• Berita
  • Film Murdijati Gardjito di Kedai Jante, Membedah Kesaktian Makanan Tradisional dalam Menumbuhkan Karakter Bangsa

Film Murdijati Gardjito di Kedai Jante, Membedah Kesaktian Makanan Tradisional dalam Menumbuhkan Karakter Bangsa

Murdijati Gardjito menjaga kepunahan makanan tradisional Indonesia dengan kerja-kerja literasi. Kuliner nusantara bagian dari identitas bangsa.

Diskusi dan pemutaran film dokumenter Murdijati Gardjito karya Hindra Setya Rini di Kedai Jante, Bandung, Minggu, 11 Mei 2025. (Foto: Shakila Azzahra M/BandungBergerak)

Penulis Shakila Azzahra M13 Mei 2025


BandungBergerak.id - Makanan tradisional bukan sekadar urusan dapur dan perut. Ia adalah sistem pengetahuan yang diyakini mampu menumbuhkan karakter bangsa. Gagasan ini muncul dalam diskusi dan pemutaran film dokumenter “Murdijati Gardjito” karya Hindra Setya Rini di Kedai Jante, Bandung, Minggu, 11 Mei 2025.

Murdijati Gardjito adalah akademisi, penulis, dan pemikir di bidang teknologi pangan dan gastronomi. Dalam usia 81 tahun, Prof. Mur—begitu ia akrab disapa—masih setia menulis dan berbagi ilmu, meyakini bahwa makanan khas Indonesia adalah warisan dunia yang mencerminkan jati diri atau karakter bangsa.

Dokumenter “Murdijati Gardjito” rampung pada 2023 dan masuk nominasi Festival Film Dokumenter 2023 untuk kategori Film Dokumenter Panjang Indonesia. Film ini juga diputar di berbagai festival kebudayaan dan pangan.
Selama proses produksi, Hindra melakukan riset mendalam terhadap buku-buku dan keseharian Prof. Mur., termasuk menyesuaikan jadwal pengambilan gambar dengan rutinitas tokoh yang hidupnya sangat teratur dan disiplin.

“Film ini dibuat saat pandemi. Sebelum ini, saya sudah meniatkan untuk project selanjutnya ingin tentang perempuan, lansia, yang berdampak dan berjasa,” ungkap Hindra, usai pemutaran film program Pasar Minggu keempat yang digagas PEHAGENGSI bekerja sama dengan Bandung Film Commission.

Murdijati Gardjito dikenal sebagai perempuan yang konsisten memetakan dan mengkaji kuliner Indonesia. Laman resmi UGM menjelaskan, ia adalah Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Gadjah Mada yang sejak 2003 memfokuskan diri pada makanan tradisional saat menjabat sebagai Kepala Pusat Kajian Makanan Tradisional UGM. Ia menemukan bahwa makanan tradisional merupakan pengetahuan yang sangat ampuh membentuk jati diri dan karakter bangsa.

Prof Mur membangun pengetahuan gastronomi Indonesia dari proses mengarsip: memetakan makanan berdasarkan etnis, menelusuri sejarahnya, mengkaji bahan dan proses memasaknya, hingga menuangkannya dalam buku-buku yang ditulis bersama para asisten.

“Saya bertanya-tanya: kenapa makanan Indonesia jarang dibahas? Karena literasinya tidak ada, hanya dari mulut ke mulut. Ketika yang bercerita meninggal, ceritanya juga ikut terkubur,” tuturnya.

Dalam buku “Pusaka Cita Rasa Indonesia” (2023), Prof. Mur menegaskan bahwa teknologi pangan harus bersatu dengan sosial dan budaya agar bisa berkembang. Gastronomi bukan semata ilmu tentang rasa, tetapi mencakup seluruh proses produksi makanan dari bahan mentah hingga tersaji sebagai santapan yang mencerminkan hubungan akrab manusia dengan alam.

Film ini juga menampilkan sisi domestik Prof. Mur yang kehilangan penglihatan di usia yang relatif muda. Kendati demikian, ia tetap berkarya melalui tulisan dengan bantuan para asistennya.

Para asisten bukan sekadar pembantu, tapi rekan akademik dan penjaga keseharian. Setiap pagi Prof. Mur berjemur, membaca koran dengan bantuan suara, dan meregangkan tubuh demi menjaga kesehatannya. Ia tetap mengingat jadwal minum obat karena ingatan yang tajam.

Para asistennya membantunya menyusun materi ajar, membaca pesan, dan mengetikkan naskah buku. Puluhan karya telah diterbitkan melalui kerja kolektif ini. “I only can say to the God that I send my thanks to him. Because at the time I cannot see the world, but the world can see me—what I do for my country, Indonesia,” ucapnya dalam satu adegan film.

Baca Juga: Ramai-ramai Membicarakan Budaya dan Kuliner Lokal
Keberagaman Indonesia dalam Menu Kuliner
Aroma Kopi dan Kenangan, Petualangan Kuliner di Jantung Budaya Sunda

Menjaga Kuliner Nusantara dengan Tulisan

Setelah pemutaran film, diskusi dimoderasi oleh Iwa Kartiwa dan menghadirkan Hindra Setya Rini, Mimilu Culinary Artisan Mei Suling, dan antropolog pangan Seto Nurseto. Seto mengenang sosok Prof. Mur sebagai figur tegas dan disiplin. Baginya, film ini berhasil memperlihatkan sisi kemanusiaan Prof. Mur di balik ketokohan akademiknya.

Sementara itu, Mei Suling mengaitkan semangat Prof. Mur dengan kenangan pribadi bersama neneknya. Ia menekankan pentingnya mendokumentasikan resep keluarga agar tidak lenyap bersama generasi yang telah tiada.

Prof. Mur sendiri percaya bahwa gastronomi Indonesia adalah warisan luhur yang harus dijaga. Banyak referensi sejarah seperti Serat Centini hanya mencatat nama dan bentuk makanan, tetapi tidak mencantumkan bahan dan cara membuatnya. Itu sebabnya ia merasa penting untuk terlibat langsung dalam menulis, mengarsip, dan mengembangkan pengetahuan kuliner.

Film ini menampilkan bagaimana arsip milik Prof. Mur tersusun rapi. Ia menyimpan dokumen, foto, hasil riset, hingga naskah-naskah penting seperti menyimpan harta karun. Proses produksi film dilakukan saat transisi pandemi menuju masa normal baru pada 2022. Hindra sengaja menampilkan elemen waktu seperti masker, berita tentang Covid-19, dan pembatasan sosial di meja makan.

Prof Mur menegaskan, makanan tradisional adalah bagian dari kearifan lokal yang layak menjadi akar pembangunan karakter bangsa. Makanan tradisional mencerminkan keharmonisan antara manusia, alam, dan warisan nenek moyang. Ketika kuliner Indonesia dihargai, dirawat, dan dituliskan, bukan hanya selera yang dipuaskan, tetapi juga jati diri bangsa dikokohkan.

*Kawan-kawan silakan membaca artikel lainnya tentang Makan Tradisional Nusantara dalam tautan ini

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//