• Kolom
  • CATATAN SI BOB #21: Darren Oh Darren

CATATAN SI BOB #21: Darren Oh Darren

Kita hidup di era transparansi total. Semua bisa diukur, dicatat, dibandingkan. Berapa subscriber YouTube, follower Instagram, berapa kali lagu diputar minggu ini.

Bob Anwar

Musisi dan penulis asal Kota Bandung. Dapat di hubungi di Instagram @bobanwar_ atau [email protected]

Ilustrasi. Dunia digital dan pengaruh media sosial tak terpisahkan di era perkembangan teknologi saat ini. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

22 Juli 2025


BandungBergerak.id – Darren tidak pernah mengeluh soal angka. Padahal angka-angka itu bengis: 47 pendengar bulanan di Spotify, 11 yang hadir di pertunjukan terakhirnya, nol undangan festival besar tahun ini. Tapi ia bicara tentang chord baru yang ditemukannya kemarin, tentang cara hujan memantul di jendela kontrakan yang bulan ini hampir tak bisa dibayarnya.

"Kamu masih optimis juga ya, Ren?"

Pertanyaan itu muncul lagi kemarin malam. Dari teman yang sama, yang bertanya hal serupa tahun lalu, dan tahun sebelumnya. Seakan optimisme adalah perasaan yang harus dihilangkan, atau kebodohan yang perlu dikoreksi. Darren hanya tersenyum. Ia tak tahu harus menjawab apa.

Zaman ini memang punya cara aneh mengukur nilai. Sebuah lagu dianggap bagus jika diputar jutaan kali, seorang musisi dibilang sukses jika panggungnya penuh, seniman dinilai hebat jika namanya disebut-sebut di mana-mana. Darren hidup di luar parameter itu. Seperti orang yang menggunakan kompas saat yang lain sudah beralih ke GPS: tidak salah, hanya saja jalan yang ditunjukkan berbeda.

Ada sesuatu yang menawan dari kekalahan yang tak diakui sebagai kekalahan. Darren bermain untuk 15 orang di kafe pojok, tapi matanya bersinar seolah sedang berada di Stadion Senayan. Ia merekam album dengan anggaran seadanya, tapi memperlakukannya seperti karya yang akan abadi. Mungkin ini yang disebut delusi. Atau mungkin ini yang disebut iman.

Kita hidup di era transparansi total. Semua bisa diukur, dicatat, dibandingkan. Berapa subscriber YouTube, berapa follower Instagram, berapa kali lagu diputar minggu ini. Angka-angka itu jadi nisan bagi mereka yang tak cukup besar. Tapi Darren, entah kenapa, kebal terhadap kematian statistik itu.

Baca Juga: CATATAN SI BOB #18: Berkah Pangeran Biru untuk Usep
CATATAN SI BOB #19: Asep Bukan Tokoh Fiksi, Ia adalah Pedagang Batagor yang Novelnya Masuk Nominasi 10 Besar Kusala Sastra Khatulistiwa 2025
CATATAN SI BOB #20: Eli, Siswi SMA yang Ragu Membuat Lagu Sendiri

Panggung Darren

Kemarin ia menunjukkan video seorang gadis yang menyanyikan lagunya di kamar tidur. Videonya ditonton 12 orang. "Lihat, Ren," katanya, "dia sampai hafal liriknya." Suaranya bergetar sedikit. Bukan karena sedih, tapi karena terharu. Ia menemukan makna di tempat yang tak pernah kita pikirkan untuk mencari. Van Gogh menjual satu lukisan seumur hidup, tapi kini kita tahu siapa yang sesungguhnya buta.

Kafe-kafe kecil, pekarangan rumah teman, sudut taman baca: itulah panggung Darren. Tempat-tempat yang tak akan pernah masuk berita, tak akan pernah jadi trending topik. Tapi di sana, musik terjadi dalam bentuk paling murninya: pertemuan antara jiwa yang menyanyikan dan jiwa yang mendengarkan. Tanpa lampu sorot, tanpa sound system canggih, tanpa barrier yang memisahkan artis dari audience.

Ada yang bilang Darren terlalu sederhana untuk zaman yang kompleks ini. Tapi mungkin justru itu kekuatannya. Dalam dunia yang terobsesi dengan spektakel, ia memilih untuk berbisik. Dalam era yang menganggap bising sebagai kekuatan, ia memercayai keheningan. Dan anehnya, bisikan itu sampai juga ke telinga yang tepat. John Cage pernah membuktikan: dalam kesunyian, justru musik yang paling jujur terdengar.

Ia akan terus bernyanyi meski mungkin yang datang hanya 6 orang. Meski yang mendengar hanya barista atau pegawai setempat. Ia akan membawa gitar tuanya, menyanyikan lagu-lagu yang tak trending di mana pun. Tapi ia akan pulang dengan perasaan penuh, karena tadi ada satu orang yang menangis saat mendengar lagu tentang ayah yang sudah tiada.

Keajaiban kecil itu cukup baginya. Sementara dunia terus bertanya mengapa ia belum menyerah, Darren sudah menemukan jawabannya sendiri: ada hal-hal yang tak perlu dimengerti untuk tetap bermakna.

20/07/2025

 

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//