Sawah di Rancasari Ditargetkan Bisa Panen 4 Kali dalam Setahun, Irigasinya dari Mana?
Sawah di Kelurahan Derwati, Kecamatan Rancasari, menjadi percontohan penerapan konsep IP 400. Konsep ini memerlukan pasokan air irigasi yang cukup.
Penulis Awla Rajul3 Februari 2022
BandungBergerak.id - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menerapkan konsep Indeks Pertanaman (IP) 400 pada lahan sawah seluas 70 hektar di Kelurahan Derwati, Kecamatan Rancasari. Dengan konsep IP 400, ditargetkan sawah tersebut bisa panen empat kali dalam setahun. Lazimnya, masa panen paling banyak dilakukan dua kali dalam setahun.
Konsep ini tentunya perlu diapresiasi mengingat jumlah lahan, khususnya sawah, di Kota Bandung yang terus menyusut terdesak alih fungsi lahan. Merujuk data “Kota Bandung dalam Angka 2003-2018”, Bandung mengalami penyusutan luas lahan sawah yang sangat hebat. Pada tahun 2003, Kota Bandung masih memiliki 2.104 hektare lahan sawah. Pada tahun 2017, luasnya tersisa 725 hektare. Artinya, dalam kurun 14 tahun terjadi pengurangan luas lahan sawah sebanyak 1.379 hektare. Atau, 98,5 hektare setiap tahunnya.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat juga melihat konsep IP 400 yang memanfaatkan teknologi penting bagi Kota Bandung yang kekurangan lahan terbuka hijau. Di sisi lain, persawahan dengan pendekatan IP 400 sangat membutuhkan pasokan air. Sementara kondisi sediaan air Kota Bandung tidak sedang baik-baik saja. Kawasan Bandung Utara yang merupakan daerah resapan sekaligus sumber air bagi Kota Bandung, justru terus terancam alih fungsi lahan.
Plt Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengatakan, Kota Bandung memiliki sawah seluas 767 hektare, antara lain di Rancasari. Penggunaan konsep IP 400 di sawah Rancasari diharapkan bisa menambah pasokan pangan bagi Kota Bandung. Selama ini, kebutuhan pangan Kota Bandung sangat tergantung dari luar Bandung.
“Kebutuhan pangan Kota Bandung itu 96,47 persen berasal dari daerah lain. Semoga dengan rekayasa teknologi ini, 767 hektare lahan persawahan yang kita punya bisa dioptimalkan," ujar Yana Mulyana, saat menghadiri peresmian penanaman padi IP 400 di Rancasari, dalam siaran pers, Rabu (2/2/2022).
Disebutkan bahwa IP Padi 400 merupakan solusi untuk meningkatkan produksi padi nasional tanpa perlu penambahan fasilitas irigasi dan pembukaan lahan baru.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung, Gin Gin Ginanjar mengungkapkan, dari 767 hektare lahan persawahan yang tersedia, Kota Bandung baru berani memulai IP 400 di 70 hektare. Percobaan yang dilakukan di 70 hektar di Rancasari itu disebabkan terkendala penyediaan lahan pertanian yang ideal.
"Kita memiliki beberapa kendala terkait dengan pertanian yang ideal, salah satunya adalah kualitas air irigasi. Mudah-mudahan dengan contoh tahun ini kita memulai di 70 hektare di Rancasari yang dikelola oleh lima kelompok tani, bisa menginspirasi kelompok tani lainnya," ungkapnya.
Kota Bandung sendiri merupakan kota pertama di Jabar yang melaksanakan IP 400. Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jabar, Kusnadi menjelaskan bahwa ketersediaan beras di Jabar per kapita per tahun bisa mengalami defisit. Dari data KSA tahun 2021, produksi padi di Jabar mencapai 9,3 juta ton. Jika dikonversikan ke beras mencapai 5,5 juta ton.
“Kalau kita pakai perhitungan dari Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) kebutuhan per kapita per tahun beras kita ada di posisi 4,5 juta ton. Kita masih surplus karena berada di 5,5 juta ton. Namun, jika menggunakan perhitungan BPS, kebutuhan per kapita per tahun beras Jabar adalah 6,5 juta. Artinya Jabar minus atau defisit,” jelas Kusnadi.
Kusnadi pun berharap dengan terobosan IP 400 ini, Kota Bandung bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan Provinsi Jabar bisa berkontribusi terhadap capaian produksi nasional. Kusnadi juga menyampaikan, ditargetkan 20.000 ha lahan persawahan di Jabar akan menerapkan IP 400.
Baca Juga: Kemacetan dan Krisis Lingkungan di Balik Pembangunan Tol Gedebage (Cigatas)
Data Populasi Burung Blekok Sawah dan Kuntul Kerbau di Rancabayawak, Gedebage, Kota Bandung 2011
Data Perkembangan Luas Wilayah Kota Bandung 1906-2020, Dua Kali Lipat Lebih Luas Berkat Bergabungnya Gedebage
Mengunci Lahan Persawahan
Direktur Eksekutif Walhi Bandung, Meiki W Paendong mengapresiasi program IP Padi 400 yang diterapkan Pemkot Bandung. Ia menyampaikan bahwa permasalahan yang akan muncul ke depannya harus dicermati, misalnya, alih fungsi lahan pertanian. Karena alih fungsi lahan ini menjadi ancaman ke depannya jika tidak dikunci dengan regulasi.
“Kalau dari aspek lingkungan harus dicermati, terutama aspek jangan sampai kawasan pertanian ini juga terancam alih fungsi lahan. Yang artinya memang secara regulasi ditetapkan saja sebagai kawasan pertanian berkelanjutan. Dikunci di situ. Supaya nanti bisa diintegrasikan ke dalam tata ruang Kota Bandung. Dikunci, supaya gak terjadi alih fungsi lahan,” ungkap Meiki W Paendong, saat dihubungi BandungBergerak.id, Kamis (3/2/2022).
Meiki bilang, luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandung masih masih 12 persen, jauh dari 30 persen sebagaimana disyaratkan regulasi. RTH 12 persen tersebut sudah termasuk lahan-lahan pertanian. Sehingga menurutnya penting sekali untuk menjaga kawasan RTH, termasuk lahan-lahan pertanian. Jadi dengan kawasannya yang sudah terjaga dengan regulasi (ditetapkan sebagai IP 400), persentase RTH Kota Bandung tidak berkurang.
Menurutnya, penting menjaga RTH agar tidak beralih fungsi menjadi kawasan komersial, perumahan, dan lainnya. Namun, Meiki mengingatkan program IP 400 agar memperhatikan dan menerapkan pola pertanian ramah lingkungan, seperti mengurangi bahan-bahan kimia dan teknologi yang dipakai agar meninggalkan jejak karbon seminimal mungkin.
Selain mengapresiasi, Meiki memberi catatan khusus mengenai IP 400. Pertanian dengan konsep teknologi ini memerlukan ketersediaan air. Sehingga, sumber air untuk kebutuhan sawah harus dipastikan sumbernya dari mana.
“Sumber air juga harus dilihat dari mana. Saya mencoba menganalisis, kalau airnya dari Kawasan Bandung Utara (KBU), satu sisi KBU daya resapnya sudah berkurang karena marak pembangunan. Secara geografis menggunakan air hulu dari KBU, karena lebih dekat. Gak mungkin dari Bandung Selatan. Bisa, tapi dengan teknologi tambahan dengan jaringan irigasi. Kalau menggunakan pendekatan teknologi bisa menggunakan rekayasa sirkulasi, jadi air berputar, didaur ulang, ini mungkin juga,” ungkapnya.
IP 400 dan Swasembada Pangan
Kondisi lahan persawahan yang kian menyusut menjadi hambatan untuk mencapai ketahanan pangan bagi Indonesia. IP 400 diharapkan menjadi solusi. IP 400 diklaim sebagai terobosan teknologi melalui dukungan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) serta mengedepankan Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Ada empat faktor pendukung sebagai keberhasilan dalam pelaksanaan IP 400 ini, yaitu penggunaan benih varietas padi sangat genjah yang memiliki umur 90-104 hari; pengendalian hama/penyakit terpadu (PHT) dilakukan lebih operasional; pengelolaan hara secara terpadu spesifik lokasi; serta manajemen tanam dan panen yang efisien.
Lahan yang cocok untuk melaksanakan program ini adalah lahan irigasi dengan IP Padi 200, baik menggunakan irigasi teknis atau irigasi sederhana. Selain itu, ada empat syarat yang harus diperhatikan untuk mencapai keberhasilan program ini, yaitu; satu hamparan lahan dengan waktu tanam serempak dengan luas minimal 25 hektare; petak tersier yang dekat saluran sekunder; ketersediaan air irigasi selama 11 bulan; dan bukan daerah endemik hama atau penyakit.
“Di Indonesia ada sekitar 800.000 hektare lahan potensial yang telah teridentifikasi cocok untuk penerapan program ini. Wilayah tersebut tersebar di 17 provinsi yang sukses turut serta dalam program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Bahkan wilayah tersebut diproyeksikan pada tahun 2011 dapat diperluas 410.000 ha lagi,” demikian mengutip laman resmi Puslitbang Tanaman Pangan, diakses Kamis (3/2/2022).