• Kolom
  • GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (20): Gunung Palasari Cilengkrang, Legenda Kerajaan Arcamanik di Titik Tertinggi Patahan Lembang

GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (20): Gunung Palasari Cilengkrang, Legenda Kerajaan Arcamanik di Titik Tertinggi Patahan Lembang

Tidak jauh dari pusat Kota Bandung, Gunung Palasari menjadi salah satu pilihan melakukan perjalanan. Puncaknya yang berupa area lapang cocok untuk lokasi berkemah.

Gan Gan Jatnika

Pegiat Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB), bisa dihubungi via Fb Gan-Gan Jatnika R dan instagram @Gan_gan_jatnika

Gunung Palasari terlihat di antara deretan gunung di Bandung utara dan timur, dilihat dari selatan, pada Januari 2019. Di gunung inilah terdapat titik tertinggi Patahan Lembang. (Foto: Gan Gan Jatnika)

9 Februari 2022


BandungBergerak.id - Warga Bandung lebih mengenal nama Palasari sebagai nama sebuah pasar buku, dibanding nama sebuah gunung.

Kisah legenda yang beredar di masyarakat Bandung Timur, khususnya di daerah Mekarmanik, Sindanglaya, hingga Ujungberung, menceritakan bahwa sekitar permulaan abad ke-17, atau tahun 1600-an di kawasan utara Kota Bandung dipercaya pernah ada sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Arcamanik. Kerajaan ini didirikan oleh raja terakhir dari Kerajaan Pajajaran yaitu Prabu Suryakencana. Tujuanya, menjadi tempat menyimpan beberapa barang berharga Kerajaan Pajajaran dan sebagai tempat Prabu Suryakencana menenangkan diri akibat keruntuhan Kerajaan Pajajaran.

Semasa menjadi raja di Kerajaan Arcamanik, Prabu Suryakencana merubah namanya menjadi Prabu Pamungkas. Setelah sekian lama berada di Kerajaan Arcamanik, ia meninggalkan tempat tersebut. Pemerintahan di Kerajaan Arcamanik dilanjutkan oleh keturunan penasihat kerajaan yang dikenal dengan nama Nini Maranak.

Keturunan Nini Maranak beberapa kali bergantian menjadi penguasa kerajaan, sampai akhirnya Kerajaan Arcamanik mengalami keruntuhan sebagai akibat hubungan cinta segitiga antara Raja, Permaisuri, dan seorang dayang yang bernama Nyi Wilang Kancana. Sang Raja meninggal dunia, sedangkan permaisuri terusir dari kerajaan oleh Ngi Wilang Kananga yang menguasai kerajaan dengan gelar Nyi Ratu Centring Manik.

Pemerintahan Nyi Centringmanik tidak tidak berlangsung lama karena Kerajaan Arcamanik akhirnya runtuh. Nyi Centringmanik menghilang entah ke mana. Ada yang memitoskannya menjadi penghuni kerajaan gaib di wilayah timur Patahan Lembang. Perlu digarisbawahi, bahwa Nyi Centringmanik dalam cerita ini berbeda orangnya dengan Nyi Centringmanik atau Nyi Kentring Manik yang menjadi salah satu istri dari Prabu Siliwangi.

Hubungan kisah ini dengan Gunung Palasari memang cukup erat, karena Gunung Palasari berada di dalam wilayah Kerajaan Arcamanik dan secara geografis menjadi tempat paling tinggi yang dekat dengan pusat kerajaannya. Tidak mengherankan jika hingga beberapa tahun lalu masih ada ritual khusus yang dilakukan di puncak Gunung Palasari terkait keberadaan Nyi Centringmanik.

Geomorfologi Patahan Lembang dan Gunung Palasari

Letak geografis Kota Bandung berada dalam cekungan besar, diyakini dahulunya merupakan dasar dari sebuah danau berukuran sangat luas yang mulai mengalami penyurutan sekitar 16.000 tahun yang lalu. Cekungan besar ini dikelilingi oleh barisan pegunungan yang seolah sambung-menyambung menjadi benteng pelindung kota.

Salah satu bagian pegunungan yang menjadi benteng alami ini adalah dataran tinggi Patahan Lembang di sisi utara Kota Bandung. Patahan Lembang membentang melintang dari timur ke barat sepanjang kurang lebih 29 kilometer, dari wilayah atas Ujungberung di Bandung Timur hingga wilayah Ngamprah di Bandung Barat.

