• Kolom
  • GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (17): Gunung Wayang Pangalengan dengan Pesona Situ Cisanti dan Kawah Wayang di Kedua Lerengnya

GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (17): Gunung Wayang Pangalengan dengan Pesona Situ Cisanti dan Kawah Wayang di Kedua Lerengnya

Perjalanan mendaki puncak Gunung Wayang memberi kita pilihan untuk menikmati dua pesona alam di kedua lerengnya: Situ Cisanti yang asri dan Kawah Wayang nan indah.

Gan Gan Jatnika

Pegiat Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB), bisa dihubungi via Fb Gan-Gan Jatnika R dan instagram @Gan_gan_jatnika

Gunung Wayang diapit oleh Gunung Bedil di kiri dan Gunung Windu di kanan, dilihat dari jalan Kampung Cinyiruan, Agustus 2020. (Foto :Gan Gan Jatnika)

15 Januari 2022


BandungBergerak.id - Berjarak sekitar 33 kilometer arah selatan dari Kota Bandung, berdiri tiga buah gunung dalam posisi berderet membujur dari utara ke selatan. Ketiga gunung tersebut adalah Gunung Bedil, Gunung Wayang, dan Gunung Windu. Gunung-gunung ini muncul di dalam area kaldera Gunung Pangalengan Purba.

Perjalanan mencapai kaki Gunung Wayang dari Kota Bandung membawa kita menikmati dua pesona alam di masing-masing lerengnya, yakni Situ Cisanti di bagian timur dan Kawah Wayang di bagian barat.

Akses dan Lokasi

Secara administratif, Gunung Wayang terletak di Kabupaten Bandung dengan kaki dan lereng sebelah baratnya berada di Desa Wanasuka, Kecamatan Pangalengan, sedangkan kaki dan lereng sebelah timur berada di Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari.

Kedua kawasan kaki dan lereng ini memiliki pesona masing-masing, yang melengkapi keindahan Gunung Wayang. Di lereng bagian barat terdapat sebuah kawah yang indah bernama Kawah Wayang. Sedangkan di lereng bagian timur terdapat danau atau situ nan asri bernama Situ Cisanti.

Memilih jalur yang melintasi Situ Cisanti, kita dapat memilih jalan dari arah Kota Bandung menuju Jalan Mohammad Toha, terus meluncur sampai Baleendah dan Ciparay. Dari Alun-alun Ciparay, kita berbelok ke arah Pacet, hingga tiba di Pasar Cibeureum. Dari sini, kita tinggal bertanya saja ke warga setempat arah menuju Situ Cisanti, Gunung Wayang.

Jarak tempuh dari Kota Bandung ke Situ Cisanti sekitar 50-55 kilometer. Untuk memudahkan perjalanan, kita bisa mencari rutenya di Google dengan memasukkan kata kunci “Situ Cisanti”.

Sementara itu, untuk mencapai Gunung Wayang melalui jalur Kawah Wayang dari Kota Bandung, kita bisa meluncurkan kendaraan ke arah Banjaran, kemudian berbelok ke selatan ke arah Pangalengan. Sebelum sampai Pangalengan, kita berbelok ke kiri di pertigaan Perkebunan Teh Kertamanah. Pertigaan ini mudah dikenali, karena berada tepat di seberang pusat oleh-oleh Pangalengan, yaitu Toko Pia Kawitan.

Dari pertigaan ini, kita mengambil jalan yang ke kiri, menyusuri jalan beton yang sudah bagus mutunya. Setelah melintas di perkebunan teh nan sejuk dan memanjakan mata, kita akan sampai di Kampung Cinyiruan, lokasi berdirinya pabrik dan perkebunan kina pertama di Nusantara. Dari sana, kita akan melewati pemandian air panas Cibolang dan sebuah destinasi wisata baru yang ngehits, yaitu rumah peninggalan Belanda yang menjadi populer setelah digunakan untuk pengambilan gambar film Pengabdi Setan (2017) yang disutradarai Joko Anwar. Sekitar 30 menit kemudian, sampailah kita di Kawah Wayang.

Tidak usah takut tersesat di tengah perjalanan karena banyak papan penunjuk jalan yang akan mengarahkan kita ke tempat tujuan. Untuk memudahkannya, kita mencari rutenya di Google dengan mengetikkan kata kunci “Kawah Gunung Wayang”.

