• Liputan Khusus
  • Cerita Memilah Sampah di Kampung KB Aisyiyah, Mengurangi Dampak Perubahan Iklim dari Desa

Cerita Memilah Sampah di Kampung KB Aisyiyah, Mengurangi Dampak Perubahan Iklim dari Desa

Kampung KB Aisyiyah Nangoh Tonggoh di Desa Rancasalak, Kabupaten Garut memiliki menjalankan program pengurangan dampak perubahan iklim dengan mengelola sampah.

Sekelompok warga Kampung Nangoh Tonggoh, Garut melakukan Jumat Bersih, Jumat, 27 Juni 2025. (Foto: Ahmad Fazri) Sekelompok warga Kampung Nangoh Tonggoh, Garut melakukan Jumat Bersih, Jumat, 27 Juni 2025. (Foto: Ahmad Fazri)

Penulis Tim Redaksi13 Agustus 2025


BandungBergerak.id –  Matahari belum sepenuhnya menampakkan diri ketika masyarakat Kampung KB Aisiyah Nangoh Tonggoh, Desa Rancasalak, Kabupaten Garut, melakukan kegiatan Jumat Bersih (JUMSI), Jum’at, 11 juli 2025. Berbekal sapu lidi, pengki, arit, ember, tong sampah, cangkul, dan alat-alat lainnya, mereka membersihkan kawasan perkampungan. 

Antusias masyarakat dapat dilihat dari keikutsertaan mengikuti Jumsi. Semua umur, gender, derajat sosial, dan etnis terjun mengikuti Jumsi. Riuh canda-tawa dan saling menyapa sesama warga menjadi alunan semangat untuk mewujudkan lingkungan yang lebih asri. Mereka menyebar untuk membersihkan lingkungan di sepanjang jalan Kampung KB Aisiyah Nangoh Tonggoh. Mereka membersihkan masjid, selokan, dan lapangan. Rumput-rumput liar tak lupa dibabat.

“Semenjak ada kegiatan Jumsi kebersihan kampung jadi terjaga, kayak selokan, jalan, sungai, dan masjid,” ujar seorang warga, Lia, 40 tahun, dengan senyum merekah.

Interaksi yang timbul di tengah-tengah kegiatan Jumsi menghadirkan ikatan persaudaraan di samping membangun lingkungan menjadi lebih bersih dan sehat. “Bukan hanya lingkungan yang sehat tapi hubungan antarwarga juga semakin erat,” tambah Lia.

Melalui Jumsi warga Kampung KB Aisiyah Nangoh Tonggoh diharapkan lebih semangat gotong-royong melakukan aksi nyata dalam merawat lingkungan hidup perkampungan. 

Ketua RT Rida Hadian, 62 tahun, menjelaskan Jumsi dilakukan untuk menggerakkan kesadaran dan kepedulian masyarakat akan persoalan sampah. Setiap Jumsi berlangsung, warga turun ke selokan untuk memungut sampah yang berserakan, beberapa di antaranya menyebabkan penumpukan di selokan hingga menghalani jalan air.

“Warga di sini pada senang dengan adanya Proklim [Program Kampung Iklim], seperti yang sedang dilakukan sekarang Jumsi. Bahkan sekarang warga tidak perlu pusing mikirin sampah karena sudah dikelola oleh pemuda peduli sampah,” kata Rida, Jumat, 11 Juli 2025.

Remaja Kampung Nangoh Tonggoh, Garut melakukan penanaman pohon, Kamis, 22 Mei 2025. (Foto: Ahmad Fazri)
Remaja Kampung Nangoh Tonggoh, Garut melakukan penanaman pohon, Kamis, 22 Mei 2025. (Foto: Ahmad Fazri)

Jumsi rutin dilakukan setiap dua pekan sekali, tepatnya pada hari Jumat berbarengan dengan jadwal pengambilan sampah oleh Pemuda Peduli Sampah. Sampah-sampah yang terkumpul ketika Jumsi dimasukkan ke polybag untuk melewati fase pemilahan. Beberapa sampah akan didaur ulang.

Jumsi merupakan salah-satu Program Kampung Iklim atau biasa disebut Proklim. Proklim hadir sebagai bentuk kewaspadaan dalam menghadapi efek dari perubahan iklim yang digagas oleh kader Aisiyah, organisasi perempuan Muhammadiyah, bekerja sama dengan kelurahan dan Dinas Lingkungan Hidup. 

Organisasi Aisyiyah terbentuk di Kampung Nangoh Tonggoh 2018, diketuai oleh Een Endah Wati, 55 tahun. “Proklim dilatarbelakangi oleh keresahan kader Aisiyah akan kerusakan lingkungan akibat penumpukan sampah dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan limbah rumah tangga,” ungkap Een, ketika ditemui, Sabtu, 5 Juli 2025.

