• Kolom
  • PAYUNG HITAM #58: Sampai Kapan Penangkapan Sewenang-wenang Berlanjut?

PAYUNG HITAM #58: Sampai Kapan Penangkapan Sewenang-wenang Berlanjut?

Tindakan represif, penangkapan, serta kriminalisasi berulang kali dilakukan aparat keamanan ketika aksi protes berlangsung.

Fayyad

Pegiat Aksi Kamisan Bandung

Aksi unjuk rasa menolak pengesahaan RUU TNI di depan gedung DPRD Jawa Barat di Bandung, 21 Maret 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

29 Mei 2025


BandungBergerak.id – Akhir pekan yang cukup cerah tertanggal 25 Mei 2025, saya kembali bangun dari tidur yang rasa-rasanya beberapa waktu belakangan kian jauh dari tidur yang berkualitas. Hal yang pertama kali terlintas saat membukakan mata dan alam bawah sadar mulai memenuhi isi kepala ialah satu kata getir, "penangkapan".

Ya kegusaran ini bukan tanpa alasan, pasca Hari Buruh Sedunia –yang dikenal juga dengan istilah May Day, Kamis, (1 Mei 2025). Delapan Belas orang kawan-kawan yang tergabung sebagai bagian dari Lembaga Pers Mahasiswa/LPM berikut beberapa elemen mahasiswa aktif ditangkap oleh Kepolisian Resor Kota Besar/Polrestabes Semarang secara sewenang-wenang. Enam orang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, menyusul dua orang mahasiswa Universitas Diponegoro lainnya juga kini berstatus tersangka.

Di titik lain, depan gedung megah DPR-MPR, Jakarta Pusat, tidak jauh dari tempat Prabowo Subianto menyanyikan lagu Internasionale dengan mengepalkan tangan kirinya di kawasan Monas. Kawan-kawan massa aksi May Day Jakarta juga direpresi secara brutal oleh Kepolisian Daerah/Polda Metro Jaya berjumlah 14 orang, 13 orang di antaranya kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan salah satu massa aksi perempuan yang saat hendak ditangkap mengalami pelecehan seksual dengan diteriaki “lonte”, “pukimak”, ditarik bagian pada bagian bra, hingga ada yang menyuruh paksa agar ditelanjangi.

Penangkapan sewenang-wenang serupa juga terjadi dan  menimpa kawan-kawan di Lhokseumawe, Banda Aceh, sebanyak 15 orang mahasiswa dalam rangkaian aksi May Day.

Satu orang kawan paramedis –juga calon tenaga medis di Bandung pun ditangkap, sempat dituduh menggunakan narkotika tanpa ada bukti pendukung yang jelas. Hingga akhirnya di framing sebagai bagian dari kelompok “anarko” dan dijerat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 karena kedapatan membawa pisau lipat dan baton stick. Empat  orang lainnya satu persatu ditangkap beberapa hari setelah May Day karena terindikasi melakukan perusakan terhadap mobil polisi serta dicap melakukan tindakan “anarkis”.

Baca Juga: PAYUNG HITAM #55: Budaya Tandingan dari Bekerja dan Cara Merealisasikannya
PAYUNG HITAM #56: Lawan Pembungkaman Karya Seni oleh Negara
PAYUNG HITAM #57: Anak Bukan Tentara Kecil, Kritik atas Program Barak Militer ala Dedi Mulyadi

Berulang Kali Represi Negara Menghampiri

Ketika saya membaca berita penangkapan sewenang-wenang dan mulai merangkai kalimat untuk tulisan ini, dengan lembut air mata menetes disela-sela pipi. Cuaca pun berangsur mendung, menutupi awan cerah, gelap –pertanda hujan tampaknya akan segera membasahi bumi.

Tindakan represif berulang kali dilakukan aparat keamanan ketika aksi protes berlangsung. Tembakan dari kendaraan “water canon”, penembakan gas air mata secara membabi buta, pemukulan menggunakan “baton stick” ataupun tangan kosong sekalipun, ditendang secara beringas pada bagian tubuh sensitif tertentu, dipiting, menyeret tubuh di jalanan serta serangkaian tindak represif lainnya sudah jelas mencederai nilai-nilai hak asasi manusia. Tak seucap pun permintaan maaf terlontar dari mulut mereka selain mengungkapkan keberhasilan “mengamankan kelompok perusuh”.

Tidak hanya menyasar massa aksi, para jurnalis yang tengah melakukan kerja-kerja peliputan pun juga sering menjadi sasaran represif aparat keamanan berupa pemaksaan untuk tidak merekam tindakan brutal aparat, menghapus hingga tidak jarang terjadi juga penghancuran peralatan kawan-kawan jurnalis seperti pengeroyokan terhadap jurnalis ProgreSIP pada aksi May Day di Jakarta.