Gunung Wayang memiliki ketinggian 2.198 meter di atas permukaan laut (mdpl), menurut peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) yang diterbitkan Badan Informasi Geospasial (BIG), lembar peta 1208-632, judul peta Lebaksari, edisi I-1999, skala 1:25.000. Di kalangan pendaki, ketinggiannya lebih dikenal dengan 2.182 meter di atas permukaan laut.

Baca Juga: GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (16): Gunung Patuha, Pesona Gunung Api Tua di Bandung Selatan
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (15): Gunung Guhapawon, Jejak Hunian Manusia Prasejarah Gua Pawon dan Taman Batu
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (14): Gunung Pabeasan dan Karanghawu, Upaya Pelestarian Jejak Laut Purba di Padalarang

Toponimi dan Cerita Mitos

Ada beberapa versi toponimi atau asal usul penamaan Gunung Wayang. Yang paling terkenal, nama gunung ini memang diambil dari kata wayang. Hal ini diperkuat dengan penamaan sebuah lokasi di lereng gunungnya yang berupa banyak bebatuan. Bentuk salah satu batunya menyerupai bentuk wayang atau gugunungan dalam kesenian wayang, sehingga nama batunya juga dikenal dengan nama batu wayang. Dari sinilah lalu muncul nama Gunung Wayang.

Ada juga toponimi yang terkait dengan kisah kerajaan zaman lampau. Sayangnya, dari keterangan yang didapat, belum ada kejelasan informasi tentang kerajaan apa yang dimaksud. Dikisahkan, Gunung Wayang merupakan tempat upacara untuk menjaga kelestarian alam dan mensyukuri kekayaannya. Dalam upacara ini para resi guru dan pandita biasanya mengulas ilmu-ilmu tentang bagian-bagian kehidupan, termasuk ilmu pengetahuan yang berperan menjaga keseimbangan alam. Selain diulas, dibacakan juga kitab asal ilmu tersebut.

Upacara ini disebut twahyang. Asal kata twahyang inilah yang kemudian bergeser menjadi wahyang, lalu semakin bergeser lagi dan akhirnya terkenal menjadi wayang. Jadilah nama tempatnya pun Gunung Wayang. (Gunung di Tatar Sunda karya Aan Merdeka Permana, terbitan tahun 2019).

Versi toponimi lainnya, seperti dikutip dari buku Bandung Purba (2004) karya T. Bachtiar, menyebutkan penamaan Gunung Wayang berasal dari dua kata, yaitu wa yang berarti angin atau berangin lembut, dan Hyang yang berarti Dewa. Perpaduan dua kata ini mengandung arti angin lembut yang berasal dari tempat para dewa, atau singkatnya: angin dewata.

Memang ada kecenderungan bahwa penamaan Gunung Wayang bukan bersumber kata wayang dalam maksud kesenian wayang. Namun, menarik untuk ditelaah, apakah mitos tentang suara tetabuhan gamelan yang kadang terdengar di gunung ini ada hubungannya dengan kesenian wayang? Jawabannya ternyata bukan. Konon tetabuhan gamelan yang terdengar mitosnya dari legenda Situ Cisanti.

Pengunjung menikmati suasana Situ Cisanti dengan latar belakang Tugu 0 Kilometer Citarum dan Gunung Wayang, Maret 2021. (Foto Gan Gan Jatnika)
Pengunjung menikmati suasana Situ Cisanti dengan latar belakang Tugu 0 Kilometer Citarum dan Gunung Wayang, Maret 2021. (Foto Gan Gan Jatnika)

Situ Cisanti, Kilometer Nol Sungai Citarum nan Asri

Kesejukan Desa Tarumajaya, khususnya di Kampung Pejaten, tidak lepas dari keberadaan perkebunan teh, sayuran, dan peternakan sapi perah. Ditambah lagi dengan keberadaan sebuah danau nan sejuk, dikelilingi kerimbunan hutan di kaki Gunung Wayang. Danau yang dikenal dengan nama Situ Cisanti ini diyakini sebagai sumber mata air bagi sungai terpanjang di Tatar Parahyangan, yakni Ci Tarum.

