• Berita
  • Konflik Tahan Sukahaji, Warga Melayangkan Surat Penangguhan Penahanan untuk Enam Orang yang Ditahan Polisi

Konflik Tahan Sukahaji, Warga Melayangkan Surat Penangguhan Penahanan untuk Enam Orang yang Ditahan Polisi

Warga yang ditahan merupakan tulang punggung keluarga. Solidaritas untuk Sukahaji berharap surat penangguhan penahanan bisa membebaskan warga.

Warga Sukahaji bersama LBH Bandung melayangkan surat penangguhan penahanan ke polisi, Bandung, Senin, 4 Agustus 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Penulis Yopi Muharam5 Agustus 2025


BandungBergerak.idWarga Sukahaji melalui kuasa hukum dari LBH Bandung melayangkan surat penangguhan untuk enam warga Sukahaji yang ditahan polisi. Mereka berbondong-bondong mendatangi kantor Sat Reskrim Polrestabes Bandung di Jalan Badak Singa, Bandung, Senin, 4 Agustus 2025.

Sebelumnya, dalam konflik tanah ini tujuh warga Sukahaji ditetapkan sebagai tersangka, berdasarkan surat Nomor: S.Pgl/1125/VII/RES.1.2/2025/Reskrim.  Mereka terdiri dari RJG, PS, AS, WY, S, YR, dan CS.

Mereka dijerat Pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan atau rumah orang lain secara melawan hukum, Pasal 169 tentang keikutsertaan dalam perkumpulan terlarang, Pasal 389 tentang perusakan atau pemindahan tanda batas pekarangan, dan Pasal 385 tentang penyerobotan tanah. Setelah pemanggilan, enam warga di antaranya kemudian ditahan.

Warga Sukahaji datang ke kantor Sat Reskrim Polrestabes Bandung menggunakan dua mobil angkutan kota (angkot), satu mobil bak terbuka, dan sejumlah motor. Mereka melangsungkan aksi solidaritas sekitar pukul 11.00 WIB hingga 13.00 WIB siang.

Fitria Yuliasari, salah seorang warga mengungkapkan kedatangan mereka ke kantor Sat Reskrim Kota Bandung untuk mengawal LBH Bandung mengirimkan surat penangguhan penahanan. Warga berharap enam orang yang ditahan segera dibebaskan.

Menurut, Fitria keenam warga tersebut selama tinggal di Sukahaji belum pernah melakukan tindak kriminal. “Enggak ngerti juga loh kita orang masyarakat kecil tidak tahu apa-apa, tidak melakukan kejahatan, kenapa harus ditahan gitu,” ujarnya, kepada BandungBergerak usai aksi.

Sebaliknya, Fitria mempertanyakan sikap aparat yang tak mengacuhkan laporan warga Sukahaji yang mendapat tindak represif saat 21 April 2025 lalu. Sebanyak lima perempuan yang menjadi korban tindak kekerasan orang tak dikenal melakukan pelaporan ke Polrestabes Bandung. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut dari laporan tersebut.

“Intimidasi yang mereka (orang tak dikenal) itu sudah masuk ranah kriminal. Tapi kenapa mereka tidak ditindak? Malah warga yang dijadiin tersangka,” tuturnya.

Fitria dan puluhan warga lainnya berkomitmen untuk terus mengawal dan menyerukan pembebasan terhadap para warga yang ditahan. Dia tak ingin warga dikriminalisasi karena mempertahankan ruang hidup mereka.

Fariz Hamka, Asisten Pengabdi Bantuan Hukum dari LBH Bandung, menjelaskan aksi tersebut sebagai bentuk solidaritas warga Sukahaji terhadap enam tersangka. Dia mengatakan surat penangguhan sudah diterima oleh aparat.

“Penyidik Sat Reskrim unit Jatanras sudah menerima, dan mereka menjelaskan akan ditindaklanjuti kemudian, sebagaimana keputusan dari Kapolres dan Kasatreskrim,” ujar Fariz, saat dihubungi BandungBergerak.

