RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (5): Gudang-gudang Militer di Cikudapateuh
Jalan Gudang Utara dan Jalan Gudang Selatan di Kota Bandung menjadi bagian dari kompleks militer Cikudapateuh. Kata "gudang" digunakan setidaknya sejak 1918.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
2 Januari 2022
BandungBergerak.id - Dalam dua bulan terakhir, saya memilih menjadikan Stasiun Cikudapateuh sebagai tempat tujuan baik untuk keberangkatan maupun kepulangan ke dan dari kantor di sekitar Jalan Diponegoro, Kota Bandung. Untuk keperluan keduanya saya biasa menggunakan jasa ojek online (ojol).
Setiba dari Cicalengka, setelah rehat sejenak untuk menikmati kopi hitam dalam botol beberapa teguk, biasaya saya akan memesan ojol. Setelah menunggu antara 2-5 menit, ojek datang untuk menjemput. Dari titik penjemputan, di Jalan Kembang Sepatu, pengemudi biasanya membawa saya ke arah kanan untuk menuju Jalan Ahmad Yani. Namun, sesekali ada juga yang membawa ke arah kiri, menuju Jalan Laswi.
Bila memilih Jalan Ahmad Yani, pengemudi akan mengarahkan motornya lurus ke Jalan Tarate lalu belok kanan ke Jalan Ahmad Yani. Dari jalan besar itu ada beberapa opsi yang dapat diambil pengemudi. Sekali pernah saya dibawa belok kanan ke Jalan Baranangsiang, tempat Gedung Rumentang Siang berada, lalu belok kanan lagi ke arah Jalan Sunda. Dari sana baru lurus ke utara, menuju Gedung Sate. Namun, umumnya belok kanan menuju Jalan Gudang Selatan atau Jalan Gudang Utara.
Selama dibawa berkendara motor melewati jalan yang menggunakan nama gudang, saya kerap melihat bangunan militer di sana. Misalnya Gudang Peralatan Daerah (Gudpalrah) Peralatan Daerah Militer (Paldam) III Siliwangi, Gudang Perlengkapan Perorangan, Satuan dan Lapangan (Gud. Kaporsatlap) III-44-11, Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Puskesad) Gudang Pusat (Gupus) II, Lembaga Farmasi (Lafi) Puskesad, dan Lembaga Biologi Vaksinasi (Labiovak) Puskesad.
Dari pengalaman dibawa ojol melewati kompleks militer di Jalan Gudang Selatan dan Jalan Gudang Utara, saya membayangkan suasananya pada awal abad ke-20. Bahkan saya dibuat penasaran, apakah sejak masa itu nama jalannya sudah berkaitan dengan gudang? Atau lebih tepatnya, sejak kapan dua jalan itu menggunakan kata gudang?
Baca Juga: RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (4): Gunung-Gunung di Kompleks Karees
RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (3): Peta Van der Tas dan Distrik Pulau
RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (2): Komisi Nama Jalan dan Peran Pentingnya
Rencana dan Pembangunan Gudang
Untuk menjawab rasa penasaran ihwal muasal gudang-gudang militer di sekitar Kelurahan Merdeka, Kecamatan Sumur Bandung itu, saya membuka-buka data lama dari koran-koran Belanda.
Dari koran-koran itu, saya tahu rencana pembangunan gudang-gudang militer di Cikudapateuh sudah ada sejak 1901. Konon, saat itu Letnan Satu Zeni H. Van Tongeren ditugaskan untuk membangun gudang amunisi (een munitie-magazijn) di Bandung (De Locomotief, DL, 15 Februari 1901). Anggaran pembangunannya sebesar 74.375 gulden (AID De Preanger-bode, 18 Februari 1901). Setahun lebih kemudian, gudangnya dinyatakan beroperasi dan akan ditambah penggilingan tepung dan gudang pusat obat (centraal magazijn voor geneesmiddelen) (DL, 9 Agustus 1902).
