• Kampus
  • Jumlah Tenaga Kerja Konstruksi Bersertifikat di Indonesia Sangat Minim

Jumlah Tenaga Kerja Konstruksi Bersertifikat di Indonesia Sangat Minim

Jumlah tenaga kerja konstruksi berdasar jenjang pendidikan, yaitu SD (34,55 persen); SMP (25,26 persen); SMA/SMK (23,21 persen); Diploma (0,93 persen).

Pekerja konstruksi kereta cepat Jakarta Bandung , di Cileunyi Wetan dan proyek stasiunTegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (12/10/2021). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana9 November 2021


BandungBergerak.idIndonesia masih kekurangan tenaga kerja konstruksi (TKK) yang tersertifikasis sesuai dengan standar kompetensi. Saat ini, jumlah tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat hanya 8 persen dan sisanya 92 persen tak bersertifikat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019, jumlah tenaga kerja konstruksi di Indonesia sebanyak 8.505.542 orang.

Sementara berdasarkan Sistem Informasi Konstruksi Indonesia Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (SIKI LPJK) 2021, jumlah TKK berdasar jenjang pendidikan, yaitu SD (34,55 persen); SMP (25,26 persen); SMA/SMK (23,21 persen); Diploma (0,93 persen); Sarjana (3,40 persen); dan Pascasarjana (0,12 persen).

Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Yudha Mediawan, mengatakan perlu ada suatu strategi dan terobosan baru dalam pembinaan SDM di sektor konstruksi.

“Sangat disayangkan kita belum mempunyai SDM yang banyak, tetapi tidak sesuai standar kompetensi. Berbicara dari data yang ada, ini belum memadai untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang terus meningkat,” tutur Yudha, dalam peringatan Dies Natalis ke-61 Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan (FT Unpar), Senin (8/11/2021).

Dalam membangun SDM TKK yang kompeten, kata Yudha Mediawan, percepatan sertifikasi TKK saja tidak cukup. Dia pun menjelaskan, serangkaian upaya Kementerian PUPR dalam membina SDM sektor konstruksi.

Pertama, kerja sama dengan perguruan tinggi di berbagai jenjang, politeknik, program sarjana, program magister bahkan doktor yang mengarah pada pengembangan SDM spesialis atau bahkan super spesialis di bidang konstruksi.

Kedua, project study. Menjadikan proyek infrastruktur yang menerapkan teknologi terkini sebagai media/wadah pelatihan bagi SDM konstruksi melalui kerja sama antara Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) dalam dan luar negeri.

Ketiga, peningkatan tenaga kerja konstruksi. Meningkatkan jumlah TKK bersertifikat, melalui perluasan, percepatan, dan modernisasi layanan sertifikasi.

“SDM yang kompeten dan profesional turut mendukung percepatan pembangunan infrastruktur. Ini kaitannya dengan sinergi, kolaborasi, tidak terkecuali dengan sivitas akademisi,” ujarnya.

Baca Juga: Lulusan Pendidikan Profesi Guru Jangan sampai Tertinggal oleh Siswa
Cara Aman Berinvestasi Saham bagi Pemula
Memanfaatkan Data Sains dalam Agrikultur
Mengenali Gejala Gagal Jantung dan Cara Menghindarinya
Peneliti UI Mengolah Ampas Kopi sebagai Material Baterai Kendaraan Listrik P

Antara Kurikulum dan Lapangan

Perguruan tinggi sebagai ‘mesin pencetak’ lulusan yang siap berperan pada sektor jasa konstruksi, harus dapat menghasilkan SDM yang berkualitas untuk industri konstruksi.

Lebih lanjut, link and match kurikulum pendidikan dan kebutuhan di lapangan merupakan strategi logis agar lulusan dari perguruan tinggi dapat langsung bekerja, melalui penyesuaian kurikulum dan metode pembelajaran ke arah yang berorientasi pada pengenalan dan pemecahan masalah di lapangan.

“Kita dilatih untuk bagaimana problem solving, karena bukan hanya melakukan analisis. Link and match untuk kurikulum ini yang disesuaikan dengan kebutuhan lapangan merupakan strategi logis. Sehingga nanti lulusan dari PT itu dapat langsung bekerja,” ucapnya.

Selain itu, penyusunan program spesialis dengan muatan teori, praktik, dan magang kerja yang spesifik, namun tetap memenuhi kualifikasi akademik dan diakui secara internasional perlu diupayakan. Hal tersebut agar lulusan yang dihasilkan memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

“Kalau saya pribadi sudah melihat bahwa Unpar ini memang lulusannya sudah siap bekerja ketika di lapangan, karena selama kuliah kita dibekali dengan dasar-dasar ilmu ataupun pembelajaran yang adaptif terhadap lingkungan kerja,” kata Yudha.

Dia pun kembali mengingatkan bahwa target percepatan pembangunan infrastruktur untuk mendukung peningkatan perekonomian nasional hanya dapat dicapai dengan upaya yang terstruktur. Harus terintegrasi dengan secara sistematis dan berkelanjutan yang didukung SDM di sektor konstruksi yang kompeten dan profesional.

“Keberlanjutan itu sangat penting untuk kedepannya. Mari kita bersama-bersama bersinergi menghadapi tantangan ke depan dan menjadi bagian dari solusi,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Dekan FT Unpar Doddi Yudianto menuturkan, usia ke-61 Unpar merupakan sebuah perjalanan dan pencapaian yang patut diapresiasi di tengah dinamika dunia pendidikan tinggi yang setiap saat memberikan tantangan baru.

“Perolehan peringkat akreditasi Unggul dan Baik Sekali untuk beberapa Program Studi (prodi) merupakan salah satu bukti nyata bahwa FT bersama kedua Jurusan (Teknik SIpil dan Arsitektur,red) tidak pernah berhenti berjuang dan berbenah dalam meningkatkan mutu layanan pendidikan termasuk kompetensi lulusan yang dihasilkan,” ujarnya.

Dies Natalis FT Unpar ke-61 yang mengangkat tema “Pendidikan Profesi dalam Proses Pembelajaran Berkelanjutan”  diharapkan  dapat  memberikan  gambaran,  tantangan,  sekaligus  masukan bagi penyelenggaraan pendidikan di bidang Teknik Sipil dan Arsitektur secara umum. Serta program profesi baik Program Profesi  Insinyur  (PPI)  yang  telah  diselenggarakan  sejak  3  semester lalu maupun  Program  Profesi  Arsitek  (PPAr) yang dalam waktu dekat dapat segera dibuka.

 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//