MALIPIR #13: Seperti Kisah Cinta di dalam Komik
Cerita bergambar (cergam) buat Toni Masdiono adalah medium komunikasi sekaligus jembatan kenangan. Ia menuturkan kisah yang bahan-bahannya digali dari sejarah.

Hawe Setiawan
Sehari-sehari mengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra UNPAS, ikut mengelola Perpustakaan Ajip Rosidi. Menulis, menyunting, dan menerjemahkan buku.
26 April 2025
BandungBergerak.id – Ketika Mas Toni Masdiono berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang komik, saya menulis catatan ini. Di satu pojok Kedai Jante ia mempresentasikan gambar-gambar ciptaannya, di pojok lainnya saya menyimak.
Lebih tepatnya, saya menggabungkan beberapa kegiatan: mendengarkan, mencatat, mengingat, dan menggambar. Dengan sketch note, saya mencatat pokok-pokok ceramah yang saya perlukan buat menulis.
Ingatan pribadi dengan sendirinya muncul lagi. Sampai sekarang saya masih heran, kenapa ibu marah ketika memergoki saya membaca komik?
Saya baru bisa menduga-duga. Komik Indonesia tahun 1970-an dicetak pada kertas yang buram dengan gambar-gambar orang bertengkar atau bercinta di sampul muka. Mungkin di mata ibu waktu itu, barang demikian tampak kumal dan tak senonoh, tidak layak buat anak-anak.
Ada lagi yang bikin heran. Di halaman komik Indonesia kala itu tertera cap "Komdak", akronim dari "komando daerah kepolisian". Artinya, komik terbit dengan izin polisi. Saya pikir, itulah kegiatan polisi yang paling aneh di dunia: membaca komik.
Keadaan komik, tentu saja, sudah banyak berubah sejak itu. Pada zaman Mas Toni dan Kang Yaya Riyadin, komik Indonesia tidak lagi kumal atau jorok dan tidak dipelototi polisi. Tetap ada pukul-pukulan dan cinta-cintaan, tapi kemasannya kian menawan.
Baca Juga: MALIPIR #10: Coretan Perjalanan Sang Wartawan
MALIPIR #11: Jurnalis Nyastra yang Membangkang
MALIPIR #12: Teman Duduk Zaman Kertas
Cergam: Pesan dan Kenangan
Mengikuti gurunya di Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, Pak T. Sutanto, Mas Toni memakai istilah "cergam", akronim dari "cerita gambar". Itulah gambar yang bercerita atau cerita yang terkandung dalam gambar.
Cergam buat Mas Toni adalah medium komunikasi sekaligus jembatan kenangan. Ia menuturkan kisah yang bahan-bahannya digali dari sejarah.
"Kita perlu membaca ulang sejarah tanpa perlu terjebak di dalam sejarah," katanya.
Berpaling ke masa lalu tidak dimaksudkan buat berdiam di situ. Lagi pula, yang mesti dihadapi adalah hari ini. Fantasi dalam seni, hal yang dibahas Mas Toni sewaktu menyusun skripsi, mesti tetap leluasa.
Saya ikut berkomentar dalam sawala. Saya bilang, ikhtiar menjalin komunikasi seraya merawat ingatan relevan pisan dengan situasi kini. Sekarang orang sibuk main medium tapi kurang hirau dengan nilai konten. Silang susup konten tiap saat malah memperpendek ingatan.
Kata Mas Toni, sejarah membantu seniman komik buat menciptakan fiksi realis dengan latar yang jelas. Sumbernya banyak nian dalam keragaman budaya Nusantara. Mas Toni sendiri kelihatannya memilih sejarah yang terpaut pada kenangan dari masa kanak.
Gambar dan Kata
Dengan komik saya menggabungkan dua kegiatan: melihat dan membaca. Saya melihat gambar-gambar dalam montase, dan saya membaca kata-kata dalam caption dan dialog.
Caption, memang, tidak selalu perlu, terlebih ketika gambar sudah menyampaikan segalanya. Namun, maklum manusia, kata-kata lazimnya selalu ikut nimbrung dalam komunikasi.
Buat saya, melihat dan membaca komik agak berbeda dari menyaksikan film berbahasa asing yang disertai subtitle. Adegan-adegan film akan jalan sendiri, tak perduli apakah saya sudah selesai membaca terjemahan dialog ataukah belum.
Dalam komik perkembangan fragmen bergantung pada tangan saya yang membolak-balik halaman. Dengan kata lain, di depan layar Netflix badan saya lebih pasif ketimbang di halaman gambar Toni Masdiono.
Memang, Mas Toni juga membuat komik sunyi alias –dalam istilahnya sendiri– "cergam senyap": halaman-halaman berisi semata gambar, tanpa kata-kata. Namun, ketika saya membaca Karimata dan Lao Sam dalam benak saya tetap muncul caption dan dialog. Walhasil, pembaca diajak lebih aktif lagi.
Enaknya baca komik sunyi terletak dalam imajinasi: pembaca bisa menciptakan caption dan dialog dalam bahasa ibunya masing-masing.
Waktu ngobrol seusai sawala, ada teman yang bertanya, manakah yang lebih dulu: gambar ataukah kata? Saya tidak tahu. Saya pikir, gambar seperti cinta: berasal dari mata turun ke hati, sedangkan kata berasal dari telinga turun jadi aksara.
Seniman komik seperti Mas Toni, sudah pasti, juga menggambar kata. Judul Lao Sam –nama lain untuk Lasem– dia reka begitu rupa hingga mirip kaligrafi China. Waktu komik itu diluncurkan di Singapura, konon banyak pembaca yang salah sangka.
Menggambar dan Bercerita
Seniman komik diberkati keterampilan ganda: menggambar dan bercerita. Saya kira, mereka seperti syaman yang menyampaikan pesan dengan menggambari dinding gua.
Keistimewaan serupa kiranya terdapat pada para penggambar peta. Sebelum saya bisa membaca, hal yang sangat menyenangkan adalah membolak-balik atlas. Di samudra selalu ada gambar kapal layar dan ikan hiu sebagaimana di Kutub Utara tampak orang eskimo dan iglo.
Tentang jurus-jurus andalannya dalam penciptaan gambar, Mas Toni sudah mengumumkan bukunya. Sekarang, katanya, dia sedang menyiapkan buku tersendiri mengenai teknik bercerita.
Khawatir dengan kecerdasan buatan? Tidak juga. Sebaliknya, malah. Dia bilang, sudah pula dirinya menjajaki sejauh mana mesin macam Chat GPT disiasati untuk membantu menyiapkan tulisan.
Robot merambah ke berbagai sektor, tak terkecuali sektor kerja desain. Kalau desainer mau tidak mau mengandalkan robot, jelas terbuka tantangan supaya hasil kerjanya memiliki "ciri khas pribadi".
Dalam sebuah lagu tentang pacaran dari Iwan Fals masa muda, ada lirik begini: "aku tak mampu/ beri sayang yang cantik/ seperti kisah cinta di dalam komik".
Ya, itulah sumber judul catatan saya. Saya kira, "kisah cinta di dalam komik" tidak selalu "cantik", apalagi dalam komik tahun 1970-an yang menyebabkan ibu saya sewot. Yang pasti, perkembangan kreativitas seniman komik seperti Mas Toni telah mempercantik jagat komik yang patut dicintai.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain tentang Literasi atau tentang Buku