Ribuan Sekolah di Kota Bandung masih Menanti Izin PTM Terbatas
Setidaknya ada 463 juta anak yang sekolahnya ditutup akibat Covid-19. Di Bandung, ribuan sekolah masih menjalankan PPJ yang dinilai tidak efektif.
Penulis Iman Herdiana17 November 2021
BandungBergerak.id - Sedikitnya ada 2.493 unit sekolah di Kota Bandung hingga kini masih menjalankan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Mereka menanti izin agar bisa melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas mengingat PJJ yang mereka jalankan banyak menghadapi kendala.
Unicef telah mendorong pemerintah dari berbagai negara untuk memprioritaskan pembukaan kembali sekolah dengan jaminan keamanan seiring karantina dan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat mulai dilonggarkan di masa pandemi Covid-19.
Dari data Unicef 2020, stidaknya sepertiga anak di seluruh dunia atau 463 juta anak mengalami kesulitan mengakses pembelajaran jarak jauh setelah kegiatan di sekolah dihentikan akibat Covid-19. Dengan kata lain, pandemi Covid-19 telah memangkas hak pendidikan anak-anak.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bandung, Cucu Saputra mengatakan di Bandung ada 4.500 satuan pendidikan jenjang pra-SD hingga SMA. Namun dari jumlah tersebut, baru 2.007 sekolah yang telah mendapatkan izin menyelenggarakan PTM Terbatas.
Telah banyak sekolah di Bandung yang mengajukan menggelar PTM Terbatas. Keluhan mereka sama seperti salah satu temuan Unicef, yakni keterbatasan infrastruktur dalam menyelenggarakan PJJ. Ada kesenjangan teknologi digital di antara murid dan sekolah di Kota Bandung.
Cucu berjanji akan segera melakukan monitoring ke lapangan untuk meninjau sekolah-sekolah yang belum diizinkan menggelar PTM Terbatas. Sebelumnya, kata Cucu, pengajuan izin yang dilakukan sekolah belum bisa ditanggapi karena Dinas Pendidikan masih menunggu hasil survei perkembangan Covid-19 Kota Bandung.
Saat ini, survei sudah dilakukan dan hasilnya menggembirakan bahwa kasus Covid-19 Kota Bandung terus menurun, walaupun Cucu tidak membeberkan data hasil survei. “Siap-siap, kami akan monitoring tiap sekolah untuk memastikan apakah satuan pendidikan bapak ibu layak atau tidak kami diberi izin melaksanakan PTM Terbatas,” katanya, dalam keterangan virtual, Rabu (17/11/2021).
Temuan Menghkawatirkan dari Unicef
United Nations Children's Fund atau Unicef menyatakan bahwa pembelajaran jarak jauh tidak terjadi bagi setidaknya 463 juta anak yang sekolahnya ditutup akibat Covid-19. Sekolah Anak-anak tersebut terpaksa terhenti selama berbulan-bulan dan tanpa kepastian. Diperkirakan dampak pandemi ini akan terasa di masa depan, baik dari segi ekonomi maupun oleh masyarakat.
Pada masa puncak karantina nasional dari berbagai wilayah di berbagai belahan dunia, jumlah anak yang terdampak penutupan sekolah mencapai hampir 1,5 miliar. Unicef menguraikan keterbatasan pembelajaran jarak jauh dan mengungkap jurang ketidaksetaraan akses yang mendalam.
Unicef juga mengungkap kemungkinan pembelajaran jarak jauh tidak dapat diikuti oleh anak-anak yang memiliki perangkat penunjang belajar di rumah sekalipun. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kewajiban melakukan tugas-tugas di rumah, anak terpaksa bekerja, lingkungan belajar yang kurang kondusif, dan anak kekurangan dukungan memanfaatkan kurikulum daring atau materi belajar yang disiarkan.
Anak-anak bersekolah yang berasal dari rumah tangga termiskin dan tinggal di kawasan perdesaan adalah yang paling mungkin tertinggal pelajaran selama penutupan sekolah. Secara global, 72 persen murid yang tidak dapat mengakses pembelajaran adalah anak-anak yang berasal dari rumah tangga termiskin di negaranya.
