• Narasi
  • Sangiran, Salah Satu Situs Tujuan Pariwisata Kebumian

Sangiran, Salah Satu Situs Tujuan Pariwisata Kebumian

Desa Sangiran di Kecamatan Kali Jambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, menjadi terkenal di seluruh dunia karena banyak ditemukan fosil manusia purba.

Johan Arif

Peneliti Geoarkeologi & Lingkungan di ITB, Anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung.

S.17, salah satu fosil tengkorak hominid yang ditemukan di Sangiran. (Foto: Dokumentasi Johan Arif)

30 Mei 2025


BandungBergerak.id – Proses terbentuknya bumi menarik untuk diteliti dan dipelajari dan salah satu manfaatnya bisa dijadikan kegiatan wisata pendidikan karena keajaiban pemandangan dan misterinya. Salah satu jenis wisata pendidikan yang bertemakan ilmu pengetahuan adalah geowisata atau wisata kebumian (geotourism) yang dikategorikan sebagai wisata pendidikan geologi. Tujuannya adalah agar manusia memahami bagaimana bumi terbentuk dan berevolusi sebagai wujud untuk mengerti tanda-tanda keesaan Sang Pencipta bumi ini (lihat Al Baqarah 2:164). Di Pulau Jawa, salah satu destinasi geowisata adalah Sangiran.

Penggalian arkeologi di Sangiran pada tahun 1995 bersama tim dari Departemen Antropologi National Science Museum, Tokyo, Museum Geologi Bandung, ITB & UGM. (Foto: Dokumentasi Johan Arif)
Penggalian arkeologi di Sangiran pada tahun 1995 bersama tim dari Departemen Antropologi National Science Museum, Tokyo, Museum Geologi Bandung, ITB & UGM. (Foto: Dokumentasi Johan Arif)

Desa Sangiran terletak di Kecamatan Kali Jambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Nama desa ini menjadi terkenal di seluruh dunia karena di sini banyak ditemukan fosil manusia purba. Oleh karena itu UNESCO pada tanggal 6 Desember 1996 menetapkan Sangiran sebagai Warisan Dunia (UNESCO's World Heritage Sites).

Kiri: Peta geologi Sangiran yang di buat oleh tim Indonesia-Jepang, serta beberapa lokasi temuan fosil hominid. Kanan: Dari aspek pariwisata kebumian di Sangiran ini kita bisa mempelajari fenomena lingkungan mulai dari lingkungan rawa, danau (lacustrine) hingga sungai (fluvial). (Foto: Dokumentasi Johan Arif)
Kiri: Peta geologi Sangiran yang di buat oleh tim Indonesia-Jepang, serta beberapa lokasi temuan fosil hominid. Kanan: Dari aspek pariwisata kebumian di Sangiran ini kita bisa mempelajari fenomena lingkungan mulai dari lingkungan rawa, danau (lacustrine) hingga sungai (fluvial). (Foto: Dokumentasi Johan Arif)

Sebelum Sangiran di jadikan situs Warisan Dunia telah banyak ilmuwan yang melakukan penelitian tentang Sangiran. Pertama, van Es pada tahun 1931 menerbitkan peta geologi Sangiran. Kemudian, pada tahun 1976 hingga 1979, tim Indonesia-Jepang melakukan penelitian yang luas tentang Sangiran tidak hanya dalam aspek geologi tetapi juga aspek paleontologi dan penanggalan. Peneliti lainnya yang juga banyak kontribusinya di Sangiaran adalah Von Koeniswald.

Toto Marsono (paling kiri) & Prof. Dr. Von Koenigwald berserta istrinya. Toto Marsono mantan Kepdes Krikilan (alm.) dikenal sebagai asisten dari Prof Dr.Koenigswald. Pada awalnya, hasil penelitian dari Von Koenigwald dikumpulkan di rumah Toto Marsono hingga 1975. Tahun 1980 mulai di bangun museum yang pada waktu itu berupa bangunan joglo di samping Balai Desa Krikilan. (Foto: Dokumentasi Johan Arif)
Toto Marsono (paling kiri) & Prof. Dr. Von Koenigwald berserta istrinya. Toto Marsono mantan Kepdes Krikilan (alm.) dikenal sebagai asisten dari Prof Dr.Koenigswald. Pada awalnya, hasil penelitian dari Von Koenigwald dikumpulkan di rumah Toto Marsono hingga 1975. Tahun 1980 mulai di bangun museum yang pada waktu itu berupa bangunan joglo di samping Balai Desa Krikilan. (Foto: Dokumentasi Johan Arif)

Dr. Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald adalah paleontolog dan geolog berkebangsaan Jerman-Belanda yang banyak memberikan banyak kontribusi terhadap paleontologi selama kariernya. Dia lahir di Berlin pada tanggal 13 November 1902 dan wafat di Bad Homburg, Jerman pada tanggal 10 Juli 1982.

