MALIPIR #27: Bacaan Tak Ada Ujung
Tidak semua buku yang telah selesai dibaca kita lupakan. Ada buku-buku tertentu yang sudah lama menemani kita dan kita baca lagi dari waktu ke waktu.

Hawe Setiawan
Sehari-sehari mengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra UNPAS, ikut mengelola Perpustakaan Ajip Rosidi. Menulis, menyunting, dan menerjemahkan buku.
2 Agustus 2025
BandungBergerak.id – Buku baru terbit saban waktu, dan daftar bacaan kita terus bertambah. Tampilannya menawan berikut endorsement dan blurb yang hebat, seperti bintang muda yang congkak dan banyak tingkah. Kita ikut terpikat, dan mencoba membacanya. Beberapa di antaranya seperti menjanjikan pertemanan yang langgeng, beberapa lainnya seperti kenalan di jalan.
Di kota-kota tanpa perpustakaan umum yang koleksinya lengkap, perjalanan waktu berarti penyiasatan tabungan dan tata letak rak buku di rumah. Dari waktu ke waktu selalu datang buku baru, seakan tambahan anggota keluarga. Model kita dalam urusan ini sudah pasti Dén Quesada-nya Cervantes yang melego entah berapa petak lahan warisan buat membeli dan memboyong buku sebanyak mungkin ke rumahnya.
Sementara itu, buku-buku klasik tidak sampai terusir ke pinggir. Buku-buku dari masa silam, yang sudah teruji oleh sekian peralihan zaman, tetap angkuh dan terhormat seperti aristokrat. Tidak sedikit di antaranya yang memperlihatkan jejaknya dalam buku-buku baru, tak peduli apakah isinya dipetik ataukah dihardik. Buku-buku klasik juga tetap hadir dalam pajangan toko dengan dandanan baru.
Di rumah jajaran karya klasik yang melekat dalam hati, tentu, punya tempat khusus dalam lemari, juga biar mudah dicari jika sesekali diajak pergi. Novel kumal dalam back pack atau totebag tak ubahnya dengan kitab keberuntungan, kayak barang pusaka, yang selalu siap menemani kita di stasiun kereta atau dalam kabin pesawat.
Tidak semua buku yang telah selesai dibaca kita lupakan. Ada buku-buku tertentu yang sudah lama menemani kita dan kita baca lagi dari waktu ke waktu. Setiap pencinta buku toh punya buku bacaan favoritnya masing-masing, yang seakan-akan tak lapuk oleh hujan dan tak lekang oleh panas. Buku-buku itu sudah dibaca entah berapa kali, seperti teman hidup yang tiada habisnya kita gauli.
Baca Juga: MALIPIR #24: Tambah Jauh dari Tanah Rendah dan Awan
MALIPIR #25: Dari Pintu ke Pintu
MALIPIR #26: Membaca Drama
Perulangan
Kata "tamat" di akhir buku sebetulnya bukan jalan buntu. Kata itu mungkin jadi dorongan buat melanjutkan tamasya ke bacaan yang lain. Mungkin juga kata itu jadi penegasan mengenai jalan yang harus kita tempuh sekiranya kita mau kembali bergerak dari awal lagi.
Dalam kasus saya, kecenderungan membaca buku tertentu berulang-ulang diperkuat oleh kebiasaan di lingkungan masjid tempat belakangan saya sering berkumpul, khususnya dengan kalangan pensiunan. Di situ ada kegiatan membaca kitab suci dari awal hingga akhir. Setelah khatam membaca, lazimnya orang membaca lagi kitab yang sama dari permulaan. Begitu seterusnya hingga entah kapan.
Kitab suci yang biasa kami baca ditulis dalam bahasa dan aksara Arab, yang kebetulan bukan bahasa ibu saya. Untuk meraba kandungan maknanya, orang awam seperti saya harus mengandalkan teks terjemahan dalam bahasa Sunda, Indonesia, dan Inggris. Kebiasaan membaca kitab suci ini terdiri atas dua kegiatan: melantunkan teks aslinya dan membaca dalam hati teks terjemahannya.
Kebiasaan membaca dalam dua cara, yang berulang-ulang itu, memberikan keuntungan tersendiri. Saya tidak punya kebiasaan menyanyi apalagi berdeklamasi. Resitasi teks suci memberi saya kesempatan buat melepaskan penat pikir lewat suara. Selain itu, karena tidak saban waktu saya mendapatkan teman dialog yang akrab, membaca terjemahan teks suci dalam hati memberi saya kesempatan untuk menyusun pikiran dalam ketenangan.
Ditilik dari kebiasaan membaca seperti itu, perjalanan waktu terasa siklis, dari awal hingga akhir, lalu kembali ke awal, dan begitu seterusnya. Kita tidak perlu ke mana-mana. Kita hanya perlu bergerak melingkar dan berporos seraya membaca dan membaca ulang pesan-pesan dari langit.
Pergaulan
Membaca buku kesayangan, apalagi membaca buku yang jadi pegangan, benar-benar berarti bergaul dengan bacaan. Kiranya tidak banyak bedanya dari bergaul dengan orang-orang dari lingkungan dekat: anteng, terus-menerus, tiada akhir. Setiap waktu bertemu pada dasarnya merupakan pengalaman baru.
Lebih kurang, seperti itulah kegiatan membaca perlahan-lahan yang saya rasakan. Dialog pembaca dengan bacaannya berlangsung tidak tergesa-gesa, dan setiap kali membaca kita merasa kian kenal jalan yang sering kita lalui, tapi juga ada kalanya terlihat rincian pikiran yang sebelumnya tak terperhatikan. Jangan-jangan, justru dalam pembacaan ulanglah isi buku masuk ke dalam pikiran.
Hidup bersama buku berarti membuka diri terhadap suara batin yang lain, yang terwadahi dalam rekacipta bahasa, sehingga kita terus tumbuh dari satu ke lain fase dalam hidup sehari-hari. Kita menerima cara pengarang mengungkapkan dirinya, bahkan kita berupaya menempatkan diri dalam situasinya, seraya kita pertemukan apa yang dia sampaikan dengan apa yang kita sendiri pikirkan. Buku tertentu, yang kita baca dua tahun lalu, niscaya merangsang pikiran lain lagi ketika kita baca ulang tahun ini.
Rasanya, itulah salah satu hal yang membersitkan kesenangan tersendiri yang kita alami dalam kegiatan membaca buku. Dari buku, kita tidak selalu atau tidak melulu mencari tahu, melainkan pula terutama kita mencari kesempatan buat melihat diri sendiri yang cerminannya sedikit banyak terpantul di halaman buku. Sekadar contoh, dari kisah Sulastri dan Sudarmo dengan latar Bandung, Yogyakarta, dan Jakarta tahun 1930-an dalam novel Suwarsih Djojopuspito, saya dapat melihat paradoks dan ironi dalam hidup saya sendiri yang cenderung berada "di luar jalur" (buiten het gareel), di luar lingkungan kantoran atau pemerintahan.
Dengan cara demikian –semoga tidak terdengar berlebihan– saya selalu berharap bahwa berintim-intiman dengan bacaan merupakan ikhtiar untuk mencintai kebajikan. Setidak-tidaknya, saya selalu merasa senang bisa menjadi bagian dari masyarakat yang membaca.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB