• Opini
  • Eksistensi Permainan Tradisional Kian Memprihatinkan

Eksistensi Permainan Tradisional Kian Memprihatinkan

Dibutuhkan peran orang tua dan pemerintah dalam mengenalkan permainan tradisional kepada anak-anak yang dewasa ini lebih akrab dengan game online.

Jihad Alif Syaban Hidayat

Mahasiswa Sastra Sunda Unpad

Anak-anak Bandung menyeberang Jalan Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat, 18 Juni 2021. Jalan yang biasanya ramai oleh wisatawan itu kini ditutup untuk lalu lintas kendaraan atau aktivitas masyarakat, Penutupan ini untuk meredam mobilitas manusia terkait semakin tingginya kasus penularan Covid-19. Pembatasan aktivitas masyarakat di pusat-pusat keramaian ini berlangsung selama dua pekan. (Foto: Prima Mulia)

16 Desember 2021


BandungBergerak.idBermain, mainan, dan permainan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia anak-anak. Permainan tradisional bisa dijadikan pilihan aktivitas fisik untuk membantu merangsang tumbuh kembang anak. Namun dengan kemajuan teknologi, anak-anak kini lebih akrab dengan permainan modern yang berbasis teknologi seperti PlayStation yang kini sudah memasuki seri ke-5, atau yang kini sangat digandrungi yaitu game online Mobile Legend dan PUBG, dibandingkan dengan permainan tradisional.

Padahal Indonesia merupakan negeri yang sangat kaya dengan aneka permainan tradisional anak. Menurut data, terdapat sekitar 85 permainan untuk anak perempuan dan 83 permainan untuk anak laki-laki di daerah Jogjakarta (Meisjesspelen: Permainan Anak-anak Perempuan, Bambang Hermawan). Sumber lain mengatakan, dalam buku Javaansche Meisjespelen en Kindertiedjes karangan H. Overbeck disebutkan bahwa jumlah permainan anak dari seluruh tanah Jawa sebanyak 697 permainan (Jurnal Permainan Tradisional Anak: Salah Satu Khasanah Budaya yang Perlu Dilestarikan, Ernawati Purwaningsih).

Data tersebut hanya menunjukkan data permainan yang ada di daerah Jawa saja. Bayangkan akan sebanyak apa apabila dilakukan pendataan terhadap seluruh permainan tradisional asal Indonesia.

Kedatangan Pemerintah Kolonial Belanda juga sedikit banyak ikut menambah kekayaan khazanah permainan anak di negeri ini. Orang-orang Belanda yang ditugaskan di Nusantara memperkenalkan mainan dan permainan dari Eropa yang kelak akan menjadi populer di Nusantara. Contohnya mulai dari mainan kuda lumping yang memiliki kembaran bernama hobby horse di Inggris, permainan patok lele yang dikenal tiepelen di Belanda, hingga bekel yang sepertinya asli dari tanah Jawa memiliki kembaran di Belgia (Menelisik Permainan Anak-anak dari Zaman Hindia, Pusat Data dan Analisa Tempo). Meski sebenarnya cukup sulit untuk melacak keaslian sebuah permainan, tetapi beberapa kesamaan tersebut cukup memberikan gambaran pengaruh dari pemerintah kolonial terhadap permainan anak-anak di Nusantara.

Namun fakta Indonesia sebagai negeri yang kaya akan permainan tradisional tetap tidak dapat membendung arus modernisasi dalam dunia permainan anak. Minat anak-anak terhadap permainan tradisional dari hari ke hari semakin berkurang saja. Menurut hemat penulis, hal tersebut setidaknya dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya kemajuan teknologi yang kian tak terbendung, orang tua yang tidak memperkenalkan anak kepada permainan tradisional, hingga akses anak-anak terhadap permainan tradisional yang mulai terbatasi.

Baca Juga: Tradisi Kirim Makanan dalam Rantang Susun
Menggugat Nasib Seniman Tradisi di Masa Pandemi
Meredam Dampak Negatif Teknologi Digital dengan Permainan Tradisional

Efek Permainan Modern

Hidup di dunia yang semakin modern ini mengharuskan kita untuk beradaptasi dengan arus kemajuan teknologi yang ada. Apabila kita tidak bisa mengikuti arusnya, bersiap saja untuk tenggelam di dalamnya. Begitu pula dengan kemajuan teknologi di dalam bidang permainan anak. Anak-anak makin akrab saja dengan permainan yang berbasis teknologi, hal tersebut bisa dilihat dari menjamurnya tempat rental PlayStation pada pertengahan dekade 2000-an, dilanjut dengan populernya warung internet khusus game online pada tahun 2010-an. Bahkan kini anak-anak lebih dipermudah untuk mengakses game online karena cukup menggunakan gawai masing-masing mereka sudah bisa bermain.

