• Cerita
  • BANDUNG HARI INI: Akhir Perjalanan Sang Filsuf Jawa di Bandung, R.M.P. Sosrokartono

BANDUNG HARI INI: Akhir Perjalanan Sang Filsuf Jawa di Bandung, R.M.P. Sosrokartono

Menurut Bung Hatta, Sosrokartono bisa saja hidup sebagai miliarder. Tatapi Sosrokartono memilih mengabdi kepada masarakat, di rumah kontrakannya di Bandung.

Raden Mas Panji Sosrokartono merupakan kakak kandung R. A. Kartini yang sepulang dari pengembaraan di Eropa memilih menekuni pendididikan dan dunia kebatinan di Bandung. (Sumber foto: buku R.M.P. Sosrokartono: Sebuah Biografi (1987))

Penulis Reza Khoerul Iman8 Februari 2022


BandungBergerak.id – Raden Mas Panji Sosrokartono selama hidupnya tidak mau menonjolkan diri. Ia lebih banyak bekerja di jaur pendidikan dan kesehatan di rumah kontrakannya di Bandung, termasuk memberikan semangat pada Bung Karno dan kawan-kawan di masa perjuangan. Sosok yang dikenal jenius yang rendah hati ini wafat 8 Februari 1952 atau tepat hari ini 70 tahun lalu.

Waktu itu Jumat Pahing pukul 11.50 ketika Sosrokartono mengembuskan nafas terakhirnya di rumah kontarakan Dar Oes Salam (Darus Salam), Jalan Pungkur nomor 19 Kota Bandung. Hari itu juga warga Kota Bandung dan orang yang mengenalnya diluapi oleh air mata kesedihan.

Atas wasiat Sang Alif – sebutan Sosrokartono – ia dimakamkan di kompleks Permakaman Sedomukti, Kampung Kaliputu, Kudus, Jawa Tengah, berdekatan dengan makam ibunda tercinta MA Ngasirah dan ayahandanya RMAA Sosroningrat.

Permakaman tersebut merupakan kompleks makam keluarganya, seperti kakeknya (Pangeran Aryo Tjondronegoro IV) dan saudara-saudaranya yang kebanyakan bekas bupati.

”Di makam Sosrokartono itu, tepatnya di atas dinding dekat batu nisannya dipasang foto Sosrokartono dalam sebuah bingkai pigura dan di atas foto itu terdapat satu bingkai lagi yang bertuliskan huruf alif,” tulis Muhammad Muhibbuddin dalam buku R.M.P. Sosrokartono: Kisah Hidup dan Ajaran-ajarannya.

Atas jasa Presiden Sukarno, jenazah Sosrokartono dibawa dari Bandung ke Kudus menggunakan pesawat milik Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Peristiwa tersebut dinilai merupakan kali pertama sebuah pesawat militer mengangkut jenazah seorang masyarakat sipil.                                             

Kakak kandung R.A. Kartini ini memiliki jasa yang besar atas pengabdiannya kepada masyarakat semenjak pulang dari Eropa. Maka tak heran dalam proses pemakamannya banyak masyarakat, khususnya warga Kota Bandung, yang merasa haru dan penuh dengan linangan air mata ketika mengantarkan jenazah Sosrokartono ke tempat peristirahatannya.

Ketika Sosrokartono pulang dari Eropa dan mulai menetap di Kota Bandung, ia memutuskan untuk mewakafkan seluruh kehidupannya kepada masyarakat. Ia tidak memutuskan untuk hidup dengan mewah di tanah airnya. Padahal sebenarnya ia mampu, bahkan Bung Hatta menilai sebetulnya ia mampu menjadi seorang miliarder. Namun ia kembali untuk mengabdi kepada bangsanya.

“Seorang putra Indonesia yang pernah berjuang, menderita, dan mendapat kemenangan yang sampai meninggalnya menggerakkan perbagai tenaga untuk kebahagiaan manusia dan kemegahan bangsa,” begitu Muhammad Yamin menyebutnya.

