Data Korban Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia 2020 Berdasarkan Jenjang Pendidikan, Banyak Kasus Menimpa pada Usia Produktif dan Anak
Kekerasan seksual oleh guru pesantren di Bandung sebagai satu dari sekian banyak kasus yang terjadi di ranah pendidikan.
Penulis Sarah Ashilah14 Desember 2021
BandungBergerak.id - Pemerkosaan yang dilakukan oleh guru sekaligus pimpinan Yayasan Pondok Pesantren Tahfidz Madani, HW (36) terhadap belasan santriwati, seolah semakin membuka tabir kasus kekerasan seksual di dalam institusi pendidikan.
Data yang terhimpun dari dokumen Catatan Tahunan (Catahu) Komisi Nasional Anti-Kekerasan Perempuan (Komnas Perempuan) 2021 menunjukkan bahwa kejahatan seksual tidak mengenal batasan jenjang pendidikan. Artinya setiap jenjang pendidikan memiliki potensi terjadinya kekerasan seksual, entah di pesantren maupun institusi pendidikan umum.
Menurut data yang dikumpulkan berdasarkan laporan ke Komnas Perempuan maupun laporan dari berbagai organisasi masyarakat lainnya, jumlah korban kekerasan terhadap perempuan tertinggi berada di bangku SMA, yakni sebanyak 2.679 kasus. Diikuti oleh SMP sebanyak 1.532 kasus, dan universitas sejumlah 859 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan banyak terjadi di usia produktif dan anak di bawah umur.
Baca Juga: Kampus Darurat Kekerasan Seksual, YLBHI dan 17 LBH Mendukung Permendikbudristek PPKS
HopeHelps Unpar Menyediakan Tempat Aman bagi Korban Kekerasan Seksual
Catahu Komnas Perempuan juga mencatat, dari total 1.731 kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah komunitas (sekolah, dan lain-lain), 962 di antaranya adalah kasus kekerasan seksual. Jika dirinci secara lebih detail, telah terjadi 229 kasus perkosaan, 181 kasus pelecehan seksual, 166 kasus pencabulan, 10 kasus percobaan perkosaan, 5 kasus persetubuhan, dan 371 kekerasan seksual lainnya.
Angka-angka tersebut tentu saja menjadi alarm bagi masyarakat maupun pemerintah. Belum lama ini, pemerintah memberlakukan regulasi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permenristek PPKS). Keberadaan regulasi tersebut tentunya disambut gembira oleh para sivitas akademika di berbagai universitas, terutama di kalangan mahasiswi.
Namun data di atas menegaskan bahwa Permenristek PPKS belumlah cukup, pemerintah mesti membuat payung hukum bagi para korban kekerasan seksual di berbagai tingkatan pendidikan. Sebab kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, di ranah pendidikan maupun di luar.