• Kampus
  • Industri Besar Melemah, Indonesia Disarankan Mendukung Ekonomi Mikro

Industri Besar Melemah, Indonesia Disarankan Mendukung Ekonomi Mikro

Indonesia akan terjebak menjadi negara dengan penghasilan menengah jika pertumbuhan ekonominya tidak tembus 6 persen. Sektor-sektor mikro harus didukung.

Pemberian vaksin Covid-19 dosis ketiga (booster) di Bandung, Kamis (13/1/2022). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana14 Januari 2022


BandungBergerak.idIndonesia dihadapkan pada jebakan sebagai negara pendapatan menengah (middle income trap) sebelum masuk tahun 2045 atau 100 tahun Indonesia merdeka. Jebakan ini tidak lepas dari dampak pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama dua tahun. Agar keluar dari jebakan ini, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen per tahun.

Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan pertumbuhan di lima persen saja tidak akan cukup bagi Indonesia untuk bisa menjadi negara dengan pendapatan perkapita tinggi.

Amalia mengatakan, salah satu kunci untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi 6 persen per tahun adalah peningkatan produktivitas. Kendati demikian, tingkat produktivitas ekonomi Indonesia masih rendah dibandingkan negara lain di kawasan ASEAN.

Guna mengatasi hal tersebut, Indonesia membutuhkan strategi transformasi ekonomi yang baik. Transformasi salah satunya dilakukan dengan memperbarui sumber daya dan motor penggerak ekonomi.

“Kita juga perlu untuk menemukan sumber daya dan sektor yang baik yang mampu mendukung pertumbuhan produktivitas ekonomi di Indonesia,” kata Amalia, pada webinar internasional “Building A Good-Jobs Economy Through Productivity-Led Structural Tran”, Selasa (12/1/2022).

Webinar tersebut digelar Pusat Unggulan SDGs Center Universitas Padjadjaran (Unpad) bekerja sama dengan Bappenas, Forum Kajian Ketenagakerjaan, dan Indonesia Bureau of Economic Research (IBER).

Baca Juga: Kampus Bungsu ITB Berdiri di Cirebon
Mengenang Seluk Beluk Perbukuan Era 1990 di Pasar Rayat

Industri Melemah

Tantangan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi cukup besar. Industrialisasi yang kerap menjadi motor utama pertumbuhan, kini semakin berkurang kekuatannya dalam mendorong transformasi struktural.

Guru Besar Harvard University Dani Rodrik menilai, daya serap tenaga kerja di sektor industri sudah berkurang di hampir semua negara berkembang. Diperlukan model pembangunan baru yang lebih sesuai menghadapi situasi saat ini. “Strategi pertumbuhan ekonomi itu, harus berfokus pada penciptaan pekerjaan berkualitas,” ujarnya.

Salah satu yang bisa dikaji untuk menjadi model pembangunan baru adalah goods-job development model. Model ini, kata Rodrik, berfokus pada peningkatan kualitas pekerjaan di sektor kecil dan menengah, menghubungkan kebijakan pelatihan dengan industri, subsidi upah, serta pelayanan usaha yang fleksibel. 

Senada dengan Rodrik, Guru Besar Cape Town University, Haroon Bhorat menekankan pentingnya dukungan terhadap perusahaan mikro dan survivalist firm atau perusahaan yang berada di ambang batas tidak memilii akses terhadap infrastruktur pada fasilitas dasar penyimpanan dan logistik. Meski berada di ambang batas, perusahaan ini umumnya banyak menyerap tenaga kerka.

Selain itu, sektor jasa juga perlu diptimalkan perannya dalam transformasi struktural melalui peningkatan keahlian dari para pekerja di sektor tersebut.

Sementara perwakilan Bank Dunia Maria Monica Wiharja menyampaikan, penciptaan lapangan kerja yang baik bisa dicapai melalui percepatan pertumbuhan produktivitas di semua sektor, melakukan transisi agar pekerja bisa beralih ke sektor yang menciptakan pekerjaan kelas menengah, membangun angkatan kelas kerja menengah, serta memfasilitasi pembelajaran dan dukungan terhadap kelompok pekerja tertentu.

Tahan Banting Sektor Pertanian

Di tengah keterpurukan ekonomi Indonesia karena pandemi global, tidak semua sektor mengalami pukulan besar. Salah satu dari sedikit sektor yang tidak terlalu terpukul pandemi Covid-19 adalah sektor pertanian.

“Pada masa pandemi selain pertumbuhan pada lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan menyumbang pertumbuhan yang positif juga memiliki prosentase yang cukup besar dalam PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia. Pada triwulan I-2020, dan triwulan IV-2020 (pertanian) memiliki kedudukan ke-3 terbesar, sedangkan pada triwulan I-2021 naik menjadi peringkat 2 prosentase tersbesar dalam distribusi PDB berdasarkan lapangan usaha,” papar Fitria Naimatu Sadiyah, peneliti dari Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakarta Magelang.

Fitria Naimatu Sadiyah merupakan penulis jurnal ilmiah “Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Perdagangan Komoditas Pertanian di Indonesia”. Dalam jurnal ini ia mengatakan perdagangan di sektor pertanian selama pandemi Covid-19 di Indonesia terus meningkat.

Menurutnya, sektor paling terdampak pagebluk adalah jasa transportasi dan pergudangan yang mengalami kontraksi pertumbuhan (penurunan) pada triwulan IV-2020 sebesar 13,42 persen dan 13,12 persen pada triwulan 2021. Sektor terpuruk lainnya adalah penyediaan akomodasi dan makanan minum.

“Dampak Covid-19 yang dirasakan oleh Indonesia pada semua aspek, sehingga terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi pada semua aspek. Hanya ada 3 sektor yang nilai nya tidak mencapai nilai negatif selama masa pandemi, yaitu sektor pertanian, sektor informasi dan komunikasi, serta sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial,” ungkapnya, pada bagian kesimpulan.

Sedangkan pada segi perdagangan sektor pertanian terjadi disparitas harga yang sangat berfluktuatif terutama pada bahan makanan pokok. Hal ini disebabkan karena sektor transportasi dan pergudangan yang terganggu. Namun terdapat harga komoditas yang stabil selama masa pandemi yaitu beras, telur ayam, dan gula pasir.

Ia menyarankan bahwa bencana seperti pandemi Covid-19 memerlukan adanya integrasi pengelolaan jaringan pasar induk. Integrasi yang dilakukan agar dapat menanggulangi disparitas harga yang tinggi serta ketersediaan produk di seluruh wilayah. Penurunan pertumbuhan sektor jasa transportasi dan pergudangan harus mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah agar tidak mengganggu distribusi dan perdagangan bahan pokok makanan.

“Selain adanya integrasi jaringan pasar, diperlukan juga adanya peningkatan manajemen stok dan logistik pangan. Peningkatan produksi pada masing-masing daerah,” katanya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//