Oleh karena hal-hal tersebut memunculkan anggapan bahwa anak-anak yang masih bermain permainan tradisional dianggap tidak keren dan kampungan. Padahal permainan yang berbasis teknologi memiliki dampak negatif bagi anak-anak apabila waktu bermainnya tidak terkontrol. Mulai dari kesehatan mata yang terganggu akibat terlalu lama menatap layar, anak yang semakin malas bergerak, hingga kemampuan sosial yang tidak terasah karena jarangnya bersosialisasi. Dalam hal ini, orang tua memiliki peranan penting dalam melakukan kontrol terhadap aktivitas bermain anak-anaknya.

Orang tua yang tidak memperkenalkan permainan tradisional kepada anak-anaknya juga menjadi faktor pemicu merosotnya minat anak terhadap permainan tradisional. Para orang tua modern cenderung lebih memilih langkah praktis dengan memperkenalkan gawai kepada anak-anak mereka sebagai media hiburan. Banyak anak sekarang yang lebih memilih asyik dengan gawainya masing-masing dibandingkan dengan bersosialisasi dengan sesamanya.

Namun hal tersebut tidak berlaku bagi semua orang tua. Orang tua yang sadar akan manfaat dari permainan tradisional lebih memilih permainan tradisional dibanding dengan permainan modern. Bukan hanya kesenangan saat bermain saja yang didapat oleh anak, akan tetapi banyak nilai-nilai yang terkandung dalam setiap permainan tradisional, mulai dari nilai kebersamaan, saling tolong menolong, nilai kepemimpinan, nilai kejujuran dan sportivitas, hingga kemampuan motorik anak yang semakin terasah. Oleh sebab itu, keberadaan permainan tradisional anak sebagai warisan budaya dari nenek moyang sangat penting dan harus terus dilestarikan karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya akan terus relevan dengan perkembangan zaman.

Merosotnya minat anak terhadap permainan tradisional semakin diperparah dengan masalah akses. Kini beberapa permainan tradisional makin sulit untuk dimainkan karena alat pendukung permainan yang makin sulit untuk ditemui. Bayangkan apa yang akan anda sintreuk ketika bermain kaléci apabila pengrajinnya saja semakin sulit untuk ditemui. Laju pembangunan juga semakin memberi jarak antara anak dan permainan tradisional. Banyak lahan yang biasanya digunakan sebagai area bermain anak kini beralih fungsi menjadi area pertokoan, perumahan, atau fasilitas umum lainnya. Padahal banyak permainan tradisional yang membutuhkan lahan yang cukup luas untuk dapat dimainkan, seperti layang-layang, gasing, kelereng, gobak sodor, hingga yang paling sederhana yaitu ucing-ucingan. Namun permainan tersebut kini makin sulit ditemui karena akses anak terhadap lahan kian terbatas.

Digitalisasi Permainan Tradisional

Perkembangan teknologi tidak sepenuhnya memberikan dampak negatif terhadap eksistensi permainan tradisional. Kini sudah mulai banyak game developer yang mulai melakukan digitalisasi terhadap permainan tradisional. Hal ini dapat menjadi angin segar dalam usaha pengenalan dan pelestarian permainan tradisional, sekaligus bisa dijadikan alternatif bagi orang tua dalam memperkenalkan permainan tradisional kepada anak. Terlebih dalam masa pandemi yang membuat pergerakan manusia serba dibatasi ini, permainan tradisional yang sudah digitalisasi ini bisa menjadi media hiburan bagi keluarga. Dengan bermain bersama, orang tua bisa membangun kedekatan dengan anak-anaknya.

Penulis tidak ingin menyebut permainan modern tidak memiliki nilai yang positif bagi anak-anak yang memainkannya, tetapi ada yang kurang yaitu perihal pendidikan budi pekerti dan sosial kemasyarakatan. Karena ketika bermain permainan modern anak-anak cenderung asik dengan dunianya sendiri dan kurang bersosialisasi dengan sesamanya. Akan tetapi permainan modern berbasis teknologi juga tetap perlu untuk diperkenalkan agar anak-anak tidak gamang dalam menghadapi pesatnya laju modernisasi. Permainan modern juga bermanfaat dalam membangun kecerdasan dan pola berpikir pada anak.

Sebenarnya permasalahan merosotnya minat anak terhadap permainan tradisional tidak seharusnya ditanggung sendirian oleh orang tua. Pemerintah seharusnya dapat ikut membantu dalam memperkenalkan permainan tradisional kepada anak-anak zaman sekarang. Melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, pemerintah dapat mengoptimalkan peran guru sebagai agen dalam pengenalan permainan tradisional pada anak. Guru dapat menyelipkan permainan tradisional pada mata pelajaran seperti Penjaskes, misalnya. Juga dapat mengoptimalkan kembali Festival Permainan Tradisional Anak yang pernah digelar pada beberapa tahun ke belakang.

Tidak kalah penting, pemerintah bisa saja membuat sebuah Museum Permainan Anak Nasional sebagai pusat riset dan studi permainan tradisional. Semoga saja hal-hal di atas tidak hanya akan sekadar jadi mimpi anak-anak Indonesia saja tetapi dapat diwujudkan oleh pihak-pihak yang terkait. Ya, semoga saja.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//