Patahan Lembang secara geomorfologinya terbentuk akibat aktivitas vulkanologi Gunung Sunda Purba dan kemudian Gunung Tangkuban Parahu, serta aktivitas tektonik dari pergerakan lempeng dua benua, yaitu Lempeng Australia di selatan dan Lempeng Euroasia di utara. Pergerakan kedua lempeng di bawah Patahan Lembang ini terbagi menjadi dua sesi, yakni sesi barat bergerak saling bergeser ke kiri dan ke kanan, sedangkan sesi timur bergerak saling mendekati mengakibatkan kedua lempeng itu bertubrukan.

Lempeng Australia menghujam ke bawah Lempeng Euroasia, mengakibatkan pengangkatan lapisan tanah di atasnya. Pengangkatan permukaan tanah di Patahan Lembang sesi timur diketahui lebih tinggi dibanding sesi barat, dan sebagai titik paling tingginya terbentuklah Gunung Palasari di ujung timur Patahan Lembang. 

Bentang alam Patahan Lembang dengan puncak Gunung Palasari sebagai titik tertingginya, dilihat dari Gunung Putri Lembang, pada Januari 2022. ( Foto: Gan Gan Jatnika)
Bentang alam Patahan Lembang dengan puncak Gunung Palasari sebagai titik tertingginya, dilihat dari Gunung Putri Lembang, pada Januari 2022. ( Foto: Gan Gan Jatnika)

Akses dan Lokasi Gunung Palasari

Gunung Palasari berjarak sekitar 15 kilometer dari pusat Kota Bandung ke arah timur laut. Secara administratif lokasi Gunung Palasari berada di wilayah dua desa, yaitu Desa Girimekar dan Desa Cipanjalu. Kedua desa ini berada di wilayah Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. Sebagai tambahan informasi, warga berusia lanjut masih ada yang menyebut Desa Girimekar sebagai Desa Pakemitan, karena sebelum ada pemekaran wilayah, Desa Girimekar adalah bagian dari Desa Pakemitan.

Perjalanan menuju Gunung Palasari dari Kota Bandung bisa ditempuh dari beberapa jalur. Jalur yang paling sering dipilih adalah dari Alun-alun Ujungberung. Dari Alun-alun Ujungberung, kita dapat mengambil arah jalan ke Cigending di belakang alun-alun menuju utara, kemudian melewati tanjakan panjang Pasirwangi, berlanjut ke Cipanjalu dan Palintang, sampai menemukan sebuah tanah lapang yang cukup luas dengan warung sederhana yang dikenal dengan nama Warung Kue Balok Enak. Atau ada juga yang menyebutnya Warung Bu Nunung, sesuai dengan nama pemilik warungnya.

Jalur lainnya bisa ditempuh dari Lembang melalui objek wisata Maribaya dan The Lodge, kemudian berlanjut ke Desa Suntenjaya, terus ke Palintang Ujungberung dan tiba di warung kue balok tadi. Selain itu, kita bisa juga mengunjungi Gunung Palasari dari sisi baratnya, yaitu dari Desa Mekarmanik dan Desa Sindanglaya. Jika dari arah barat, kita akan memperoleh bonus melewati jejak peninggalan kebudayaan Kerajaan Arcamanik serta jejak kejayaan perkebunan kopi di masa lalu, sekitar abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Lokasi Gunung Palasari diyakini pernah pula dilewati oleh Bujangga Manik, seorang pangeran dari Kerajaan Pajajaran yang melakukan kelana dari pusat kerajaan di Bogor hingga menyeberang ke Pulau Bali pada abad ke-16, atau sekitar tahun 1500-an Masehi. Dalam perjalanannya Bujangga Manik sangat rajin menulis nama tempat dan nama gunung yang dia lihat.

Tentang Gunung Palasari pun menulis seperti berikut :

Sadiri aing ta inya leu(m)pang aing ngaler barat, tehering milangan gunung,

Itu ta Bukit Karesi, itu ta Bukit Langlayang, ti barat na Palasari.”

(Sepergiku dari sana, berjalanlah aku ke utara-barat, seakan menghitung gunung.

Itulah Gunung Manglayang, itulah Gunung Karesi, di sebelah baratnya Gunung Palasari.)

Disebutkan dalam tulisan itu, Gunung Palasari dia lihat berada di sebelah barat dari Gunung Karesi dan Gunung Manglayang. Gambaran yang dia tulis sekitar 500 tahun yang lalu cocok dengan lokasi saat ini.

Di zaman internet sekarang, agar memudahkan menuju lokasi Gunung Palasari, kita bisa juga menggunakan bantuan Google Maps dengan memasukkan kata kunci “Warung Kue Balok Enak Palintang”, kemudian tinggal mengikuti rute yang ditampilkan. 

