• Kolom
  • Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (44): Tiga Jenis Binatang yang Dipercaya Anak-anak Sangat Berbahaya

Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (44): Tiga Jenis Binatang yang Dipercaya Anak-anak Sangat Berbahaya

Di kampung, ada tiga binatang yang dianggap anak-anak sangat berbahaya, yakni tokek, buaya, dan burung kapinis.

T. Bachtiar

Geografiwan Indonesia, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung dan IAGI Jabar Banten (Ig: @tbachtiargeo)

Tokek, yang banyak ditemukan di pucuk pohon-pohon kelapa, dipercaya anak-anak kalau menggigit, baru akan lepas bia ada suara halilintar atau guntur. (Ilustrasi: T. Bachtiar)

2 Februari 2022


BandungBergerak.id - Kalau ada yang sedang memanjat pohon kelapa, anak-anak yang melihatnya menjadi agak khawatir. Bukan karena pohon kelapanya sangat tinggi, antara 20-25 meter, tetapi ada kekhawatiran, yang memanjatnya digigit tokek yang banyak berkeliaran di pohon kelapa.

Binatang yang dalam waktu-waktu tertentu berbunyi keras beberapa kali, tokkeee… tokkeee… tokkeee… tokkeee… tokkeee… tokkeee…. Bunyinya itulah yang sering dijadikan tebak-tebakan. Misalnya, berapa kali tokek akan berbunyi, atau samakah antara jumlah bunyi tokek dengan waktu saat tokek berbunyi.

Para pemanjat pohon kelapa di kampung kami sudah sangat andal. Tak ada duanya. Memanjat dengan cepat, dan hanya sekilat buah kelapa yang sudah tua itu dengan sekali tebasan sudah putus, dan berjatuhan.

Mang Sahman adalah satu dari beberapa orang yang jago memanjat pohon kelapa. Hanya sekilat, pohon kelapa yang tinggi itu sudah selesai dinaiki. Goloknya sangat tajam. Mang Sahman pun banyak diminta bantuan untuk menebang pohon kelapa yang berdekatan dengan rumah-rumah. Kalau ditebang bukan oleh ahlinya, dikhawatirkan batang kelapanya akan membanting dan menimpa rumah- rumah yang ada di sekitar pohon kelapa.

Bila yang menebang adalah Mang Sahman, sudah jaminan pohon kelapa tidak akan menimpa rumah-rumah yang ada di bawahnya. Pertama, pelepah kelapa dipotong satu per satu sampai habis. Lalu Mang Sahman turun satu meter dari puncak, hanya sekilat batang pohon itu ia penggal, lalu didorong dengan tenaganya yang kuat ke arah lahan yang masih kosong. Anak-anak yang menyaksikan bersorak gembira.

Turun lebih ke bawah sekitar 3 meter, batang kelapa dipenggal lagi, lalu didorong lagi seperti yang pertama. Batang kelapa yang jatuh berdebam, getarannya membuat kami ketakutan. Bila menurut perhitungannya sudah aman, Mang Sahman mengikatkan tambang besar di ujung batang kelapa, lalu ia turun. Tambang ditarik oleh beberapa orang, lalu bergantian pohon kelapa ditebang menggunakan patik, kampak berukuran lebih besar, dengan gagang lebih panjang.

Pohon kelapa ditebang dari arah pohon itu akan dirobohkan. Setelah agak dalam, dan pohon kelapa sudah terlihat bergoyang-goyang, penarik tambah mengencangkan tarikannya, dan para penebang berganti arah tebangan. Hanya dalam beberapa kali saja, pohon kelapa sudah terlihat miring, dan penarik tambang semakin keras menarik tambangnya, bahkan sambil berlari.

Walau di pohon kelapa itu banyak tokek, anak-anak belum pernah menyaksikan ada pemanjat kelapa yang digigit tokek. Kepercayaan akan binatang ini belum pernah terbukti. Anak-anak mempercayai, bila ada pemanjat kelapa yang digigit tokek, gigitannya tidak akan lepas sebelum ada bunyi guludug, halilintar atau guruh. Itulah yang membuat anak-anak khawatir. Bagaimana kalau bunyi guludug tak kunjung menggelegar?

Baca Juga: Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (43): Mang Sahri bagai Tupai, Berpindah dari Satu Pelepah Kelapa ke Pelepah Kelapa Lain
Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (42): Kehebatan Upas Adi, dari Menangkap Pencuri hingga Menghalau Gerombolan
Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (41): Nyaba ke Bandung, Jam Enam Pagi Sudah Jajan Es Serut Tape Singkong

Ingatan Tajam Buaya

Binatang kedua yang ditakuti anak-anak adalah buaya. Binatang panjang yang ekornya seperti gergaji besar pembelah kayu itu, dipercaya oleh anak-anak mempunyai ingatan yang sangat panjang. Sampai kapan pun buaya akan ingat kepada anak yang sudah berbuat menyakitinya.

Rasa takut itu mempengaruhi perilaku anak-anak selama berada di sungai, di muara sungai, atau ketika berada di pantai. Kalau sedang mandi di Ci Palebuh, misalnya, sedang berada di muara Ci Palebuh, atau sedang mandi di Teluk Cilauteureun, anak-anak tidak ada yang berani melemparkan batu ke air. Khawatir batu yang dilemparkannya itu akan mengenai tubuh buaya yang sedang melintas di sana. Anak-anak meyakini, buaya akan menyimpan batu itu, dan akan mengetahui siapa yang melemparkannya. Sehingga bila anak itu sedang berada di sungai, di muara sungai, atau di pantai, dialah yang akan menjadi sasaran mangsa buaya.

Itulah hal yang membuat tidak ada anak-anak yang berani melemparkan batu di tempat sembarangan, kecuali di Leuwi Kuning, Ci Palebuh, tempat anak-anak bermain air, mandi, dan meloncat dari puncak tebingnya. Leuwi ini sudah sangat kami ketahui segalanya.

Di Leuwi Kuning, anak-anak sudah biasa bermain lempar batu pipih di atas air sungai. Secara bergiliran, anak-anak akan melempar batu yang sudah dipilihnya sendiri. Jumlah loncatan batunya akan dihitung bersama-sama. Siapa yang loncatan batunya paling banyak, itulah pemenangnya.

Ada satu lagi binatang yang oleh anak-anak percaya dapat mendatangkan bahaya bila kepercayaan itu dilanggar, yaitu kepercayaan kepada burung kapinis. Bila pulang ke rumah membawa burung kapinis, maka rumahnya akan terbakar.

Padahal anak-anak suka iseng melempari burung kapinis yang bersarang di bawah sasak beusi, jembatan terpanjang di kampung kami, yang dibuat dari rangka besi. Jembatan ini memotong Ci Palebuh, menghubungkan Cigodeg dengan Babakan Sukapura. Kegunaan sasak beusi ini sangat utama, karena jembatan satu-satunya yang berada di jalan lintas antara Kota Garut dengan Pameungpeuk. 

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//