Seolah enggan memberikan ruang bagi tim paramedis untuk membantu yang terluka, paramedis pun menjadi target empuk kekerasan aparat keamanan, dituding menyelundupkan barang-barang berbahaya hingga sabotase kendaraan medis adalah kebiadaban yang nyata hari ini.

Demikian pula ketika proses pemeriksaan berlanjut, tekanan dan intimidasi dari pihak keamanan agar mengakui perbuatan yang sebenarnya tidak dilakukan oleh massa aksi yang ditangkap, dipersulitnya akses penanganan bantuan hukum dan medis, ataupun hanya sekedar memberikan pakaian ganti dan makanan selama masa penahanan itu benar-benar terjadi di lapangan. Anda tidak akan melihat itu semua pada postingan versi aparat keamanan.

Salah satu hal yang harus menjadi perhatian bersama ialah bagaimana upaya-upaya doxing-pencarian hingga penyebaran data/informasi pribadi tanpa izin dilakukan sebagai tindakan menyebarkan ketakutan seperti yang menimpa kawan-kawan di Semarang. Atau ketika satu orang kawan di Bandung dituduh menggunakan narkotika golongan tertentu yang dianggap berbahaya tanpa adanya bukti yang cukup.

Tindakan pengerahan aparat tak berseragam yang tidak jarang juga penggunaan ormas-ormas sebagai alat “cuci tangan” sehingga menimbulkan konflik horizontal yang dengan mudah aparat keamanan menjadi pahlawan ketertiban demi ilusi menjaga kondusifitas dan ketertiban umum di masyarakat.

Tidak Hanya May Day

Pada rentang waktu tidak jauh setelah May Day, salah satu kawan dari Institut Teknologi Bandung juga ditangkap oleh Badan Reserse Kriminal/Bareskrim Polri buntut dari pelaporan yang diperkuat menggunakan instrumen hukum Undang-Undang ITE karena memposting foto “meme” satir hasil AI yang menunjukkan kelekatan Prabowo-Jokowi di akun X miliknya Maret lalu. Kita tahu bahwa UU ITE memuat pasal-pasal karet yang dapat digunakan oleh mereka yang memiliki kekuasaan untuk membungkam suara kritis rakyat terutama di ranah digital.

Penangkapan sewenang-wenang,  (16-17 Mei 2025) juga terjadi terhadap masyarakat adat Maba Sangaji, Halmahera Timur, Maluku Utara. Sekitar 28 orang ditangkap, 11 orang kawan di antaranya kini berstatus tersangka dan ditahan di Rutan Ternate. Padahal masyarakat adat Maba Sangaji adalah mereka yang sedang berjuang mempertahankan ruang hidup dan penghidupan mereka atas kerusakan alam-ekologi  yang dilakukan PT Position di tanah Halmahera. Hutan adat seluas 730 hektare diserobot paksa oleh perusahaan ekstraktif nikel yang begitu eksploitatif dan rakus.

Merawat Genggaman Kawan

Pada saat yang bersamaan, euforia perayaan kemenangan Persib makin riuh, seriuh isi kepala saya saat memikirkan kawan-kawan yang ditangkap dan dikriminalisasi. Akankah penangkapan sewenang-wenang ini terus berlanjut?

Teruntuk kawan-kawan yang ditangkap sewenang-wenang atas aksi protes yang digaungkan di jalanan, teruntuk kawan-kawan yang berjuang melawan rakusnya perusahaan perampas ruang hidup, teruntuk kawan-kawan yang jengah dan melancarkan kritik pada medium digital, teruntuk kawan-kawan yang membangun jaringan dan menjaga keamanan lingkarannya, teruntuk kawan-kawan yang melakukan pendampingan dan advokasi, teruntuk seluruh korban ketidakadilan dalam sistem yang mengepung dan membuat kita sesak tak berkesudahan. Terima kasih banyak masih sanggup untuk bertahan sedikit lebih lama, kalian tidak sendiri!

Kelelahan itu satu kepastian, maka beristirahatlah sebelum kembali mengambil nafas panjang dalam perlawanan harian, mengambil peran, merawat satu sama lain, menumbuhkan dan menyebarkan keberanian, hingga ajal tiba pada tempatnya.

 

*Tulisan kolom PAYUNG HITAM merupakan bagian dari kolaborasi antara BandungBergerak dan Aksi Kamisan Bandung

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//