Baca Juga: GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (19): Beragam Kisah di Puncak Jayagiri Lembang, dari Makam Junghuhn hingga Kampung Cilameta yang Hilang
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (18): Gunung Bukittunggul Lembang, Yang Tertinggi di Bandung Utara
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (17): Gunung Wayang Pangalengan dengan Pesona Situ Cisanti dan Kawah Wayang di Kedua Lerengnya

Pendakian Gunung Palasari

Gunung Palasari memiliki ketinggian 1.857 meter di atas permukaan laut (mdpl), menurut peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) yang diterbitkan Badan Informasi Geospasial (BIG), lembar peta 1209-314, judul peta Lembang, edisi I-2001, skala 1:25.000.

Kondisi Gunung Palasari yang menjulang dan kerimbunan hutannya yang masih asri menjadi daya tarik tersendiri bagi peminat kegiatan olahraga dan petualangan di alam terbuka. Apalagi jarak yang tidak jauh dari pusat Kota Bandung dan jalan menuju ke sana yang sudah bagus menjadi tambahan daya tarik. Bahkan Gunung Palasari juga rutin terpilih sebagai bagian dari jalur lomba lari lintas alam trailrunner internasional yaitu Bandung Ultra 100Km.

Untuk mendaki Gunung Palasari, ada dua pilihan jalur, yaitu jalur timur dari Palintang atau jalur barat dengan menyusuri punggungan Patahan Lembang. Yang paling sering diambil orang memang dari jalur timur, dengan titik awal pendakian sekaligus penitipan kendaraan di lapangan yang terdapat warung kue balok tadi.

Pendakian jalur timur tidak memerlukan waktu terlalu lama. Rata-rata waktu tempuh untuk menuju puncaknya sekitar satu sampai dua jam. Cukup singkat memang. Hal ini bisa jadi karena elevatian gain atau celah atau beda ketinggian yang ditempuh sekitar 350 meteran saja. Sebagai catatan ketinggian titik awal pendakian di warung kue balok sudah berada di kisaran 1.500 mdpl.

Perjalanan menuju puncaknya terasa menyenangkan, terlebih bagi yang menyukai suasana hutan rimbun dan pohon-pohon yang berukuran besar. Beberapa tumbuhan yang bisa dijumpai saat pendakian yaitu arben hutan, rotan atau hoe badak alias bubuay, puspa, walisanga, waregu, suren, kaliandra, saliara, dan beraneka ragam jenis tumbuhan pakis.

Di puncak Gunung Palasari, kita bisa menemukan dua buah area lapang yang cukup luas dan nyaman untuk beristirahat. Kita bisa memasang alas duduk atau mengikatkan hammock ke pohon untuk beristirahat sambil menikmati bekal makanan dan minuman hangat yang telah kita persiapkan. Di area puncaknya kita juga bisa memasang tenda dan berkemah, tentu saja jika ingin berkemah kita harus memberi tahu kepada warga di tempat kita menitipkan kendaraan tadi.

Jalur lain yang bisa menjadi pilihan mendaki adalah jalur barat. Memilih jalur pendakian dari barat ini, kita akan diuntungkan dengan kondisi rute yang lebih landau. Tanjakan-tanjakannya tidak seterjal tanjakan dari arah jalur timur. Titik awal pendakian dari jalur barat ini bisa kita pilih mulai dari Puncak Bintang Bukit Moko atau dari Bumi Perkemahan Oraytapa Sindanglaya. Bisa juga pendakian dimulai dari Kampung Pangeteran yang lebih dekat.

Puncak Gunung Palasari merupakan area lapang yang tertutup dengan kerimbunan pohon. Bukan area lapang terbuka yang membuat kita bisa melihat pemandangan luas. Sampai tahun 2012 di puncaknya masih bisa kita temui susunan batu yang disusun sebagai bagian ritual ziarah. Pada tahun 2020-an terlihat ada perawatan untuk lokasi ziarah di tempat tersebut, dengan ditandai pagar di beberapa bagian.

Sebagai catatan untuk kegiatan pendakian dan berkemah, kita harus membawa bekal air yang cukup karena selama pendakian sampai puncak, baik dari jalur barat maupun dari jalur timur, akan sulit bagi kita menemukan sumber air. Catatan lainnya, jika kita akan melakukan perjalanan turun ke arah jalur timur, pastikan kita mengikuti jejak rute saat naik dan ikuti petunjuk arah yang telah terpasang. Seringkali pendaki disorientasi atau tersesat saat turun karena salah membelok di dekat puncak.

