Evolusi Warna Kulit Manusia
Distribusi warna kulit manusia di dunia saat ini menunjukkan peristiwa evolusi masa lalu yang berkaitan dengan seleksi alam.

Johan Arif
Peneliti Geoarkeologi & Lingkungan di ITB, Anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung.
25 Juli 2025
BandungBergerak.id – Surat Ar Ruum 30 ayat 22 menerangkan bahwa salah satu tanda dari kekuasaan Allah SWT adalah adanya perbedaan warna kulit manusia. Apa itu kulit?
Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang terbesar dan paling kompleks. Kulit memiliki dua komponen utama yaitu dermis yang tebal dan epidermis yang jauh lebih tipis, yang menutupinya. Lapisan dalam (dermis) berisi pembuluh darah, folikel rambut dan kelenjar (seperti kelenjar keringat). Lapisan luar (epidermis) terdiri dari sel-sel yang terus membelah dan mengganti diri, bergerak menuju ke lapisan terluar (inilah yang umumnya kita anggap sebagai "kulit"). Di batas antara dermis dan epidermis terdapat jenis sel yang disebut melanosit. Melanosit menghasilkan melanin dan mendistribusikannya ke dalam sel-sel epidermis.
Orang yang berkulit terang memiliki sedikit melanin di dekat permukaan kulit. Mengetahui cara kerja melanin memberi tahu kita bahwa setiap orang bisa berjemur. Jika kulit kita sudah cukup gelap, respons berjemur tidak begitu terlihat. Tetapi, jika kita memiliki kulit yang terang, maka warna coklat dan bintik-bintik yang menyertainya akan muncul.
Respons berjemur memunculkan situasi biokultural yang menarik. Di banyak bagian Amerika Utara dan Eropa, orang-orang dengan kulit yang lebih gelap didiskriminasi, tetapi pada saat yang sama banyak orang dengan kulit yang lebih terang mengeksposkan diri kepada sinar UV (sinar matahari) secara berlebihan yang mungkin akan berbahaya. Kulit akan menjadi lebih gelap, tetapi mereka tidak didiskriminasi.

Baca Juga: Mengenal Geowisata, Pariwisata Kebumian
Adakah Manusia yang Hidup Sebelum Nabi Adam AS?
Sangiran, Salah Satu Situs Tujuan Pariwisata Kebumian
Apa yang Menarik dari Perbedaan Warna Kulit itu?
Warna kulit manusia diukur berdasarkan persentase cahaya yang dipantulkan dari kulit pada panjang gelombang cahaya tertentu. Warna kulit mungkin merupakan ciri morfologi terpenting dalam kategori ras budaya. Variasi warna kulit manusia memiliki signifikansi biologis yang tidak kecil. Karena manusia tidak memiliki bulu, kulit kita lebih terpapar langsung ke lingkungan dan warna kulit mungkin dipengaruhi oleh seleksi alam.
Apa efek radiasi ultraviolet yang menyebabkan warna kulit lebih gelap di dekat khatulistiwa? Radiasi ultraviolet dapat menimbulkan beberapa efek berbahaya karena radiasi ultraviolet dapat menyebabkan kanker kulit. Semakin tinggi intensitas radiasi ultraviolet, semakin tinggi pula risiko kanker kulit. Orang berkulit gelap memiliki tingkat kanker kulit yang lebih rendah karena konsentrasi melanin yang tinggi di dekat permukaan kulit menghalangi sebagian radiasi ultraviolet.
Mengapa warna kulit yang lebih terang akan adaptif jika lebih jauh dari khatulistiwa? Model yang paling bisa diterima secara luas berfokus pada sintesis vitamin D. Sumber utama vitamin D adalah matahari karena radiasi ultraviolet merangsang sintesis vitamin D. Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan sejumlah masalah yang berkaitan dengan perkembangan dan pemeliharaan tulang yang buruk, termasuk penyakit seperti rakhitis. Perbedaan ini mungkin terkait dengan warna kulit.

Kekurangan vitamin D dapat dikaitkan dengan evolusi kulit ke arah kulit yang lebih terang. Warna kulit yang gelap melindungi terhadap efek berbahaya radiasi ultraviolet pada populasi di dekat khatulistiwa, tempat radiasi ultraviolet paling kuat. Seiring populasi manusia menjauh dari khatulistiwa, risiko ini menurun dan risiko kekurangan vitamin D meningkat. Dengan demikian, seleksi alam menghasilkan perubahan ke arah warna kulit yang lebih terang yang akan adaptif di lingkungan seperti itu
Kalau kita pergi ke utara atau selatan ke lintang yang lebih tinggi, warna kulit menjadi semakin terang. Di Dunia Baru (Amerika), warna kulit tidak mengikuti distribusi yang teratur seperti itu, mungkin karena migrasi –kurang dari 15 ribu tahun yang lalu– dari orang-orang ke Dunia Baru dari Asia beriklim sedang. Pola migrasi selama beberapa ratus tahun terakhir telah mengganggu gambaran yang teratur ini, di mana orang-orang dari lintang yang lebih tinggi pindah ke tempat-tempat dengan banyak sinar matahari (misalnya, orang-orang keturunan Eropa utara yang tinggal di Australia) dan orang-orang dari daerah ekuator pindah ke tempat-tempat yang tidak begitu banyak sinar matahari (misalnya, orang-orang keturunan Afrika Barat yang tinggal di timur laut Amerika Serikat). Migrasi dan percampuran seperti itu bukanlah hal baru. Misalnya, masyarakat Khoisan telah hidup di daerah beriklim sedang di Afrika Selatan selama ribuan tahun dan memiliki warna kulit yang jauh lebih terang dibandingkan masyarakat Zulu yang berbahasa Bantu, yang datang ke daerah tersebut dari Afrika khatulistiwa kira-kira 1000 tahun yang lalu.

Evolusi Kulit Manusia
Distribusi warna kulit manusia di dunia saat ini menunjukkan peristiwa evolusi masa lalu yang berkaitan dengan seleksi alam.
Telah terjadi perdebatan yang cukup panjang mengenai evolusi warna kulit manusia. Seperti yang dikatakan oleh Jablonski dan Chaplin (2000), bahwa alasan utama evolusi warna kulit manusia adalah keseimbangan antara kebutuhan akan kulit yang lebih gelap untuk melindungi dari kerusakan folat dan kebutuhan akan kulit yang lebih terang untuk memfasilitasi sintesis vitamin D. Pada setiap garis lintang tertentu, warna kulit yang optimal mencerminkan keseimbangan antara risiko-risiko ini.
Asam folat atau vitamin B9 adalah penting, terutama pada periode pembelahan dan pertumbuhan sel. Anak-anak dan orang dewasa memerlukan asam folat untuk memproduksi sel darah merah dan mencegah anemia. Di dekat garis khatulistiwa, risiko utamanya adalah defisiensi folat, yang menyebabkan kulit menjadi lebih gelap untuk perlindungan. Semakin jauh dari garis khatulistiwa, risiko ini menurun dan risiko defisiensi vitamin D meningkat, sehingga menyebabkan warna kulit semakin terang semakin jauh dari garis khatulistiwa.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel Johan Arif, atau tulisan-tulisan lain tentang Situs Geologi