• HAM
  • AJI Mendorong Jaksa Mengajukan Banding terkait Vonis terhadap Polisi Penganiaya Jurnalis Nurhadi

AJI Mendorong Jaksa Mengajukan Banding terkait Vonis terhadap Polisi Penganiaya Jurnalis Nurhadi

Pengacara Nurhadi dari LBH Lentera, Salawati Taher, menganggap vonis ini janggal karena tidak adanya perintah penahanan atas kedua terdakwa.

Data kekerasan terhadap jurnalis sepanjang tahun 2021. (Sumber: Aliansi Jurnalis Independen)

Penulis Iman Herdiana13 Januari 2022


BandungBergerak.idDua orang terdakwa kasus kekerasan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi, divonis 10 bulan penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (12/1/2022) lalu. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melihat vonis bersalah terhadap dua terdakwa yang tidak lain anggota Polri, sebagai preseden baru.

“Tetapi ini juga merupakan preseden baru karena pada akhirnya ada polisi yang menjadi aktor kekerasan terhadap jurnalis, yang dibawa ke pengadilan lalu divonis bersalah dan dijatuhi hukuman. Kami berharap tidak ada lagi kekerasan terhadap jurnalis,” kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Sasmito, seusai menghadiri sidang pembacaan putusan terhadap dua polisi yang menjadi terdakwa dalam perkara tersebut.

Sasmito mengapresiasi dukungan yang diberikan oleh berbagai pihak dan jurnalis dari berbagai daerah dalam mengawal penuntasan perkara penganiayaan terhadap Nurhadi. “Kami berterimakasih atas dukungan dari kawan-kawan semua, semua jurnalis, serta berbagai pihak dalam mengawal perkara ini,” ujar Sasmito.

Mengenai vonis 10 bulan penjara terhadap dua terdakwa, Sasmito menyatakan sebenarnya putusan tersebut belum sesuai harapan AJI yang mendorong agar dua terdakwa divonis maksimal, minimal sesuai dengan tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Selain itu, ia mendesak aparat penegak hukum untuk mengembangkan perkara ini mengingat masih banyak pelaku lain yang belum terungkap, termasuk sosok yang memerintahkan Purwanto dan Firman Subkhi.

“Berdasarkan fakta persidangan dan berdasarkan pengakuan korban Nurhadi, masih ada belasan pelaku lain yang belum diusut. Karena itu kami mendesak agar aparat penegak hukum mengembangkan perkara ini dan mengusut para pelaku lainnya,” imbuh Sasmito.

Kasus penganiayaan terhadap Nurhadi menambah angka kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen, sepanjang 2021 terdapat 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis di seluruh Indonesia. Rinciannya, 9 kasus teror dan intimidasi, 7 kasus kekersan fisik, 7 kasus pelanggaran peliputan, 7 kasus ancaman, 5 kasus serangan digital, 4 kasus penuntutan hukum, 3 kasus penghapusan hasil liputan, dan 1 kasus penahanan.

Dari 43 kasus tersebut, AJI mencatat bahwa aparat kepolisian yang paling banyak menjadi pelaku kekerasan terhadap jurnalis, yakni 12 kasus; disusul kasus orang tak dikenal atau suruhan sebanyak 10 kasus. Ada 8 kasus yang dilakukan aparat pemerintahan; 4 kasus oleh kalangan swasta; 4 kasus oleh warga sipil; dan oleh institusi lainnya.

Kasus-kasus itu tersebar di berbagai tempat di Indonesia. Paling banyak terjadi di Sumatra Utara (5 kasus); menyusul di Lampung (4 kasus), DKI Jakarta (4 kasus), Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Jawa Timur masing-masing 3 kasus, sementara Maluku 2 kasus. Sisanya, ada dua kasus Jambi dan Papua, selebihnya satu kasus di Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Jabar, Banten, DI Yogyakarta, Papua Barat, Gorontalo, Kepulauan Bangka Belitung, dan Kepupauan Riau.

Total akumulasi kekerasan yang menimpa para kuli tinta itu mencapai 895 kasus, dalam kurun 16 tahun terakhir (2006-2021). Tahun 2020 mencatat angka tertinggi jumlah kasus kekerasan pada jurnalis, yakni 84 kasus, kemudian pada 2016 sebanyak 81 kasus, dan tahun 2007 sebanyak 75 kasus.

Baca Juga: AJI: Selama Pandemi Covid-19, Kekerasan terhadap Jurnalis Meningkat
Hari Demokrasi Internasional 2021: Maraknya Parade Kekerasan dan Serangan terhadap Pembela HAM

Mendorong Jaksa Mengajukan Banding

Ketua AJI Surabaya, Eben Haezer menambahkan, vonis yang dijatuhkan majelis hakim ini belum final. Pihaknya akan mendorong agar jaksa mengajukan banding.

“Selesai sidang tadi, kami mengenakan ikat kepala hitam sebagai simbol bahwa vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa belum sesuai harapan kami yang mengharapkan vonis maksimal. Kami akan mendorong agar jaksa mengajukan banding,” kata Eben.

Dalam sidang tersebut, majelis hakim menyatakan terdakwa Purwanto dan Firman Subkhi bersalah melanggar pasal 18 ayat (1) UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Selain divonis 10 bulan penjara, dua terdakwa juga diwajibkan membayar restitusi kepada Nurhadi sebesar Rp 13.813.000 dan kepada saksi F sebesar Rp 21.850.000.

Vonis terhadap dua terdakwa ini lebih rendah dari tuntutan JPU yakni 1 tahun 6 bulan penjara. Terkait vonis tersebut, pengacara Nurhadi dari Federasi KontraS, Fatkhul Khoir, menganggap bahwa vonis tersebut mencederai rasa keadilan bagi jurnalis.

“Seharusnya hakim bisa melihat secara jernih bahwasanya pelaku adalah penegak hukum. Seharusnya hakim dapat menjadikan ini pertimbangan untuk memperberat hukuman,” kata Fatkhul Khoir.

Sedangkan pengacara Nurhadi dari LBH Lentera, Salawati Taher, juga menganggap janggal karena tidak adanya perintah penahanan atas kedua terdakwa.

“Karena dengan demikian, bila terpidana-terpidana tersebut banding, maka NH masih akan tetap dalam lindungan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) dan belum bisa bekerja kembali,” ujar Salawati.

Seperti diketahui, pada 27 Maret 2021, jurnalis Tempo Nurhadi dianiaya sekelompok orang saat meliput di Gedung Samudra Bumimoro yang terletak di Jalan Moro Krembangan, Kecamatan Krembangan, Surabaya, Jawa Timur. Saat itu, Nurhadi mendatangi gedung tersebut untuk melakukan investigasi terkait kasus dugaan suap yang dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji yang sedang ditangani KPK.

Di lokasi tersebut sedang berlangsung resepsi pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji dan anak Kombes Pol Achmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim.

Saat itu, Nurhadi yang kedapatan memotret Angin Prayitno Aji yang sedang berada di atas panggung pelaminan, kemudian ditarik, dipiting, dipukul oleh beberapa orang lalu dibawa ke gudang di belakang tempat resepsi. Di sana, dia disekap, diinterogasi, dan dipaksa membuka isi ponselnya. Seluruh data di ponsel dihapus dan simcard HP Nurhadi dirusak.

Pelaku juga membawa Nurhadi ke sebuah hotel dan memaksa Nurhadi untuk memastikan bahwa foto yang dia ambil di lokasi resepsi tidak sampai dipublikasikan di Tempo. Kasus ini kemudian bergulir di Pengadilan Negeri Surabaya setelah dilaporkan ke Polda Jatim oleh Nurhadi yang didampingi Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis. Aliansi ini beranggotakan AJI Indonesia, AJI Surabaya, LBH Lentera, Federasi KontraS, LBH Pers, dan LBH Surabaya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//