Akses Warga Terhadap Fasilitas Ekonomi tak Seceria Warna-warni Lembur Katumbiri
Lembur Katumbiri penuh mural dengan warna mencolok, kontras dengan warna keruh aliran Sungai Cikapundung. Kampung ini menghadapi masalah ekonomi yang kompleks.
Penulis Ryan D.Afriliyana 23 Mei 2025
BandungBergerak.id – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung baru-baru ini meresmikan Lembur Katumbiri Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Bandung, sebagai destinasi wisata lokal. Seperti namanya, kampung ini dicat warna-warni seperti pelangi (katumbiri). Setelah peresmian yang dilakukan Wali Kota M Farhan, dengan jumlah pengunjungnya sampai berjejal di gang-gang kampung kota itu, apa yang tertinggal?
Di balik warna-warni kampung kota yang dialiri Sungai Cikapundung – sungai terpanjang di Kota Bandung – terdapat problem sosial yang belum terpecahkan sampai saat ini, yaitu akses ekonomi maupun pengangguran. Salah satu warga bagian dari Rukun Tetangga (RT) 11 bernama Halimah (58 tahun) menerangkan, sebagian besar warga Lembur Katumbiri tidak memiliki pekerjaan alias pengangguran. Ia berharap, pemerintah dapat memberikan jalan keluar berupa lapangan pekerjaan.
“Enggak ada. Enggak ada sama sekali. Kalau kerja-kerjaan mah enggak ada. Seharusnya ya kalau kepengin ibu mah carikan lapangan kerja ya,” ungkap Halimah, saat ditemui di saat ditemui di Lembur Katumbiri, Sabtu, 17 Mei 2025.
Halimah menambahkan, sejumlah warga mengeluhkan tidak bisa berjualan di bantaran sungai seperti yang dilakukan RT tetangga yang menjadi pintu masuk ke Lembur Katumbiri. Wilayah RT-nya kurang strategis bagi pengunjung.
Ia berharap, ada jembatan yang menjadi akses menuju RT 11 supaya pengunjung tidak hanya menumpuk di pintu awal masuk. “Pengunjung juga cuma berhenti di sana aja, enggak ke sini. Jadi udah mentok di situ. Jadi enggak ke sini gitu. Jarang ada yang ke sini,” ungkapnya.
Orang muda Lembur Katumbiri juga mengeluhkan masalah pengangguran dan tidak meratanya akses ekonomi. Dinar Rizki Anugrah (20 tahun), salah satunya, yang menilai bahwa seharusnya pemerintah lebih memperhatikan kebutuhan warga.
“Kalau masalah ekonomi ya, aku tuh merasa kasihan tuh ke warga yang di bawah bantaran sungai RT 11, soalnya kan aksesnya di sebelah RT 10 doang. Terus mereka enggak ada pekerjaan, banyaknya pengangguran,” ucap Dinar.

Dinar berharap semua pihak dapat berperilaku adil, supaya semua warga memiliki peluang untuk tumbuh bersama. “Jadi kita tuh harus adil antara RT 3, RT 10, sama RT 11 tuh kita jadi saling sama gitu. Saling bantu ya. Jadi kita tuh jangan melawan ego sendirilah,” ungkap Dinar.
Selain pengangguran, permodalan usaha menjadi persoalan lain yang dihadapi warga kampung yang sebelumnya bernama Kampung Pelangi atau Kampung 200. Warga dari RT 10, Ateu Yulianti (59 tahun), punya keinginan besar memanfaatkan ramainya pengunjung kampungnya dengan berjualan. Namun ia tidak memiliki modal untuk mengawali usaha. Untungnya, ia dibantu oleh tetangga yang merupakan seorang guru mengaji di daerahnya. “Bantuan untuk finansial masalah ekonomi itu enggak, Ya kalau ke Ibu mah enggak sih,” terang Ateu.
Ateu berharap, pemerintah dapat memberikan modal awal untuk usaha, karena sangat disayangkan apabila kampungnya ramai tapi perputaran ekonominya tidak berjalan karena tidak ada modal untuk usaha. Faktanya, pertumbuhan dan perputaran ekonomi warga Lembur Katumbiri tidak merata.
Warga lainnya, Mulyadi (49 tahun), bagian dari RT 3, merasakan keramaian yang terjadi di Lembur Katumbiri. Namun, ia mengatakan bahwa dampak ekonomi di Lembur Katumbiri belum bisa dirasakan oleh semua secara merata.
“Belum terasa semua. Jadi ini hanya yang ada di sekitaran bantarannya aja, belum seluruhnya gitu ya,” ungkap Mulyadi.
Mulyadi berharap, pemerintah dapat mengkaji dan terus konsisten memperhatikan warga untuk ke depannya. “Pemerintah itu kalau memang ini mau dibuat kawasan wisata gitu ya, tolong di itu kalau misalkan masyarakat ada keluhan atau kebutuhan itu kalau ditanggapi,” ucap Mulyadi.

Dago: Kelurahan Terpadat di Kecamatan Coblong, Kota Bandung
Lembur Katumbiri bagian dari kelurahan Dago, Kecamatan Coblong. Kecamatan di utara Bandung ini salah satu wilayah yang berkembang pesat. Penduduk Kecamatan Coblong mencatatkan sekitar 116.875 jiwa pada tahun 2023, dengan kepadatan penduduk mencapai 15.750 jiwa per kilometer per segi. Kecamatan ini memiliki tujuh kelurahan, salah satunya adalah Dago, yang tercatat sebagai kelurahan terpadat di wilayah ini (Dokumen Kecamatan Coblong dalam Angka 2024).
Kelurahan Dago memiliki sekitar 35.516 jiwa penduduk, menjadikannya wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan kelurahan-kelurahan lain di Kecamatan Coblong. Kelurahan padat penduduk lainnya seperti Sekeloa dan Sadang Serang masing-masing memiliki jumlah penduduk sebanyak 27.283 jiwa dan 27.107 jiwa.
Data tersebut menggambarkan bahwa Dago tidak hanya menjadi kawasan pemukiman yang padat, tetapi juga kawasan yang berkembang dengan berbagai aktivitas sosialnya.
Di ranah pendidikan, jumlah penduduk yang tidak atau belum sekolah di Kecamatan Coblong mencapai 18.855 orang, sementara mereka yang belum tamat SD tercatat sebanyak 9.489 orang.
Di sisi lain, tingkat partisipasi pendidikan yang lebih tinggi juga terlihat di wilayah ini, dengan jumlah penduduk yang tamat SD mencapai 10.334 orang, serta 44.904 orang yang sudah menyelesaikan pendidikan tingkat SMA.
Tercatat pula 12.954 orang yang telah menyelesaikan pendidikan D-IV/S-1, dan 1.587 orang yang telah mengenyam pendidikan S2. Meskipun demikian, jumlah penduduk yang terpelajar, terutama di tingkat pendidikan tinggi, masih menunjukkan ketimpangan partisipasi pendidikan yang cukup besar.
Pendidikan yang kurang merata ini dapat berdampak pada kesejahteraan sosial dan ekonomi di tingkat kelurahan. Di Dago, termasuk di Lembur Katumbiri, misalnya, dengan kepadatan yang tinggi dan pendidikan yang beragam, dapat diprediksi bahwa perbedaan tingkat pendidikan akan mempengaruhi mobilitas sosial penduduknya.
Baca Juga: Lembur Katumbiri
Membedah Kebohongan Industri Rokok, Bagaimana Anak-anak Akhirnya Menjadi Terpapar?
Mata Pencaharian di Dago
Pendidikan yang tidak merata di Kecamatan Coblong berimplikasi pada variasi mata pencaharian warganya. Berdasarkan data tahun 2023, sebagian besar penduduk Kecamatan Coblong bekerja di sektor swasta, dengan jumlah mencapai 23.621 orang. Selain itu, terdapat sekitar 8.353 orang yang bekerja sebagai wiraswasta. Dago, sebagai kelurahan terpadat, turut mencerminkan kecenderungan yang sama, dengan mayoritas penduduknya bekerja di sektor swasta atau menjalankan usaha mandiri.
Sektor pendidikan juga memainkan peranan penting dalam pola pekerjaan ini. Di Kecamatan Coblong, jumlah pelajar dan mahasiswa tercatat mencapai 25.852 orang, yang menunjukkan bahwa wilayah ini memiliki potensi besar dalam mencetak tenaga kerja terdidik di masa depan. Di sisi lain, sektor informal atau wiraswasta juga cukup berkembang, yang tercermin dari 8.353 orang yang terlibat dalam usaha mandiri. Hal ini menunjukkan adanya dorongan kewirausahaan yang signifikan meski dihadapkan pada tantangan pendidikan dan lapangan kerja yang terbatas.
Meskipun demikian, sektor publik seperti ASN, TNI, dan POLRI juga memberikan kontribusi pada jumlah tenaga kerja di Kecamatan Coblong. Data mencatatkan bahwa terdapat 2.016 orang yang bekerja sebagai ASN, serta 123 orang yang bekerja di sektor TNI dan POLRI. Sektor BUMN dan BUMD turut memberikan sumbangan dengan 800 orang bekerja di institusi ini.
Pengangguran dan Tantangan Ekonomi di Dago
Kecamatan Coblong, termasuk Dago, menghadapi tantangan ekonomi yang tidak bisa diabaikan. Pada tahun 2023, angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kota Bandung tercatat 8,83 persen, yang berarti ada sekitar 116.400 orang yang menganggur. Angka ini memang berkurang dibandingkan dengan saat pandemi COVID-19 yang mencapai 11,46 persen (BandungBergerak.id).
Dengan tingginya tingkat kepadatan penduduk di Dago dan wilayah sekitarnya, masalah pengangguran ini semakin mempengaruhi kualitas hidup penduduknya, yang tercatat juga sebagai penerima zakat atau warga miskin sebanyak 13.267 orang.
Dago sebagai kelurahan terpadat di Kecamatan Coblong menjadi gambaran nyata dari dinamika sosial, pendidikan, dan ekonomi di Kota Bandung. Tingginya tingkat kepadatan penduduk serta variasi dalam tingkat pendidikan dan profesi penduduk menunjukkan tantangan besar dalam menciptakan kesejahteraan yang merata. Meskipun ada upaya penurunan angka pengangguran di Kota Bandung, masalah ketidakmerataan pendidikan dan kesenjangan ekonomi tetap menjadi kendala utama, seperti yang dialami warga Lembur Katumbiri.
Sungai Cikapundung dilihat dari kawasan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Sabtu, 17 Mei 2025. (Foto: Ryan D.Afriliyana/BandungBergerak)
*Kawan-kawan dapat menyimak karya-karya lain Ryan D.Afriliyana, atau artikel-artikel lain tentang Bandung