Baca Juga: BANDUNG HARI INI: Perjalanan Panjang Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung dari Hanya Satu Ruang Kuliah
BANDUNG HARI INI: Peresmian Masjid Cipaganti, Masjid Pertama di Bandung Utara
BANDUNG HARI INI: Kolom Asap Setinggi Dua Kilometer dalam Erupsi Tangkuban Parahu

Rumah kontarakan Sosrokartono bernama Dar Oes Salam di Jalan Pungkur nomor 19 Kota Bandung. (Sumber foto: Buku R.M.P. Sosrokartono: Sebuah Biografi (1987)
Rumah kontarakan Sosrokartono bernama Dar Oes Salam di Jalan Pungkur nomor 19 Kota Bandung. (Sumber foto: Buku R.M.P. Sosrokartono: Sebuah Biografi (1987)

Menyembuhkan Banyak Orang

“Aku jangan ditenar-tenarkan/dibesar-besarkan…biar masyarakat tahu dengan sendirinya,” tutur Sosrokartono.

Dalam hasil sebuah wawancara yang dilakukan oleh Muhammad Muhibbuddin pada Senin, 26 November 2018, ia memperoleh informasi dari juru kunci ke-10 makam Sosrokartono bahwa Sosrokartono berpesan tidak ingin dipopulerkan.

Karenanya ketika disebut nama R.M.P. Sosrokartono, banyak sejumlah orang yang asing dengan nama tersebut. Padahal ketika ia menetap di Bandung, banyak jasa yang ia berikan mulai dari pendidikan, spiritual, hingga kesehatan.

Sosrokartono mulai menetap di Bandung sejak tahun 1927. Kala itu ia mengontrak rumah yang kemudian rumah tersebut dikenal dengan “Dar Oes Salam”, di Jalan Pungkur nomor 19, Bandung. Posisinya sekarang tepat di depan Terminal Kebonkalapa sekarang. Di rumah tersebut, ia mengabdikan dirinya untuk berbagai kegiatan pendidikan hingga kesehatan.

“Di rumah Jalan Pungkur inilah, selama 25 tahun beliau memberi pertolongan penyembuhan kepada segala lapisan masyarakat Bandung yang mengalami sakit maupun mereka yang lagi dalam kesulitan,” tulis Haryoto Kunto, dikutip dari buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe.

Selain itu, rumah tersebut digunakan juga sebagai tempat berkumpulnya para pejuang kemerdekaan pada zaman penjajahan. Mereka yang mangkal di sana mendapatkan pelajaran dari Sosrokartono. Haroyoto Kunto menyebut Sosrokartono sebagai “sumber semangat” karena memang menjadi penopang moril kaum pergerakan di Bandung, seperti Bung Karno dan kawan-kawannya.

Dalam membantu orang sakit, Sosrokartono menggunakan metode pengobatan dan pertolongan dengan air putih. Saban hari ia melakukan pertolongan tanpa membedakan bangsa, suku-bangsa, agama, kepercayaan, dan kedudukan. Ia dengan rela hati memberikan pengobatan tersebut kepada siapa saja.

Sekarang bekas rumah yang pernah dikontrak Sosrokartono sudah tidak bisa ditemukan lagi. Semenjak pascameninggalnya Sosrokartono, rumah tersebut pernah direncanakan akan dipertahakan oleh Komunitas Monosuko dan para pecinta almarhum Sosrokartono.

Namun semua yang direncanakan itu tidak membuahkan hasil, sebab pemilik rumah tidak akan mengontrakkannya lagi. Adapun jika dibeli, harga yang dipatok pada saat itu terbilang sangat mahal. Pada akhirnya pada November 1953, rumah Dar Oes Salam yang terletak di Jalan Pungkur 19 itu ditarik oleh pemilik rumah.

