Para Pedagang Pasar Seng Banjaran Khawatir Digusur, Mereka Berharap Dialog Terbuka untuk Mencapai Solusi yang Adil
Para pedagang Pasar Seng Banjaran, Kabupaten Bandung telah berkali-kali mendapatkan surat peringatan. Mereka kini di ambang ketidakpastian.
Penulis Yopi Muharam20 Mei 2025
BandungBergerak.id - Para pedagang di Pasar Seng Banjaran, Kabupaten Bandung, terancam tergusur dengan adanya rencana penertiban yang dilakukan pihak pengelola pasar. Mereka telah menerima peringatan pembongkaran secara berulang melalui surat resmi oleh PT Bina Niaga Perkasa (BNP) selaku pengembang, bekerja sama dengan UPTD Pasar Banjaran dan Pemerintah Daerah.
Pasar Seng yang berlokasi di sisi Jalan Kiartasan (jalan desa), dikenal sebagai area dagang tidak resmi. Kawasan ini telah lama dihuni para pedagang sebelum revitalisasi Pasar Banjaran dimulai.
Salah satu pedagang ayam, Irfan, menilai langkah penertiban ini tidak disertai komunikasi yang layak. “Perlakuan terhadap para pedagang di sini, khususnya di pasar Seng, itu tidak dihargai,” ujar Irfan, Kamis, 15 Mei 2025.
Pedagang yang telah berjualan di pasar tersebut selama lima tahun dan merupakan generasi keempat dari keluarganya mengatakan, surat pemberitahuan pembongkaran diberikan secara mendadak dan tanpa diawali dialog. Seharusnya, Irfan mengatakan, ada musyawarah antara pengembang dan pedagang. Juga tidak ada tempat untuk relokasi, sebab tidak seluruh pedagang mendapatkan tempat di lokasi relokasi resmi.
Peringatan pembongkaran tercantum dalam sejumlah surat resmi. Surat pertama bernomor 003/BNP-Kc.Psr.Bjr/Peng/IV/2025, tertanggal 8 April 2025, memuat pemberitahuan penertiban PKL yang berada di Pasar Seng, alun-alun, TPBS Ex Sampah, dan trotoar Jalan Raya Banjaran.
Surat tersebut menyatakan, pemindahan pedagang ke Pasar Sehat Banjaran harus dilakukan antara 27 hingga 29 April 2025. Pemindahan ini bersyarat, bahwa pedagang harus melunasi pembayaran kios atau los, atau setidaknya membayar uang muka 40 persen, menyertakan bukti akad kredit bank, dan menunjukkan kwitansi pembayaran.
Kendati demikian, sejumlah pedagang tetap bertahan berjualan di tempat lama. Selanjutnya muncul surat kedua bernomor 001/BNP-Kc.Psr.Bjr/Peng/V/2025, yang menyebutkan batas akhir pemindahan ke blok II dan III Pasar Sehat Banjaran adalah 20 Mei 2025. Pemutusan aliran listrik akan dilakukan pada 21 Mei, dan pembongkaran serentak dijadwalkan pada 22 Mei di wilayah TPBS Ex Sampah, Pasar Seng, dan Pasar Barat.
Surat pemberitahuan terakhir diberikan pada Rabu, 14 Mei 2025, khusus untuk pedagang Pasar Seng. Surat itu menjelaskan bahwa pembongkaran dilakukan guna mendukung proyek pengerjaan drainase.
“Diberitahukan kepada para pedagang kaki lima (PKL) seng yang berbatasan dengan kegiatan pengerjaan menggunakan area berjualan PKL seng maka hari ini diberitahukan kepada para pedagang untuk membongkar tempat berjualannya masing-masing demi keamanan dan kelancaran kegiatan pengerjaan saluran air tersebut,” demikian isi surat.
Diberitakan sebelumnya, revitalisasi Pasar Banjaran dilakukan Pemkab Bandung menggandeng swasta. Pada 2023, banyak pedagang yang menolak revitalisasi karena khawatir harga kios melambung tinggi. Revitalisasi dinilai hanya menguntungkan swasta dan kurang berpihak kepada kepentingan para pedagang.
Para pedagang menuntut revitalisasi dilakukan oleh Pemkab Bandung sendiri dengan menggunakan dana APBD, bukan dari dana pemodal. Aksi penolakan revitalisasi oleh swasta dilakukan para pedagang melalui berbagai rangkaian unjuk rasa, menggugat ke PTUN Bandung dan mengadu ke Komnas HAM.

Pedagang Kecewa
Seorang pedagang buah yang meminta namanya disamarkan, mengaku kecewa atas cara penyampaian rencana pembongkaran. Menurutnya, pemberitahuan dilakukan secara mendadak.
“Ini memang tidak cukup manusiawilah ketika PT. BNP mengeluarkan surat pemberitahuan dengan tembusan terhadap pihak-pihak terkait seperti UPTD Dinas Perdagangan, Pemerintahan setempat,” jelas pedagang buah.
Ia menyebut, banyak para pedagang yang kebingungan mengenai kelanjutan usahanya. “Jika dipaksakan dibongkar, para pedagang yang berjualan di sepanjang Jalan Kiartasan atau jalan desa juga tidak tahu harus ke mana,” katanya.
Sementara itu, pihak pengelola pasar mengklaim penertiban telah melalui prosedur. Dadang, Humas PT BNP menjelaskan, area Pasar Seng merupakan ruang publik bukan untuk berdagang. “Itu kan fungsinya adalah jalan. Jadi bukan ruang dagang,” kata ,Dadang saat ditemui di kantornya, Jumat, 16 Mei 2025.
