• Berita
  • Membaca Sambil Ngobrol ala Perpustakaan Jalanan Bandung

Membaca Sambil Ngobrol ala Perpustakaan Jalanan Bandung

Perpustakaan Jalanan Bandung mendobrak budaya dominan bahwa membaca harus eksklusif. Bagi mereka, membaca adalah melaksanakan kata-kata.

Kegiatan Perpustakaan Jalanan Bandung di Taman Dago Cikapayang. (Sumber Foto: Instagram Perpustakaan Jalanan Bandung, foto diakses Jumat, 4 Juli 2025 )

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah4 Juli 2025


BandungBergerak.id - “Menyihir suatu sudut jalanan, menjadi pojok jelmakan perpustakaan, nyala obor api pemikiran, berusaha mengecup bibir kebenaran,” demikian bunyi penggalan lirik Perpustakaan Jalanan yang disenandungkan musikus balada Senartogok (rilis 2013). Sejak 2010, sekelompok orang muda di Perpustakaan Jalanan Bandung menggelar lapak pusparagam bacaan mulai dari buku, zine, dan pamplet di atas tikar lusuh. Semua buku boleh diakses secara gratis.

Di tengah riuh lalu lintas kota, debu, dan angin malam mereka biasa melapak di sekitaran Taman Cikapayang, Dago. Kegiatan literasi ala orang-orang muda Bandung ini bukan proyek “mencerdaskan bangsa”, sebagaimana tertuang dalam manifesto “Merawat Ruang Bersama, Menegaskan Perlawanan”. Mereka hadir untuk merebut ruang publik dan menciptakan kesempatan belajar bagi semua kalangan: anak jalanan, mahasiswa, pelajar, atau siapa pun yang ingin membaca dan berbagi ralitas yang dihadapi.

“Perpustakaan Jalanan terbentuk sebagai ruang otonom yang menekankan pentingnya pendudukan ruang publik sebagai milik bersama, bukan alat kekuasaan segelintir elite atau korporasi,” demikian tertulis di zine edisi ke #15 tentang Perpusja Bandung, diakses Senin, 30 Juni 2025. Dan spirit Perpustakaan Jalanan Bandung menjalar ke pelbagai penjuru kota di Indonesia.

Lima belas tahun bukan usia yang sebentar bagi pelapak buku gratisan. Selain melakukan kegiatan rutin membuka lapak perpustakaan, mereka terkadang mewarnainya dengan galeri jalanan, pemutaran film, hingga pameran karya seni minggu.

Perpusjal Bandung juga sering berpartisipasi dalam aksi-aksi solidaritas serta mulai membangun jejaring dengan perpustakaan jalanan lain di berbagai kota. Namun di 2016 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi Perpusjal Bandung. Saat merayakan perayaan hari ulang tahun berdirinya ruang belajar otonom, mereka mengalami tindakan pembubaran paksa yang dilakukan tentara.

Jim, dari Perpustakaan Jalan menceritakan, kejadian tersebut bersamaan dengan diadakannya jam malam yang disebabkan kasus penusukan. Meski mereka sempat keberatan dengan pembubaran itu, tetapi mereka memilih mundur untuk menghindari kekerasan lebih lanjut.

“Ketika kami sedang nongkrong di Jalan Dago, tiba-tiba tentara datang dengan perlengkapan lengkap. Mereka menyuruh bubar. Salah satu teman bertanya, ‘kenapa dibubarkan?’ tapi malah dipukul. Lalu tentara lain mengerubungi dan menganiaya teman kami,” kata Jim, dalam acara diskusi bertajuk Kami Tumbuh Bersemi di Jalanan, di Toko Buku Pelagia, Kebon Jati, Kota Bandung, Sabtu, 28 Juni 2025.

Peristiwa represif yang terjadi pada 2016 itu tak menyurutkan semangat Perpustakaan Jalan Bandung untuk terus melapak. Sejak awal Perpustakaan Jalan Bandung hadir sebagai ruang kebebasan sipil untuk belajar, bercerita, dan berinteraksi sosial. Mereka yang hadir tidak diukur dari status, umur, atau apa pun.

Aktivitas mereka tidak melulu membicarakan buku, tak jarang obrolan antara pelapak dan pengunjung mengalir ngaler-ngidul membicarakan berbagai persoalan kehidupan, ada pengunjung yang curhat soal sekolahnya, atau soal apa pun. Obrolan kecil kadang menciptakan kesadaran yang kritis.

“Mau aktivis, anak SMA, punk, atau yang sekadar nongkrong. Kami enggak peduli dilabeli apa. Bahkan yang cuma datang buat curhat soal sekolah pun kami ajak ngobrol. Dari obrolan kecil itu kadang muncul kesadaran politik,” jelas Jim.

Perpustakaan Jalanan Bandung rutin membuat zine sebagai medium belajar kesenian dan mencurahkan keresahan maupun opini pribadi. Sempat ada anak SMP yang datang ke lapakan Perpusjal Bandung untuk diajari membuat zine. Dia kebingunan cara membuat konten zine dan bagaimana mencetaknya.

“Kita bilang zine itu sesuatu yang paling jujurlah ya. Kita bisa menulis apa pun di situ gitu. Makanya bilang, ya tulis mah tulis aja. Kalau masalah ya layout, nanti kita bantu dan kita ajarkan gitu,” cerita Jim. Bagi Perpustakaan Jalanan Bandung, zine menjadi media pengetahuan yang didistribusikan gratis dan merata.

Kadang Perpustakaan Jalanan Bandung terlihat eksklusif. Orang segan datang ke sana, padahal perpustakaan jalanan memiliki kultur yang santai atawa egaliter, bisa mengobolkan apa pun ala-ala warung kopi, mulai dari politik hingga persoalan patah hati.

“Bahasannya politik banget gitu ya. Padahal enggak gitu ya. Bahkan kita ngobrolin tentang cinta juga sering gitu ya. Ngobrolin tentang kandas, galau. Sering gitu sambil ngedengerin suara motor RX-King gitu. Oh, ternyata ini euy dia udah punya pacar. Tiba-tiba motor RX-King lewat, motor Harley lewat gitu. Kita bahasanya enggak berat gitu,” terang Jim.

Ia berharap makin banyak orang datang ke perpustakaan jalanan. Dari sana akan tumbuh kesadaran berjejaring dan bersolidaritas pada kelompok rentan yang selama ini mendapatkan perlakuan tidak adil. “Bukan hanya untuk kami, tapi untuk siapa pun yang termarjinalkan,” sebut Jim.

Baca Juga: PROFIL PERPUSTAKAAN JALANAN JATINANGOR: Ketika Buku dan Kopi Bertemu
Lahirnya Perpustakaan-perpustakaan Independen di Bandung, Gerakan Literasi tak Pernah Mati

Diskusi bertajuk Kami Tumbuh Bersemi di Jalanan, di Toko Buku Pelagia, Kebon Jati, Kota Bandung, Sabtu, 28 Juni 2025. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)
Diskusi bertajuk Kami Tumbuh Bersemi di Jalanan, di Toko Buku Pelagia, Kebon Jati, Kota Bandung, Sabtu, 28 Juni 2025. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)

Mendobrak Budaya Dominan, Membaca Sebagai Perlawanan Kolektif

Perpustakaan Jalanan Bandung menjadi jembatan antara tradisi membaca buku yang terkesan intelek dan tindakan politik. Esais dan pemimpin redaksi Narasi Zen RS menturkan, selama ini orang-orang percaya bahwa membaca butuh fokus dan suasana tenang. Tetapi pemikiran ini hanya citra yang diwariskan budaya dominan yang ingin memisahkan buku dari kehidupan sehari-hari. Budaya dominan ini menjadikan kegiatan membaca sebagai kegiatan yang terisolasi.

Penulis buku Simulakra Sepak Bola ini menyebut, Perpustakaan Jalanan Bandung menjadikan kegiatan membaca sebagai tindakan kolektif, bukan lagi kegiatan soliter seperti dalam budaya lama. Perpustakaan jalanan menempatkan buku sebagai benda yang tidak terpisah dari realitas dan kehidupan sosial.

“Selama buku dipahami sebagai benda-benda yang harus dipisahkan dari benda-benda yang lain, entah itu ikan asin, entah itu beras, entah itu benda-benda yang ada di bengkel, tambal ban pinggir jalan, maka selama itu juga maka buku akan terpisah dari realitas. Siapa yang paling diuntungkan dari situ? Yang paling diuntungkan adalah kelas dominan,” jelas Zen RS.

Orang-orang yang lahir di budaya dominan sudah terbiasa mengakses buku, fasilitas yang bagi sebagian orang tak terjangkau. Perpustakaan Jalanan Bandung, menurut Zen RS, membuka tradisi pembacaan yang inklusif, mengkritik gerakan literasi yang eksklusif, menjelaskan tentang arti buku, kalimat, dan semua tradisi cetakan lainnya seperti zine.

Perpustakaan jalanan mencoba mengajak orang menjalani hidup paradoks dalam konteks literasi. Mereka membuka lapak buku bacaan sambil bertukar cerita. Tradisi ini menabrak logika lama bahwa membaca sebagai kegiatan personal di menara-menara gading.

Perpustakaan Jalanan Bandung mengajak pembaca berbagi ruang dan waktu bersama sambil memahami realitas yang mereka hadapi. Zen RS menyebut kebersamaan ini sebagai ruang untuk saling memahami.

Mereka yang datang ke perpustakaan jalanan telah menanggalkan kegagahan lama tentang berliterasi yang elitis. Perpustakaan Jalanan Bandung berbeda dari gerakan literasi lain yang hanya berfokus pada pertemuan dan kebersamaan. Mereka tidak mengemban misi mencerdaskan bangsa, menolak segala bentuk gerakan literasi yang dibirokrasikan dan dijargonkan.

Jika sedikit memelintir sajak WS Rendra, apa yang dilakukan Perpustakaan Jalanan Bandung adalah melaksanakan kata-kata.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//