Inilah barangkali yang gambar-gambar rancangan pembangunannya sekarang masih tersimpan di Arsip Nasional RI. Karena dalam Daftar Arsip Statis Kearsitekturan Departement van Oorlog, 1817-1936 (2019), saya menemukan beberapa daftar gambar yang berkaitan dengan pembangunan gudang militer di Cikudapateuh. Antara lain ada “Verlichtingsplan voor de munitiemagazijnen te Bandoeng” (gambar denah instalasi sarana penerangan sebuah gudang amunisi di Bandoeng) bertitimangsa 20 Maret 1902 yang didasarkan pada “Goedgekeurd bij Kabinet Dispositie dd 18 Maart 1902”.
Selain itu, ada “Tijdelijke loods tot opbewaring van ledige projectielen te Bandoeng” (Gambar konstruksi gudang sementara untuk penyimpanan proyektil kosong di Bandung) berdasarkan “Missive van de Eerstanwezend Genie Officer in de 1e militaire afdeelling dd 19 juli 1902 no. 1057/37” dan bertitimangsa 1 Agustus 1902.
Hingga awal 1903, sebagaimana laporan Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie (HNDNI, 5 Januari 1903), di sekitar Stasiun Cikudapateuh sudah ada tiga gudang amunisi yang baru saja digunakan. Gudang besar itu bertembok setinggi 3 meter. Satu gudang berisi 6,5 juta peluru nomor satu, dan dua gudang lainnya berisi peluru nomor dua dan tiga. Selain itu, ada juga hanggar tambahan untuk menyimpan sekitar 100.000 proyektil berbagai ukuran.
Dalam HNDNI edisi 28 Juli 1906 disebutkan Desa Cikudapateuh sudah menjelma menjadi kompleks enam bangunan militer (6en complex van militaire gebouwen). Selain gudang amunisi, sejak Juli 1906 di sana akan beroperasi gudang kesehatan (magazijn van den geneeskundigen dienst). Gudang administrasi seragam pun sudah selesai. Keenam gudang itu tersambung dengan rel kereta api.
Setahun kemudian, sejak 1907 Artillerie Constructie Winkel (ACW) dan Pyrotechnische Werkplaatsen (PW) diwacanakan akan dipindahkan dari Surabaya ke Cikudapateuh. Konon, pengukuran dan pembuatan gambar bangunannya sudah dilakukan pada 1906. Namun, untuk pindah semuanya dibutuhkan waktu dua tahun (HNDNI, 28 Juli 1906, dan DL, 16 Februari 1907).
Perkembangan itu juga masih dapat kita simak dari Daftar Arsip Statis Kearsitekturan Departement van Oorlog, 1817-1936 (2019). Di sana saya mendapati “Bouw van magazijne voor de oorlogvorraden der militaire administratie te Bandoeng” (Gambar konstruksi pembangunan gudang persediaan keperluan peperangan dan administrasi militer di Bandung) berdasarkan “Besluit van 11 Sepetember 1905 No. 4” dan bertitimangsa 15 September 1905 dan “Bouw van een ziekeninrichting met apotheek te Bandoeng (Tjikoeda Pateuh)” (gambar konstruksi pembangunan sarana pengobatan beserta apoteknya di Cikudapateuh) yang bertitimangsa19 Februari 1912.
Inilah sebabnya S.A. Reitsma dan W.H. Hoogland pada 1927 (Gids van Bandoeng en Midden-Priangan) mengatakan di seberang Stasiun Cikudapateuh ada area militer. Di sana ada barak-barak, PW, gudang departemen peperangan (de Magazijnen van Oorlog), klub militer, dan lapangan olah raga.
Namun, dalam kontek lebih luas, pembangunan kompleks gudang militer di Cikudapateuh saya pikir bertaut dengan wacana pemindahan pusat-pusat militer dari pesisir Jawa yang dirasakan tidak sehat. Wacana itu mengemuka sejak abad ke-19, misalnya seperti yang terungkap dalam laporan Mayor Jenderal Van Der Wijck pada 15 Agustus 1840, laporan Hertog van Saxen-Weimar pada 31 Oktober 1851, dan laporan gubernur jenderal Hindia Belanda pada 24 November 1851 (Het Rapport van den Heer Stieltjes, over verbeterde Vervoermiddelen op Java, 1864).
