Setelah Bandang Menghantam Lembang
Jangankan melindungi kawasan Cekungan Bandung, Lembang dan KBU kian kepayahan melindungi dirinya sendiri. Bencana semakin sering datang.
Penulis Prima Mulia31 Mei 2025
BandungBergerak - “Bah, Abah, geura pulang, Bah! Sok biar cepet ketemu, semua sudah ikhlas!” Begitu teriakan beberapa warga Kampung Pojok, Desa Cikahuripan, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, ketika menyusuri area luncuran banjir lumpur di hari keempat pencarian Abah Endang, seorang petani yang hilang terseret longsor, Senin, 26 Mei 2025.
Di hari nahas itu, Jumat, 23 Mei 2025, Abah Endang sedang berteduh sekaligus beristirahat di saung usai berkebun. Hujan deras memicu banjir bandang dan kemudian tanah longsor. Longsoran tebing meluncur deras ke arah lembah sejauh lebih dari dua (2) kilometer, menutupi area sawah, kebun sayuran semusim, kolam-kolam ikan, dan rumah-rumah kaca tanaman bunga potong dan pembibitan, dan kandang ternak. Beberapa rumah warga ikut terdampak.
Jasad Endang berhasil ditemukan pada hari ke-5 pencarian oleh tim gabungan. Lokasinya sekitar 600 meter dari saung tempatnya berteduh. Dahsyatnya longsoran tebing yang berada di atas saung mendiang Endang dan derasnya air banjir membuat topografi kawasan pertanian tersebut berubah.

Pascalongsor, batuan besar berwarna coklat kemerahan di dasar lapisan tanah tersingkap, membentuk curug atau air terjun yang mengalir ke lembah membentuk gawir curam. Menurut warga kampung, sebelum kejadian longsor dan banjir, area yang kini jadi gawir dengan aliran air yang seperti membentuk aliran kali kecil itu dulunya kebun. Kontur tanahnya miring, tidak terlalu curam.
“Jadi ini teh dulunya kebun. Kita bisa jalan lewat sini pindah ke kebun yang di seberang. Saung Si Abah di sini nih, setelah longsor malah jadi gawir,” kata Ujang, salah satu warga yang ikut dalam proses evakuasi.
Di titik longsor Kampung Pojok Girang, perubahan lanskapnya luar biasa. Tanah bagian tengah seperti amblas dan luncuran lumpurnya menjalar jauh sampai ke Kampung Pojok di hilir. Batu berwarna coklat kemerahan seperti membentuk lantai tersingkap di aliran air yang menggerus di dasar gawir. Jalan air mengalir berkelok dari arah utara, di balik rimbun bukit di kejauhan. Konon kata warga di atas bukit itu ada area atau jalur off-road kendaraan roda dua dan roda empat.

Baca Juga: Berhentilah Membangun Wisata Alam Buatan di Priangan!
Di Balik Berwisata Alam Buatan di Priangan
Muril Rahayu, 10 Tahun setelah Gempa Bumi Sesar Lembang
Semakin Banyak Bencana
Lembang termasuk Kawasan Bandung Utara (KBU) yang ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara. Dengan luas sekitar 38.543,33 hektare, KBU membentang di wilayah Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota Cimahi dengan batas bawah ketinggian 750 meter di atas permukaan air laut. Diandalkan sebagai wadah konservasi dan resapan air, kawasan ini memiliki fungsi dan peran penting dalam menjamin keseimbangan dan keberlanjutan kehidupan dan daya dukung lingkungan hidup di Cekungan Bandung, rumah bagi lebih dari 5 juta orang.
Perda membagi KBU ke dalam dua zonasi, yaitu zona lindung dan zona budidaya. Zona lindung meliputi kawasan lindung berupa hutan konservasi, hutan lindung, dan koridor 250 meter di sisi kiri dan kanan Sesar Lembang. Lalu ada zona lindung tambahan.
Sementara itu, zona budidaya terbagi dalam beberapa wilayah, yaitu zona pemanfaatan perdesaan dengan tingkat kepadatan wilayah rendah sampai sedang, zona pemanfaatan perkotaan, zona pemanfaatan terbatas perdesaan, zona pemanfaatan terbatas perkotaan, dan zona pemanfaatan sangat terbatas perkotaan.

Masalah muncul ketika pengelolaan zona lindung kalah oleh desakan zona pemanfaatan. Memikul fungsi konservasi dan resapan air, KBU memiliki juga daya pikat berkat keindahan alam dan kesejukan udaranya. Bisnis wisata berkembang pesat di kawasan ini, terutama Lembang, sejak dasawarsa 2000-an. Pengoperasian jalan tol Jakarta-Bandung pada 2005 mempercepat akselerasinya. Tempat-tempat wisata baru, dengan segala turunannya seperti hotel, hunian, dan restoran, menjamur. Alih fungsi lahan kian tak terbendung.
Jangankan melindungi kawasan Cekungan Bandung, Lembang dan KBU kian kepayahan melindungi dirinya sendiri. Bencana semakin sering datang. Dan lagi-lagi, warga lokal yang pertama-tama harus menanggung imbasnya.
“Dulu sekali, kata orang tua kami, kawasan ini hanya dihuni beberapa kepala keluarga saja. Semua sawah dan kebun tergarap dengan baik, tidak pernah ada kejadian longsor. Sekarang saat penduduk makin banyak, malah banyak kejadian bencana,” kata Dedi Supriadi, salah seorang warga Cikahuripan yang selamat dari bencana.
Di hari nahas itu, bandang menyapu sawah, balong ikan, dan kebun sayur milik Deni. Semua tumpas. Tiga ekor induk domba juga ikut terseret. Tersisa dua ekor domba yang berhasil dia selamatkan, dan rumah yang masih berdiri meski lumpur sudah menggenangi lantainya.
Tanah longsor dan bandang yang merenggut nyawa manusia di Lembang memberi pesan gamblang tentang apa yang saat ini terjadi di dataran tinggi Kawasan Bandung Utara (KBU). Alih fungsi lahan dan eksploitasi kawasan meremukkan kelestarian dan daya dukung lingkungan. Bencana berikutnya, jika KBU terus dibarkan begitu, tinggal menunggu waktu.
...
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB