragam salindia, poster, dan selebaran-selebaran khusus. Akhirnya, ia berakhir menjadi sebuah pernak-pernik belaka tanpa membantu proses pendidikan.
Parahnya lagi, berkaitan dengan dua contoh di atas, terdapat satu pola pikir di mana ketika sudah menggunakan sebuah teknologi baru kemudian menggantikan cara yang tradisional. Padahal semuanya merupakan pilihan yang tersedia untuk membantu sebuah proses belajar dan pembelajaran di ruang kelas. Bukan sebagai syarat wajib untuk terselenggaranya proses belajar dan mengajar.
Maka dari itu, Mishra dan Koehler seorang peneliti yang fokus pada kajian teknologi, mengembangkan apa yang disebut dengan TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge) yang menekankan bahwa integrasi teknologi yang efektif membutuhkan perpaduan antara pengetahuan konten, pedagogi, dan teknologi, bukan sekadar keterampilan teknis. Ide ini merupakan pengembangan atas penyatuan pedagogi dan konten yang dilakukan oleh Shulmann atau yang sering disebut dengan Pedagogical Content Knowledge.
Pedagogical Content Knowledge merupakan sebuah pengetahuan tentang bagaimana sebuah materi atau konten dimasukkan ke dalam proses pembelajaran sehingga bisa diajarkan dengan cara yang lebih baik.
Tantangan mengenai teknologi ini memang masih menjadi pekerjaan rumah yang begitu panjang. Meluruskan dan mendalami apa yang bisa kita lakukan dengan teknologi bukan sebuah perkara yang cukup mudah sebab memerlukan kesadaran untuk bagaimana memanfaatkannya dengan baik di ruang-ruang pendidikan. Tentu saja, teknologi tidak akan efektif apabila tidak dimanfaatkan dengan baik.
Hendaknya, cara pandang guru terhadap teknologi perlu dibenahi sejak dalam pikiran. Sebagai seorang manusia, guru perlu memegang kendali terhadap teknologi dan bagaimana cara memanfaatkannya. Bukan sebagai pengguna yang menjadi budak teknologi.
*Kawan-kawan dapat menikmati tulisan-tulisan lain Laila Nursaliha, atau membaca artikel-artikel lain tentang Cerita Guru