Sejak 1881, wacana pemindahan pusat militer ke daerah pegunungan di pedalaman sudah diterima. Itu sebabnya, sejak itu, kompleks militer kemudian dipindahkan ke Magelang (Keresidenan Kedu), Malang (Keresidenan Pasuruan) dan Cimahi (Militair Weekblad, jaargang 19, No. 16, 20 April 1899). Pembangunan kompleks militer di Cimahi dirintis oleh Kapten J.C.H. Fischer antara 1894-1898 (Fischer, Maatregelen tegen Malaria, 1917).
Jalan-jalan dalam Peta dan Koran
Untuk mengetahui muasal penggunaan nama-nama jalan di sekitar kompleks gudang militer di Cikudapateuh, saya membuka peta-peta Bandung tahun 1910 dan tahun 1921.
Dari peta Bandoeng en omstreken (1910), nama-nama jalan di sekitar kompleks gudang militer belum ada atau belum digunakan. Di sana baru ada penyebutan kompleksnya saja, seperti “Afdelingsbureau” (biro cabang), “Artillerie Kampement” (barak artileri), dan “Magajinen van het D.v.O” (gudang Departemen Peperangan). Di belakangnya ada “Pyrotechnische Werkplaatsen” (bengkel piroteknik) dan “Munitie Magazijnen” (gudang amunisi). Sementara di belakang ada “Kampement van het 15e Bataljon Infanterie” (barak batalyon 15 infanterie).
Sebelas tahun kemudian, dalam Kaart van de Gemeente Bandoeng (1921), nama-nama jalan di kompleks itu sudah ada. Di sana ada “Zuider Magazijn-straat” (Jalan Gudang Utara) dan “Noorder Magazijn-Straat” (Jalan Gudang Utara). Di belakangnya antara lain ada “Kampement Straat” (sekarang Jalan Tongkeng), “Zuider Societeits-straat” (Jalan Ermawar) dan “Noorder Societeits-straat” (Jalan Patra Komala).
Bangunan-bangunannya pun sudah bertambah antara lain dengan “Dienstwoningen gehouwde Eur. Onderoff” (rumah dinas bagi opsir rendah Eropa yang telah menikah), “Genie werk-en bergplaatsen” (bengkel kerja pasukan zeni), “Plaats Geniechef” (tempat komandan zeni), “Garages v/d Mil. Autodienst” (garasi jawatan mobil militer), “Automobiel-compagnie” (kompi mobil), dan “Top dienst Zelf detachment”.
Dengan demikian, dapat diperkirakan nama-nama jalan yang menggunakan kata gudang dalam bahasa Belanda baru ada antara 1911-1920. Namun, bagaimana menurut keterangan koran sezaman? Paling tidak dalam rentang tersebut, saya menemukan empat fakta. Keempat fakta itu bertaut dengan iklan yang dipasang dalam koran AID antara 1918 hingga 1919.
Dalam AID edisi 21 November 1918, ada berita tentang Sersan Mayor H. De Groot yang akan melelang furnitur di rumahnya di “Kampementstraat Hoek- Z. Societeitstraat” (sudut Jalan Tongkeng-Jalan Ermawar) pada 22 November 1918. Kemudian ajudan O.O. bernama A. Van Son akan melelang barang-barang dari rumahnya di “Zuider Magazijn-straat” (Jalan Gudang Selatan) pada 18 Desember 1918 (AID, 16 Desember 1918).
Sedangkan dua berita dari tahun 1919 berkaitan dengan pelelangan barang-barang milik Sersan Mayor A. Bijlsma yang beralamat di “Noorder Societeit-straat” pada 14 Februari 1919 (AID, 8 Februari 1919) dan Chr. Bruynius di “Noorder Kampement-straat” (AID, 14 September 1919) pada 20 September 1919.
Bila merujuk kepada iklan-iklan dalam AID antara 1918-1919 di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak 1918 Jalan Gudang Selatan dan Jalan Gudang Utara, dua jalan yang dalam dua bulan terakhir sering saya lewati, sudah mulai menggunakan kata yang berkaitan dengan gudang dalam bahasa Belanda: “Zuider Magazijn-straat” dan “Noorder Magazijn-Straat”.