Kini jejak, pasti Sosrokartono di Jalan Pungkur sudah sangat sulit ditemukan. Namun hal ini senada dengan apa yang ia inginkan, yaitu nama dirinya tidak perlu dibesar-besarkan, biar orang mencari tahu sendiri siapa R.M.P. Sosrokartono.

Sosrokartono. (Sumber foto: Buku R.M.P. Sosrokartono: Sebuah Biografi (1987)
Sosrokartono. (Sumber foto: Buku R.M.P. Sosrokartono: Sebuah Biografi (1987)

Meninggalkan Hidup Mewah di Eropa

Menurut penelitian Minanur Rohman Mahrus Maulana, Raden Mas Panji Sosrokartono sebagai tokoh Islam dari kalangan Jawa yang jenius, mampu menguasai berbagai ilmu pengetahuan serta mampu mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Minanur yang juga sarjana dari Program Magister Pendidikan Agama Islam Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang (2017) mengatakan, Sosrokartono sebagai putra bangsa yang cerdas dan memiliki kemampuan membaca masa depan. Ia juga dapat disebut sebagai penyulut lentera nasionalisme Indonesia karena termasuk dalam golongan intelektual bumiputra pertama yang mampu menginspirasi masyarkat Indonesia untuk setia kepada komunitas bangsanya.

Sosrokartono, lanjut Minanur, merupakan seorang putra Indonesia yang selama 29 tahun menghirup napas secara langsung di jantung-jantung pusat peradaban Eropa: Leiden, Denhaag, Jenewa, Wina, Paris. Ia juga sebagai mahasiswa pertama dari suku bangsa Jawa yang disekolahkan di Belanda dan mendapatkan gelar Docterandus in de Oosterche Talen dengan predikat summa cumlaude dari Universitas Leiden dalam bidang sastra dan bahasa timur.

“Ia seorang poliglot 26 bahasa (17 bahasa internasional dan 9 bahasa lokal). Dengan kemampuan tersebut Sosrokartono adalah sosok istimewa yang mampu melihat cakrawala dunia begitu luas,” lanjut Minanur.

Minanur menjelaskan, bahasa adalah rumah kebudayaan mausia. Dengan kemampuan bahasa tersebut Sosrokartono mampu memamami sepenuhnya cara berpikir, bertindak, berperilaku, dan berbagai dimensi spiritual dari berbagai watak bangsa.

Setelah lulus kuliah di Belanda, Sosrokartono lama tinggal di Eropa dan pernah menjadi wartawan perang selama Perang Dunia 1, mewakili koran New York Herald. Minanur mencatat, penghasilan Sosrokartono di Eropa sangat tinggi, yaitu USD 1.250. Selain itu, ia juga pernah bekerja sebagai penerjemah di Wina, Austria, di kedutaan besar Prancis di Denhaag, penerjemah di Liga Bangsa Bangsa di Jenewa.

“Ia dapat hidup mewah di Eropa,” ungkap , ia dapat hidup mewah di Eropa. Namun kenyataannya Sosrokartono memilih kembali ke tanah air yang masih berupa bangsa terjajah dan meninggalkan hidup berkecukupan di Eropa.

Ia tinggal di Bandung, di Darus Salam, Jalan Pungkur, yang merupakan tempatnya mengabdi untuk kepentingan rakyat. Pada 1925, ia menemui Ki Hajar Dewantara dan kemudian diamanahi mengurus memimpin sekolah Natinale Middelbare School di Bandung. Di kota ini ia juga membangun perpustakaan.

“Ia menolak jabatan penting yang ditawarakn oleh pemerintah Hindia Belanda, hingga ia dicap sebagai komunis, dikucilkan, dan diawasi ketat,” kata Minanur.

Di bawah pengawasan ketat Belanda, sekolah Sosrokartono sering kali menjadi tempat pertemuan para pemuda pergerakan seperti Bung Karno dan kawan-kawan.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//