Sementara itu, Polrestabes Bandung saat dikonfirmasi BandungBergerak, Rabu, 30 Juli 2025 menyatakan bahwa kasus ini sedang dalam proses penyidikan oleh Sat Reskrim Polrestabes Bandung. 

Diketahui, Suakahaji yang sudah ditempati selama berpuluh-puluh tahun oleh warga kini menjadi pusat konflik tanah. Konflik bermula ketika jongko-jongko penjual kayu di Sukahaji diklaim oleh Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar. Klaim lalu melebar ke permukiman padat penduduk. 

Pihak pengklaim membawa dokumen sertifikat, Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT), dan bukti pembayaran PBB. Sementara warga yang menempati lahan mempertanyakan keabsahan dokumen-dokumen itu.

Warga Sukahaji bersama LBH Bandung melayangkan surat penangguhan penahanan ke polisi, Bandung, Senin, 4 Agustus 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)
Warga Sukahaji bersama LBH Bandung melayangkan surat penangguhan penahanan ke polisi, Bandung, Senin, 4 Agustus 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Tulang Punggung Keluarga

Dua warga Sukahaji yang ditahan merupakan keluarga dari Fitria Yuliasari. WY adalah ayah kandung Fitria, sementara YR adalah kakaknya. “Kami kasihan atas pengorbanan enam orang ini, rasanya tidak adil jika kami menyerah begitu saja,” ujar Fitria.

Dalam sistuasi konflik agrarian, Fitria dan puluhan warga lainnya tetap akan bertahan di rumah mereka. Meski ancaman kriminalisasi, intmidasi, dan teror kerap dimenghantui warga setiap harinya. “Ini kan hak kami untuk ruang hidup. Makanya bakal terus bertahan,” tegasnya. Dia juga berharap ingin hidup aman dan tenteram seperti dulu kala, sebelum ancaman penggusuran ini mencuat.

Senada dengan Fitria, Fariz, menyebut keenam warga yang ditahan merupakan tulang punggung keluarga dan salah seorang di antaranya adalah ibu rumah tangga yang terpaksa harus meninggalkan anaknya yang masih kecil.

“Selain itu juga kami mendesak untuk Polres Tabes Bandung, khususnya Satreskrim dan juga unit Jatanras untuk segera mengeluarkan enam warga Sukahaji yang ditangkap ini,” tutur Fariz.

Baca Juga: Konflik Agraria Sukahaji: Tujuh Warga Ditetapkan Jadi Tersangka
Warga Sukahaji Mencari Keadilan, Duduk Perkara Sosial dan Hukum di Wilayah Paling Padat Penduduk di Kota Bandung

Solidaritas untuk Sukahaji

Aksi solidaritas itu mendapat dukungan dari pemuda Sukahaji dan mahasiswa. Kiki Kurniawan yakin keenam warga yang ditahan tidak bersalah. “Kami ingin kebebasan bagi keenam warga ini,” ujar Kiki.

Salah satu warga yang ditahan adalah WY, kakek Kiki. Sejak kakeknya dijadikan tersangka dan kini ditahan, Kiki kecewa terhadap hukum yang ditetapkan untuk warga Sukahaji.

Menurutnya, pasal yang dituduhkan tentang penyerobotan tanah tidak masuk akal. Ia menyatakan, warga sudah menempati tanah di Sukahaji berpuluh-puluh tahun.

Di sisi lain, salah seorang mahasiswa perempuan, Dedes dari Front Mahasiswa Nasional menilai, penahanan terhadap warga Sukahaji sebagai tersangka adalah cermin dari ketidakadilan pemerintah.

“Mereka tidak mendapatkan kejelasan dari pemerintah, pun akhirnya sama negara mereka malah dikriminalisasi,” ungkapnya. Terlebih, menurut Dedes, status lahan di Sukahaji saat ini belum memiliki kejelasan. Ia menyebut, pasal tentang penyerobotan tanah bertentangan dengan keadaan di lapangan.

“Warga sudah tinggal dari 1980-an seharusnya rakyat yang lebih pantas untuk menerima tanah ini,” tegasnya.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//