Dadang menejelaskan, penertiban ini bagian dari program pemerintah untuk memperindah kawasan dan menjadikan Pasar Sehat Banjaran sebagai pusat ekonomi modern di wilayah tersebut.
Terkait musyawarah dengan pedagang, Dadang menyebut pihaknya telah melakukan diskusi sebelumnya. Mengenai pembangunan drainase di sepanjang jalan Pasar Seng, Dadang menegaskan bahwa hal itu adalah proyek pemerintah. Pihaknya hanya menjalankan penertiban.
Para pedagang yang sudah memiliki kios atau los diminta untuk segera menempati tempat yang telah disediakan di dalam Pasar Sehat Banjaran.
Anggi, dari tim pemasaran Pasar Banjaran menambahkan, relokasi sementara telah disediakan di lorong-lorong blok 2 dan 3 pasar. Meskipun tidak semua pedagang sudah membeli kios, pihaknya berkomitmen tetap mengakomodasi mereka. “Jadi para pedagang yang tempatnya belum jadi, tetap kita akomodir,” ujarnya.

Khawatir Pendapatan Menurun
Meski fasilitas relokasi disebut telah disiapkan, sejumlah pedagang merasa menghadapi berbagai kendala, mulai dari akses yang tidak merata dan tidak semua bisa segera dipindahkan. Kehilangan pelanggan dan menurunnya pendapatan juga menjadi alasan utama para pedagang memilih tetap bertahan di Pasar Seng.
Terlebih, bagi pedagang seperti Irfan dan Jajang, Pasar Seng bukan sekadar tempat berdagang, tetapi bagian dari sejarah panjang kehidupan mereka dan keluarganya. Sebelum menjadi pasar tradisional resmi, lokasi ini dikenal sebagai Pasar Rebo, tempat warga berdagang hanya pada hari Rabu. “Kalau bahasa Sunda-nya itu sudah turun-temurun,” kata Irfan.
Ancaman pembongkaran membawa para pedagang pada ketidakpastian. Mereka berharap ada dialog terbuka dengan pemerintah dan pengembang, serta solusi relokasi yang adil dan manusiawi agar usaha mereka tidak mati.
Baca Juga: Pedagang di Pasar Sehat Banjaran Mengeluhkan Jualannya tidak Laku
Pasar Banjaran dalam Angka, Kebijakan yang tidak Memihak Rakyat akan Meningkatkan Angka Kemiskinan di Kabupaten Bandung
Pasar Banjaran Melawan
Angka Kemiskinan Banjaran
Kecamatan Banjaran masuk wilayah Kabupaten Bandung. Menurut dokumen BPS Kabupaten Bandung dalam Angka 2021, luas Kabupaten Bandung 1.762,4 kilometer per segi, terdiri dari 31 kecamatan, salah satunya Banjaran dengan luas 18 kilometer per segi (2,44 persen dari total luas Kabupaten Bandung). Jarak Kecamatan Banjaran ke ibu kota Kabupaten Bandung di Soreang di bawah 10 kilometer.
Selain mengandalkan pertanian, penduduk wilayah yang dikelilingi pegunungan selatan dengan ketinggian antara 500 meter sampai 1.800 meter dpl itu bermata pencaharian berdagang. BPS Kota Bandung mencatat, perdagangan di Kabupaten Bandung terbagi ke dalam tiga jenis sarana, yaitu pasar, toko, kios, dan warung. Pada tahun 2020, sarana perdagangan di wilayah Kabupaten Bandung terdapat 20 unit pasar. Pasar Banjaran masuk ke dalam kategori pasar ini.
Pada 2021 penduduk Kabupaten Bandung sebanyak 3.666.156 jiwa. Rata- rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Bandung sebesar 2.080 jiwa per kilometernya.
Dilihat dari sisi ketenagakerjaan, lebih dari setengah penduduk Kabupaten Bandung yang bekerja berjenis kelamin laki-laki. Dari segi pendidikan tertinggi yang ditamatkan, lebih dari seperempat angkatan kerja di Kabupaten Bandung merupakan lulusan SMA/sederajat.
Kecamatan Banjaran sendiri dihuni 133.989 jiwa. Dengan kata lain, 3,65 persen penduduk di Kabupaten Bandung ada di Banjaran. Mereka tersebar di 11 desa.
Salah satu masalah yang dihadapi Kabupaten Bandung adalah kemiskinan. Dalam delapan tahun terakhir, angka kemiskinan di kabupaten yang dipimpin Dadang Supriatna cenderung naik (BPS 2014–2021).
Pada 2014, jumlah warga miskin Kabupaten Bandung sebesar 266.800 jiwa dengan garis kemiskinan 264.129 rupiah. Artinya, penghasilan keluarga miskin pada 2014 hanya sebesar 264.129 rupiah per bulan.
Di tahun yang sama, angka kemiskinan terus naik hingga 2021 sebanyak 269.200 warga miskin (7,15 persen) dengan garis kemiskinan 378.819 rupiah. Angka kemiskinan dikhawatirkan terus naik jika Pemkab Bandung membuat kebijakan yang tidak berpihak kepada warganya, seperti yang menimpa para pedagang Pasar Banjaran ataupun Pasar Seng.
*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Yopi Muharam, atau artikel-artiikel lain tentang Pasar Banjaran