Een meyakini, setiap rumah tangga menghasilkan sampah yang apabila tidak ditangani dengan baik akan berdampak buruk bagi lingkungan. Limbah rumah tangga berupa sampah organik seperti sisa makanan, sayur-sayuran, dan anorganik seperti plastik, kaca, tekstil.

Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia menghasilkan sekitar 33,79 juta ton timbulan sampah sepanjang tahun 2024. Dari total sampah yang dihasilkan, lebih dari separuhnya merupakan sampah rumah tangga. Sementara di Desa Rancasalak berdasarkan data dari kelurahan, timbulan sampah bisa mencapai 500 polybag dengan berat satu ton dan sekitar 250 polybag di antaranya merupakan sampah rumah tangga.

Proklim yang dikoordinasi oleh Kader Aisiyah lantas mengadakan sosialisasi pengelolaan sampah rumah tangga. Sosialisasi ini dilakukan untuk menjadikan peran perempuan sebagai penggerak dan mengadvokasi pengelolaan sampah mulai dari rumah.

“Peran perempuan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga, salah satunya dalam pengelolaan sampah rumah tangga di dapur. Anggota keluarga yang sering jajan makanan atau barang pake plastik, waktu kemarin sempat diadakan sosialisasi penggunaan tumbler untuk mengurangi sampah botol. Jadi perempuan bisa menjadi penggerak langkah kecil dari rumah, setelah itu menyeluruh terhadap masyarakat,” kata Een.

Een yakin, perempuan memiliki peran penting dalam keterlibatan pengelolaan sampah rumah tangga. Melalui tanggung jawab besar dalam pengelolaan rumah tangga dan pendidikan anak, perempuan menjadi aktor utama sekaligus penentu bagaimana sampah dikelola di tingkat keluarga, dari sumbernya.

Baca Juga: Jalan Mengimani Ayat-ayat Lingkungan Melalui Pengolahan Sampah
Beribadah, Mengelola Sampah

Hasil Karya Ecobrick Siswa SMP Muhammadiyah 3 Kadungora dari Pengelolaan Sampah, Jumat, 27 Juni 2025. (Foto: Ahmad Fazri)
Hasil Karya Ecobrick Siswa SMP Muhammadiyah 3 Kadungora dari Pengelolaan Sampah, Jumat, 27 Juni 2025. (Foto: Ahmad Fazri)

Peran Perempuan dan Pemuda

Program Kampung Iklim (Proklim) bekerja sama dengan komunitas Pemuda Peduli Sampah dalam mengelola limbah rumah tangga di Kampung KB Nangoh Tonggoh. Komunitas ini terdiri dari remaja hingga dewasa, dan telah berdiri sejak 2016. Keberadaannya diresmikan oleh Kepala Desa melalui Surat Keputusan pada tahun 2020.

Koordinator Pemuda Peduli Sampah, Alamsyah, menjelaskan bahwa gerakan ini berawal dari inisiatif warga RW 03 Desa Rancasalak. Dalam komunitas ini, perempuan berperan penting mendorong perubahan, terutama dalam bidang pemilahan sampah.

“Sampah yang masih berharga seperti botol, plastik kami kumpulkan dan dijual. Hasilnya masuk ke kas, kas tersebut disalurkan untuk dampak sosial seperti santunan terhadap masyarakat yang lebih membutuhkan,” ujar Alamsyah, Sabtu, 19 Juli 2025.

Menurut Alamsyah, perempuan memiliki keterampilan khusus dalam proses pemilahan hingga pengolahan sampah. Barang-barang hasil olahan disesuaikan dengan kebutuhan rumah tangga, baik dari sampah organik maupun anorganik.

Pengelolaan sampah dimulai dengan memisahkan antara sampah organik dan anorganik. Sampah yang telah dipilah ditempatkan di beberapa titik, seperti di sepanjang ruas jalan dan pekarangan masjid. Setiap dua pekan sekali, Pemuda Peduli Sampah mengangkut sampah tersebut menggunakan mobil pick up bersamaan dengan kegiatan Jumsi.

Alamsyah menuturkan bahwa pengelolaan sampah yang baik bukan hanya berdampak pada kebersihan lingkungan, tetapi juga memberikan nilai ekonomi. Sampah anorganik seperti kemasan plastik makanan, galon, dan botol diolah menjadi ecobrick. Metode ini dilakukan dengan memasukkan sampah plastik yang tidak bisa didaur ulang ke dalam botol plastik bekas hingga padat. Botol-botol tersebut kemudian dijadikan kerajinan seperti kursi, meja, dan vas bunga.