Di negara-negara berpendapatan menengah ke atas, anak-anak dari rumah tangga termiskin menyumbang 86 persen dari keseluruhan murid yang tidak bisa melakukan belajar jarak jauh. Secara global, tiga perempat murid tanpa akses kepada pembelajaran jarak jauh tinggal di wilayah perdesaan.
Baca Juga: Unicef Dorong Penyelenggaraan Sekolah Tatap Muka dengan Jaminan Keamanan
Keputusan Pembelajaran Tatap Muka seharusnya Melibatkan Anak-anak
Sekolah Tatap Muka di Bandung di Tengah Kekhawatiran Penularan Covid-19
Kasus di Indonesia
Unicef melakukan survei cepat Belajar dari Rumah bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hasilnya, 45 juta anak sekolah di Indonesia telah didukung melalui pembelajaran jarak jauh baik online maupun offline.
Namun, beberapa tantangan tetap ada, yaitu 35 persen siswa yang disurvei melaporkan koneksi internet yang buruk. Survei juga menunjukkan bahwa sebagian besar anak penyandang disabilitas mengalami kesulitan (73 persen) dengan kegiatan belajar dari rumah.
Tantangan terbesar PPJ di Indonesia adalah kurangnya konsentrasi, lingkungan belajar yang tidak mendukung, dan gangguan dari anggota keluarga lainnya.
Berdasarkan Statistik Kesejahteraan Indonesia 2019, kurang dari 15 persen anak perdesaan rata-rata memiliki komputer atau laptop untuk mengakses internet di rumah mereka. Bahkan di daerah perkotaan, angka ini meningkat menjadi hanya 25 persen.
Dengan latar belakang itu, Unicef mendorong pemerintah pembukaan kembali sekolah dengan aman. Apabila keadaan belum memungkinkan, Unicef mendorong agar rencana pembukaan sekolah menyertakan pembelajaran tambahan yang dirancang untuk mengompensasi hilangnya pembelajaran saat sekolah ditutup.
Selain itu, kebijakan dan praktik pembukaan kembali sekolah perlu meliputi perluasan akses pendidikan, termasuk akses pembelajaran jarak jauh, terutama untuk kelompok marginal. Sistem pendidikan perlu disesuaikan dan dibangun agar mampu menghadapi krisis lain di masa depan.
Dampak Pandemi Covid-19 pada Anak SD
Dampak pandemi Covid-19 sudah banyak diteliti, salah satunya penelitian yang dilakukan Miptah Parid dan Julrissani dari Program Magister Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dalam artikel ilmiah “Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Proses Pembelajaran Siswa Tingkat Sekolah Dasar”.
Peneliti menganalisa berdasarkan hasil koesioner yang disebarkan kepada guru-guru di beberapa kota di Indonesia yaitu Bandung, Medan, Rantau Utara, Asahan; dan Surade. Hasilnya ada dua, yakni dampak positif dan negatif:
Dampak positif Covid-19 terhadap proses pembelajaran yang menyebabkan proses pembelajaran melalui cara daring atau online yaitu sebagai berikut: siswa belajar lebih mandiri, siswa lebih dekat dengan keluarga, siswa mendapatkan bimbingan langsung dari orang tua, siswa lebih mengenal keluarga, siswa berkomunikasi dengan orang tua jadi lebih akrab, siswa jadi memahi penggunaan teknolgi pembelajaran online, siswa menjadi lebih kreatif, siswa mendapat perhatian langsung dari orang tua, dan menyadarkan orang tua betapa beratnya tugas guru dalam mengajarkan anaknya.
Namun di samping dampak-dampak positif, terdapat dampak negatif Covid-19 terhadap proses pembelajaran, yaitu siswa yang tidak mempunyai koneksi internet susuah untuk belajar online, guru tidak maksimal dalam berkomunikasi dengan siswa, kuota internet menjadi boros karena terlalu bnayak menggunkan internet, siswa susah mengikuti anjuran guru karena terbatas ruang dan waktu, siswa merasa bosan karena merindukan teman dan gurun serta suasana kelas dan guru terbatasi dalam penyampaian materi.