Situ Cisanti menjadi tempat berkumpulnya aliran air dari tujuh mata air untuk kemudian dialirkan ke Sungai Citarum. Ketujuh mata air tersebut adalah Ci Tarum, Ci Kahuripan, Ci Koleberes, Ci Haniwung, Ci Sadane, Ci Kawudukan, dan Ci Santi. Nama ketujuh mata air ini tertulis di papan petunjuk wisata dan dapat ditemui saat kita berkunjung ke sana.

Di penjuru Situ Cisanti terdapat tempat yang sering dikunjungi para peziarah. Menurut warga setempat, di Kaki Gunung Wayang sebelah timur itu terdapat makam atau petilasan Eyang Sembah Dalem, Eyang Salasah, Eyang Mangkubumi atau Mangkujagat, Eyang Jagalawang, Eyang Pamukalawang, Eyang Buyut, dan Eyang Haji. Ada yang menziarahi semua makam itu, ta;pi ada juga yang ke satu atau beberapa makam saja.

Eyang Jagalawang dimitoskan sebagai salah satu penguasa Gunung Wayang. Suatu kala Eyang Jagalawang akan menikahkan anak perempuannya, Putri Langka Ratnaningrum, dengan seorang pemuda bernama Gagak Taruna. Namun di hari pernikahan, Gagak Taruna tak kunjung datang. Setelah dicari-cari ternyata ia ditemukan telah meninggal dunia dan mayatnya terapung di permukaan Situ Cisanti.

Konon, dalam perjalanannya menuju tempat pernikahan di Gunung Wayang, Gagak Taruna malah tergoda oleh seorang putri yang sebenarnya merupakan penunggu Situ Cisanti. Singkat cerita, Eyang Jagalawang menjadi galau dan murka. Para pemain gamelan yang tidak berdosa dikutuk menjadi patung batu atau arca. Tungku yang sedang panas ditendangnya hingga menjadi Kawah Cibolang.

Selain makam-makam dan petilasan-petilasan di atas, masih di Situ Cisanti terdapat juga petilasan berbentuk makam dari Eyang Dipati Ukur. Keberadaan petilasan makam Eyang Dipati Ukur di sana terkait perjuangannya mempertahankan Tanah Sunda dari Kerajaan Mataram.

Pengunjung berfoto bersama di kawasan geowisata Kawah Wayang, September 2021. (Foto: Gan Gan Jatnika)
Pengunjung berfoto bersama di kawasan geowisata Kawah Wayang, September 2021. (Foto: Gan Gan Jatnika)

Kawah Gunung Wayang, Fumarol Indah yang Alami

Lain lereng timur, lain lagi lereng barat Gunung Wayang. Jika di lereng timur ada Situ Cisanti, di lereng barat ada kawahnya. Dari kawah ini mengepul asap putih beraroma khas belerang. Pemandangan Kawah Gunung Wayang tidak kalah memikat dibandingkan Situ Cisanti.

Kawah Gunung Wayang ini terbentuk dari formasi lubang-lubang yang mengeluarkan asap belerang (sulfur). Dari beberapa lubang, dapat kita saksikan keluar air hangat. Bahkan ada yang tampak panas mendidih. Lubang-lubang kawah inilah yang dimaksud dengan fumarol, sedangkan gas yang keluar darnya disebut solfatara. Di sela-sela fumarol tersebut, tumbuh beberapa pohon khas daerah kawah, seperti cantigi, suwagi, pakis tangkur, dan pakis kawat.

Kawasan Kawah Gunung Wayang saat ini sudah tertata dengan baik, lengkap dengan berbagai fasilitas pendukung kegiatan wisata, seperti musala, toilet, saung, gazebo, warung, dan bahkan kolam renang yang berisi air hangat. Kawasan ini cocok sebagai pilihan wisata keluarga.

Jalur Pendakian ke Puncak

Ada beberapa jalur pendakian yang bisa dipilih oleh penggemar kegiatan hiking untuk mencapai puncak Gunung Wayang. Dari arah barat, kita bisa mendaki melalui jalur kawah, dari arah utara melalui jalur Gunung Bedil, dari arah timur melalui jalur Situ Cisanti, atau dari arah selatan melalui jalur Gunung Windu. Masing-masing jalur tersebut mempunyai daya tarik dan tingkat kesulitan yang berbeda. Tak bisa dipilih mana yang paling baik atau paling bagus.