Puncak Gunung Palasari menyediakan dua area lapang yang rimbun dengan tumbuhan sehingga cocok untuk berkemah, Oktober 2020. ( Foto: Gan Gan Jatnika)
Puncak Gunung Palasari menyediakan dua area lapang yang rimbun dengan tumbuhan sehingga cocok untuk berkemah, Oktober 2020. ( Foto: Gan Gan Jatnika)

Toponimi dan Sejarah Eyang Dipati Ukur

Menarik membahas toponimi (hal tentang nama dan asal-usul nama tempat) dari Gunung Palasari ini karena seperti diketahui, toponimi gunung-gunung di Bandung Raya terutama yang dekat dengan lokasi Gunung Palasari, ternyata berkaitan dengan legenda Sangkuriang. Contohnya, di sebelah timur ada Gunung Kasur, Gunung Manglayang, dan Gunung Pangparang. Kemudian di utara ada Gunung Bukittunggul dan Gunung Tangkuban Parahu yang semuanya terkait legenda Sangkuriang. Bahkan nama area Palintang juga disebut dalam legenda tersebut.

Namun Gunung Palasari tidak tersebut dalam legenda tersebut. Paling ada sedikit cerita yang menyebutkan bahwa Patahan Lembang yang membentang dengan Gunung Palasari sebagai titik tertingginya adalah rebahan dari sisa batang kayu dari pembuatan perahu Sangkuriang.

Penamaan Gunung Palasari lebih cenderung karena terdapatnya pohon palasari atau pulosari di kawasan hutannya. Ada pun nama ilmiah dari tumbuhan ini adalah Alyxia Reinwardtii Bl. Tumbuhan ini tumbuh menjalar dan menumpang hidup pada pohon besar, dengan akar yang menempel dan menjalar, sehingga dalam bahasa Sunda disebut sebagai areuy palasari atau areuy pulosari. Jika kita mendaki, tumbuhan ini bisa kita temukan menjelang puncak. Manfaat dari herbal palasari ini di antaranya sebagai obat demam, penambah nafsu makan, meningkatkan imunitas tubuh, mengendurkan kejang perut, dan disentri.

Gunung Palasari selain memiliki daya tarik kegiatan pendakian, juga memiliki daya tarik sejarah dan budaya. Semisal di lereng dan kaki bagian baratnya seperti sudah dibahas sebelumnya terdapat peninggalan Kerajaan Arcamanik yang masih terselimut misteri. Di lereng dan kaki sisi utaranya, kita bisa melihat sumber mata air Ci Kapundung yang mengalir melintasi Lembang dan Bandung, serta situs cagar budaya Batu Loceng yang menarik. Sementara itu di kaki sebelah selatan Gunung Palasari, tepatnya di kawasan Cipatapaan, kita akan menemukan peninggalan budaya dan sejarah berupa petilasan Eyang Dipati Ukur.

Petilasan Eyang Dipati Ukur ini berbentuk makam. Namun diyakini bahwa ini bukanlah makam sesungguhnya, melainkan makam tipuan yang dibuat oleh para pengikut Dipati Ukur untuk mengelabui pasukan Kerajaan Mataram yang mengejar Dipati Ukur dan berniat menangkapnya.

Seperti tercatat dalam sejarah bahwa Dipati Ukur, setelah mengalami kekalahan dalam  perang melawan VOC di Batavia, tidak langsung pulang, tapi menenangkan diri terlebih dahulu di pegunungan Bandung Timur, tepatnya di Gunung Pangporang, sebelah utara dari Gunung Pangparang, atau sebelah timur laut Gunung Palasari. Tempat persembunyian Dipati Ukur ini kemudian terlacak oleh pasukan Mataram yang mengejarnya, sehingga Dipati Ukur kemudian berpindah dari pegunungan Bandung Timur ke tempat lain, yaitu pegunungan Baleendah, tepatnya di Gunung Bukitcula. Untuk mengelabui para pengejarnya, dibuatlah makam palsu tersebut.

Ada pula versi lain tentang petilasan berbentuk makam palsu ini. Kabarnya, petilasan ini dibuat untuk mengelabui Patih Mataram yang hendak menangkap Dipati Ukur setelah ia berhenti menjadi salah satu wakil patih Kerajaan Mataram. Ada pun keperluan Dipati Ukur di kaki Gunung Palasari ini untuk mengambil senjata pusaka warisan dari leluhurnya di Kerajaan Pajajaran yang dititipkan di Eyang Dampal. Setelah mendapat senjata yang dimaksud, Dipati Ukur membuat makam palsu tersebut. 

*Tulisan kolom Gunung-gunung di Bandung Raya merupakan bagian dari kolaborasi www.bandungbergerak.id dan Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB)

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//