Roti Sidodadi di Mata Karyawan dan Penjual Gorengan
Sejak awal Roti Sidodadi dirintis untuk menghasilkan produk roti yang bisa dinikmati semua kalangan masyarakat Bandung.
Penulis Vallencya Susanto 15 Mei 2025
BandungBergerak.id - Wahyu telah mengabdikan 25 tahun hidupnya di Toko Roti Sidodadi. Ketika pertama kali bergabung, ia masih remaja. Kini, ia sudah berkeluarga dengan dua anak. Meskipun di Bandung banyak bermunculan toko roti baru, bagi Wahyu, Toko Roti Sidodadi tetap nomor satu. Baginya, toko ini bukan sekadar tempat bekerja, tetapi juga sumber penghidupan bagi istri dan anak-anaknya.
“Dari remaja hingga punya anak dua, rasanya nggak ada tantangan yang gimana-gimana. Walaupun banyak saingan, kami percaya diri tetap akan jadi toko roti nomor satu karena kami selalu menjaga konsistensi roti kami,” ujarnya kepada BandungBergerak.
Toko yang terletak di Jalan Oto Iskandardinata (Otista) No. 255 ini telah berdiri sejak 71 tahun lalu, tepatnya 10 Mei 1954. Toko ini memiliki daya tarik yang kuat, bahkan bagi pedagang gorengan seperti Iman, yang sudah menjual gorengan di depan Toko Roti Sidodadi selama 50 tahun.
Iman mengaku mengenal baik pendiri awal hingga pemilik Toko Roti Sidodadi sekarang. Bagi Iman, yang juga telah berjualan gorengan selama setengah abad, roti Sidodadi tak lekang oleh waktu.
“Dulu, waktu saya baru mulai dagang, saya pernah beli roti rasa coklat, dan saya suka. Herannya, sampai sekarang kalau saya beli roti rasa coklat, rasanya tetap sama,” kenang Iman.
Arti Sebuah Nama
Hiendrawan Kosasih membangun usaha rumahannya agar produk roti bisa dinikmati masyarakat luas, bukan kelas sosial tertentu saja. Maklum, roti merupakan kuliner yang dibawa orang-orang Belanda ke nusantara.
Di awal pendirian Toko Roti Sidodadi harga roti masih terbilang tinggi untuk masyarakat awam. Maka Hendrawan menekankan bahwa produk rotinya harus dibanderol dengan harga terjangkau oleh banyak lapisan masyarakat.
Sekarang, Toko Roti Sidodadi telah melewati tiga generasi pemilik. Ia tetap menjadi salah satu destinasi kuliner favorit warga Bandung dan wisatawan. Bangunannya yang khas dan tidak pernah berubah sejak pertama kali berdiri, menambah kesan legendaris pada toko.
Nama “Sidodadi” sendiri berasal dari bahasa Jawa, "sido dadi", yang artinya "sudah jadi semakin jadi". mencerminkan doa dari pendiri pertama, Hiendrawan Kosasih. "Istri dari Bapak Hiendrawan Kosasih merupakan keturunan yang berasal dari Jawa Tengah," ujar Wahyu.
Apalah arti sebuah nama. Namun, Nama Toko Roti Sidodadi bukan hanya sekadar jenama, tetapi juga sebuah harapan agar toko ini bisa bertahan, dan memang terbukti. Varian produk Roti Sidodadi bahkan berkembang dengan tetap mempertahankan cita rasanya.
Ciri khas lain yang membuat Toko Roti Sidodadi tetap diminati adalah harga yang tetap terjangkau meskipun ada kenaikan harga bahan baku dan pajak. Yang unik, harga roti di sini tidak dibulatkan. Ini terjadi karena pemilik toko menghitung dengan cermat biaya produksi dan mempertahankan harga yang sesuai meski tidak dibulatkan.
Toko Roti Sidodadi telah dikenal luas, bahkan oleh food vlogger yang sering mengulas tentang kelezatannya. Tak hanya rasa yang membuat roti ini terkenal, tetapi juga harganya yang relatif terjangkau. Testimoni dari banyak pengunjung yang puas membuat semakin banyak orang penasaran untuk mencoba roti ini.
Meliyani (26 tahun), warga Bandung yang baru pertama kali mencoba roti Sidodadi. Sehari-hari ia sering lewat di Jalan Otista. Ia heran melihat toko roti ini yang selalu ramai. Setelah banyak food vlogger mereview, ia pun tertarik membeli. Ia merasa rasa roti Sidodadi memang enak.
Baca Juga: Film Murdijati Gardjito di Kedai Jante, Membedah Kesaktian Makanan Tradisional dalam Menumbuhkan Karakter Bangsa
Kuliner Legendaris Lembang
Ulasan Food Vlogger, Membangun atau Meruntuhkan Usaha Kuliner?

Konsistensi Adalah Kunci
Sebagai karyawan senior, Wahyu paham betul rahasia perusahaan tempatnnya bekerja, yaitu konsistensi dalam menjaga rasa. Pemilik toko tidak hanya mengandalkan pekerja untuk memilih bahan baku, tetapi juga turun langsung untuk memastikan kualitas bahan yang digunakan.
"Kami sangat selektif dalam memilih bahan, supaya rasa roti tetap konsisten dan pelanggan tidak kecewa," kata Wahyu.
Menurut Wahyu, jika ada pelanggan yang kecewa, itu biasanya karena roti yang mereka inginkan sudah habis, bukan karena rasa yang mengecewakan.
Dalam perjalanannya selama tujuh dekade, hanya varian rasa yang berkembang, sementara kualitas rasa tetap terjaga. Awalnya, Toko Roti Sidodadi hanya menawarkan sekitar 15 rasa roti. Namun sekarang, varian rasa telah bertambah menjadi sekitar 25 rasa, dengan beberapa rasa baru yang mengikuti tren saat ini, seperti gula aren, coffeemochaberry, cinnamon, dan frans coklat mocha.
Toko Roti Sidodadi buka pukul 10.30 pagi dan tutup pada pukul 19.00. Bahkan di masa liburnya, Wahyu menambahkan, operasional toko sering kali hanya berlangsung selama beberapa jam saja karena banyaknya pembeli yang datang. Di hari biasa, toko ini lebih longgar di waktu siang menuju sore, tapi persediaan rotinya sudah banyak yang habis terjual.
*Kawan-kawan silakan membaca artikel lainnya tentang Makanan Nusantara dalam tautan ini