Mereka yang baru pertama kali mendaki Gunung Wayang bisa memilih jalur Kawah Wayang. Meski bisa menempuhnya tanpa pemandu, kita tetap harus lapor ke petugas di kawasan wisata itu untuk memudahkan pemantauan. Dari petugas, pendaki juga akan memperoleh arahan tentang jalur dan semua informasi terkait keamanan selama pendakian.

Memulai pendakian dari Kawah Wayang, kita akan bertemu dengan jalur tebing yang sangat terjal dengan jurang curam di kanan kirinya. Namun, jangan khawatir karena telah tersedia jalur memutar yang lebih aman. Jika ragu, kita bisa meminta pemanduan kepada petugas atau warga yang berada di sana.

Pendakian melalui jalur kawah memungkinkan kita bertemu dengan titik yang menarik yang dinamai batu wayang. Di tempat ini, terdapat sebuah batu berukuran cukup besar, dengan bentuk atasnya segitiga, mirip dengan gugunungan dalam pagelaran wayang. Di sampingnya, aa batu dengan permukaan datar tempat kita bisa duduk atau berdiri. Inilah tempat favorit para pendaki, apalagi jika cuaca mendukung.

Sementara itu, untuk pendakian melalui tiga jalur lainnya (Situ Cisanti, Gunung Bedil, dan Gunung Windu), kita sebaiknya ditemani oleh pemandu atau warga setempat yang telah sering mendaki. Selain medan menanjak yang melelahkan, risiko tersesat cukup besar. Apalagi jika datang hujan atau kabut tebal. Jika memilih mendaki tanpa pemandu, sebaiknya perjalanan dilakukan bersama teman yang sudah pernah dan hafal kondisi ketiga jalur tersebut.

Ada catatan menarik tentang puncak Gunung Wayang yang tertulis dalam buku Tamu: A New Zealand Family in Java karya Marie Gray, seorang warga negara Selandia Baru yang sempat bekerja menjadi tenaga medis di salah satu rumah sakit di Kota Bandung.  Di sela-sela jadwal kerja dan liburannya di Kota Bandung dan Pulau Jawa, dia mendaki Gunung Wayang pada tahun 1967. Tiba di puncak, Gray menemukan sejumlah sesajen dan arca dalam susunan tertentu. Ada sekitar enam arca di sana. Menurut kuncen yang menemani pendakian Gray saat itu, keenam arca itu bernama Hyang Pameget, Hyang Isteri, Nyi Mas Dewi Kartini Caja, Patih Sembah Dalem Mangku Jagat, Singa, dan Patih Sembah Singa Raksa.

Tidak lagi bisa ditemukan di puncak Gunung Wayang, entah bagaimana nasib arca-arca yang dituliskan Marie Gray itu sekarang. 

Potret batu wayang yang menjadi salah satu lokasi paling favorit di antara para pendaki, September 2021. (Foto : Gan-gan Jatnika)
Potret batu wayang yang menjadi salah satu lokasi paling favorit di antara para pendaki, September 2021. (Foto : Gan-gan Jatnika)

Potensi dan masalah

Mengunjungi Gunung Wayang memang menyenangkan. Tidak heran jika ada banyak orang yang sampai berulang-ulang datang ke sana. Baik mengunjungi Situ Cisanti, Kawah Wayang, atau mendaki ke puncaknya.

Tiket masuk ke kawasannya juga cukup murah, yakni 10 ribu rupiah. Biaya parkirnya normal. Harga tiket itu sudah termasuk akses menggunakan kolam renang air hangat yang tersedia di dekat area parkir. Khusus untuk pendakian ke puncak Gunung Wayang, pengelola mengenakan tarif tambahan sebesar 15 ribu per orang.

Permasalahan yang kerap dikeluhkan oleh pengunjung adalah masih belum mulusnya fasilitas jalan. Sekitar 1-2 kilometer menjelang kawasan geowisata Kawah Wayang, aksesnya masih berupa jalan berbatu. Ditambah kelokan dan tanjakannya yang cukup tajam, pengunjung harus semakin waspada mengendalikan kendaraannya.

*Tulisan kolom Gunung-gunung di Bandung Raya merupakan bagian dari kolaborasi www.bandungbergerak.id dan Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB)

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//