Sementara itu, sampah organik seperti sisa makanan, kulit buah, dan kotoran hewan diolah menjadi pupuk organik. Masyarakat yang memiliki lahan perkebunan atau membudidayakan tanaman menyambut baik kehadiran pupuk tersebut.

Pupuk organik dapat meningkatkan kesuburan tanah dan lebih ramah lingkungan. Ia menambahkan, kerajinan ecobrick dan pupuk organik dijual, dan hasil penjualannya disalurkan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.

Dampak dari pengelolaan ini mulai dirasakan oleh masyarakat. Lingkungan menjadi lebih bersih, termasuk di Kp. KB Aisyiyah yang juga terlibat dalam pengelolaan bersama kader Aisyiyah.

“Biasanya saya membakar sampah di sekitar masjid, tapi setelah adanya program pengambilan sampah oleh Pemuda Peduli Sampah jadi saya tidak perlu membakar lagi dan bantuan dari hasil pengelolaan sampah juga disalurkan ke masjid, terutama kalo ada kegiatan pengajian,” ujar Suta (57 tahun), marbot Masjid Al-Istiqomah, Jumat, 11 Juli 2025.

Lia dan warga lainnya berharap program ini dapat terus berlanjut agar manfaat seperti kebersihan lingkungan, terjaganya kualitas air, nilai jual sampah, serta tumbuhnya kerjasama dan gotong royong tetap terpelihara.

Sampah dan Bencana

Perlakuan terhadap sampah tidak hanya terkait dengan kebersihan. Salah urus sampah bahkan bisa menimbulkan bencana yang meminta korban jiwa. Dua dekade lalu, gas metana dari sampah yang tercampur dan membusuk memicu ledakan dahsyat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah. Gunung sampah pun longsor dan menelan perkampungan di bawahnya. Sedikitnya 157 jiwa tewas dalam tragedi yang kemudian ditetapkan sebagai hari peduli sampah nasinal setiap 21 Februari.

Namun, bencana yang disebabkan ledakan gas metana sampah tak berhenti di tragedi TPA Leuwigajah. Tahun 2023 TPA Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat mengalami kebakaran hebat selama 23 hari. Bau menyengat dan debu beracun menyerang permukiman dan mengancam kesehatan lebih dari 120 ribu jiwa.

Guru Besar Laboratorium Ekologi dan Konservasi Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Tjut Sugandawaty Djohan menjelaskan, perubahan iklim adalah krisis yang menentukan keadaan global. Tidak ada sudut dunia yang kebal dari konsekuensi perubahan iklim yang menghancurkan.

Dampak perubahan iklim beragam, mulai dari meningkatnya suhu memicu degradasi lingkungan, bencana alam, cuaca ekstrem, kerawanan pangan dan air, gangguan ekonomi, konflik.

Tjut menuturkan, ilmuwan dunia telah lama mewanti-wanti dan prihatin terkait perubahan iklim. Pada 1997, sebanyak 166 negara bertemu di Kyoto membuat janji untuk mereduksi emisi karbon dioksida (CO2) atau disebut gas rumah kaca. Pemicu gas ini di antaranya sampah.

Pada pertemuan tersebut disepakatilah Kyoto Protocol. Selain itu, UN (United Nation) membentuk badan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) dalam menghadapi bahaya perubahan iklim akibat pemanasan global. Indonesia merupakan bagian dari IPCC. Negara-negara yang masuk IPCC dituntut membuat kebijakan mengurangi CO2 demi mengerem pemanasan global yang saat ini berlangsung.

Tjut menyebutkan terdapat beberapa usaha yang bisa dilakukan untuk mencegah krisis iklim. “Secara sederhana, hal-hal yang bisa kita lakukan adalah dengan 3R (Reuse, Reduce dan Recyle) untuk berusaha tidak menggunakan plastik. Bawa botol minum sendiri, bawa piring sendiri ketika mau makan,” katanya, diakses dari laman resmi

Sampah plastik termasuk pemicu pemanasan global. Plastik diproduksi dari proses pembakaran, lalu tidak jarang sampah plastik juga berakhir dibakar. “Ini menimbulkan masalah baru karena menghasilkan senyawa kimia yang dinamakan zat karsinogenik (salah satu pemicu pemanasan global). Kyoto Protocol sudah mengatur tentang itu,” ujar Tjut.

 

*Liputan ini dikerjakan Ahmad Fazri dan Selly Suci Febrianty, bagian dari program SMILE (Strengthening Youth Multifaith Leader Initiative on Climate Justice through Ecofeminism) yang diinisiasi Eco Bhinneka Muhammadiyah dan berkolaborasi dengan BandungBergerak  

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//