Di Indonesia, Von Koenigswald mempunyai tiga orang murid yang kelak menjadi pelopor dunia paleoantropologi yaitu Sartono dari ITB, Teuku Jacob dari UGM dan Raden Panji Soejono dari UI & Pusat Penelitian Arkeologi di Jakarta. (Foto: Dokumentasi Johan Arif)
Di Indonesia, Von Koenigswald mempunyai tiga orang murid yang kelak menjadi pelopor dunia paleoantropologi yaitu Sartono dari ITB, Teuku Jacob dari UGM dan Raden Panji Soejono dari UI & Pusat Penelitian Arkeologi di Jakarta. (Foto: Dokumentasi Johan Arif)

Baca Juga: Pertumbuhan Jumlah Populasi Manusia adalah Masalah Lingkungan
Mengenal Geowisata, Pariwisata Kebumian
Adakah Manusia yang Hidup Sebelum Nabi Adam AS?

Geologi Sangiran

Endapan batuan sedimen di daerah Sangiran membentuk struktur seperti kubah. Oleh karena itu, daerah ini biasa disebut sebagai kubah Sangiran. Terdapat empat formasi yang teridentifikasi di daerah ini yaitu Formasi Puren (Kalibeng Atas), Sangiran (Pucangan), Bapang (Kabuh) dan Poh Jajar (Notopuro). Sartono (1975) menetapkan umur dari masing-masing formasi tersebut yaitu Formasi Puren (Kalibeng Atas) berumur Pliosen Atas, Formasi Sangiran (Pucangan) berumur Plestosen Bawah, Formasi Bapang (Kabuh) dan Poh Jajar (Notopuro) berumur Plestosen Tengah.

Kiri Atas: Lapisan grenzbank yang terletak di bagian bawah Formasi Bapang (Kabuh). Kanan Atas: Lapisan lower lahar yang terletak di bagian bawah Formasi Sangiran (Pucangan). Kiri Bawah: Lapisan silang-siur sedimen sungai (fluvial) Formasi Bapang (Kabuh), dengan mempelajari lapisan tsb kita bisa mengetahui arah aliran sungai purba. Kanan Bawah: Lapisan Middle Tuff Formasi Bapang (Kabuh) yang menandakan pernah terjadinya aktivitas vulkanik di Sangiran pada masa yang lalu. (Foto: Dokumentasi Johan
Kiri Atas: Lapisan grenzbank yang terletak di bagian bawah Formasi Bapang (Kabuh). Kanan Atas: Lapisan lower lahar yang terletak di bagian bawah Formasi Sangiran (Pucangan). Kiri Bawah: Lapisan silang-siur sedimen sungai (fluvial) Formasi Bapang (Kabuh), dengan mempelajari lapisan tsb kita bisa mengetahui arah aliran sungai purba. Kanan Bawah: Lapisan Middle Tuff Formasi Bapang (Kabuh) yang menandakan pernah terjadinya aktivitas vulkanik di Sangiran pada masa yang lalu. (Foto: Dokumentasi Johan

Grenzbank (lapisan pembatas) diperkenalkan oleh von Koenigswald tahun 1940 untuk lapisan batugamping yang tebalnya mencapai satu meter, menandai batas antara Formasi Sangiran (Pucangan) dan Formasi Bapang (Kabuh). Meskipun lingkungan sedimentasi lapisan grenzbank tidak jelas, tetapi diduga lapisan ini diendapkan di lingkungan yang energinya  yang relatif tinggi seperti pantai atau sungai,

Toto Marsono (nomor 2 dari kiri) & Prof.Dr.Sartono (paling kanan) dari ITB. Di belakang mereka bis ITB yang membawa rombongan mahasiswa geologi dari Bandung. (Foto: Dokumentasi Johan Arif)
Toto Marsono (nomor 2 dari kiri) & Prof.Dr.Sartono (paling kanan) dari ITB. Di belakang mereka bis ITB yang membawa rombongan mahasiswa geologi dari Bandung. (Foto: Dokumentasi Johan Arif)

Vertebrate dan fosil hominid

Formasi Sangiran (Pucangan) dan Bapang (Kabuh) banyak mengandung fosil vertebrata. Menurut Vos dkk (1994) fosil vertebrata tersebut merupakan anggota fauna Satir, Cisaat, Trinil HK dan Kedung Brubus yang berumur Plestosen Bawah. Fosil hominid terutama berasal dari bagian paling atas Formasi Sangiran (Pucangan) dan bagian bawah dan tengah Formasi Bapang (Kabuh) yang diperkirakan berumur antara 1,16 sampai 0,7 juta tahun lalu.

 

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel Johan Arif, atau tulisan-tulisan lain tentang Situs Geologi

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//