JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (19): Sukarno Menjadi Anggota Partindo Cabang Bandung
Sekeluarnya dari penjara Sukamiskin, Sukarno diberi tugas untuk duduk pada divisi propaganda dalam kepengurusan Partindo Cabang Bandung.
Hafidz Azhar
Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung
12 Februari 2022
BandungBergerak.id - Selepas bebas dari penjara Sukamiskin, Sukarno kemudian melanjutkan cita-citanya dan ikut bergabung bersama Partindo, partai yang baru dibentuk satu tahun sebelumnya. Tercatat, pada tanggal 1 Agustus 1932 Sukarno terdaftar menjadi anggota sah Partindo Cabang Bandung di bawah kepemimpinan Gatot Mangkoepradja. Kala itu Sukarno masuk bersama istrinya, Inggit Garnasih, dengan nomor anggota 205 dan 206 (Sejarah Perjalanan Marhaenisme Ajaran Bung Karno).
Dalam majalah mingguan Fikiran Ra’jat nomor 6-7 edisi 12 Agustus 1932, sebuah karikatur menunjukkan bahwa Sukarno telah resmi menjadi anggota Partindo. Gambar tersebut menampilkan tiga orang dengan setelan formal. Masing-masing menggunakan jas berdasi yang juga mengenakan peci hitam. Bahkan pada celana ketiga karakter ini tertulis nama-nama yang berbeda sebagai penanda PNI, PI, dan Boeng Karno. Dari ketiga karikatur itu nampak Boeng Karno sebagai tokoh utama. Ia menyodorkan tangan kepada satu orang di depannya, yang bertuliskan PNI. Sedangkan di bawah karikatur itu berisi keterangan, “Kasih Tangan Saudara!: Boeng Karno masuk P.I., tetapi teroes berpolitiek persatoean. Kaoem Marhaen jang sengsara, bersatoelah!”.
Masuknya Sukarno ke Partindo memberikan pengaruh kuat bagi partai baru tersebut. Sukarno diberi tugas untuk duduk pada divisi propaganda dalam kepengurusan Partindo Cabang Bandung. Setelah itu, Sukarno kemudian naik jabatan dan duduk di posisi sebagi wakil ketua mendampingi Gatot Mangkoepradja. Saat mengisi divisi propaganda, peran Sukarno hampir sama ketika ia berada di PNI. Yakni, untuk terjun menggaet massa dengan orasinya yang menggebu-gebu.
Sukarno kadang diberikan tugas keluar cakupannya di wilayah Bandung atau Priangan. Dengan perannya itu Sukarno berhasil menyihir kalangan pemuda sampai ke wilayah timur, terutama di Jawa Tengah melalui orasinya di atas mimbar (Soekarno: Biografi 1901-1950). Dalam pidatonya ia berucap, “Berilah saya seribu orang dewasa dan saya akan memindahkan gunung Krakatau. Tetapi berilah saya seratus pemuda dan saya akan mengguncangkan dunia,” begitulah kata Sukarno, sebagaimana ditulis oleh Lambert Giebels.
Salah satu keputusan Sukarno untuk masuk ke dalam Partindo yaitu ingin meneruskan prinsipnya mengenai marhaenisme. Hal ini bersamaan dengan Maklumat Boeng Karno yang ditulisnya untuk kaum marhaen, berisi:
“Kini orang banjak jang memanggil saja kembali ke ‘practische politiek’. Joega zonder panggilan itoe saja nistjaja kembali ke practische politiek, karena memang kewadjibankoe ikoet berdjoeang diatas practische politiek. Ja, sebenarnja hari keloear saja dari pendjara Soekamiskin, saja soedah kembali ke practische politiek, ja’ni moelai mengoesahakan persatoean Marhaen. Tetapi lebih tegas lagi: kini saja masoek salah soeatoe partai. Kini saja masoek Partai Indonesia. Kini orang bisa melihat dimana Boeng Karno duduk” (Fikiran Ra’jat nomor 6-7 edisi 12 Agustus 1932).
Baca Juga: JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (15): Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) Berdiri
JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (16): Setelah Sukarno Ditangkap, PNI Bubar dan Partindo Berdiri
JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (17): Sukarno Bebas dari Penjara Sukamiskin
Lahirnya PNI Baru
Akan tetapi keputusan Sukarno memilih untuk bergabung dengan Partindo bukanlah tanpa polemik. Setelah dibubarkannya Partai Nasional Indonesia, muncul reaksi dari kaum nasionalis lain. Di antaranya datang dari Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir. Dengan rasa kecewa orang-orang yang menyayangkan bubarnya PNI saling terhubung satu sama lain dan membuat sebuah wadah dengan nama Golongan Merdeka. Kelompok ini mendapat dukungan dari Hatta dan Sjahrir. Sehingga pada suatu konferensi yang digelar di Yogyakarta tanggal 25-27 Desember 1931, muncullah partai baru dengan usulan yang cukup alot. Partai itu bernama Pendidikan Nasional Indonesia, yang lebih dikenal dengan sebutan PNI Baru. Perdebatan mengenai nama partai ini tidak melibatkan Hatta dan Sjahrir, karena keduanya belum berada di Indonesia. Hatta waktu itu masih di Belanda. Sedangkan Sjahrir sedang di perjalanan pulang (Menjadi Indonesia buku I).
Pada tanggal 23-26 Juni 1932, Kongres Pertama PNI Baru berlangsung di Bandung. Acara besar itu dihadiri oleh tokoh-tokoh nasionalis penting, termasuk Sukarno. Dalam kongres tersebut Sukarno berpidato. Ia menggambarkan tokoh-tokoh pewayangan sebagai representasi dirinya, Partindo dan PNI Baru. Nampaknya banyak orang mengira jika Sukarno akan bergabung dengan PNI Baru (Sjahrir: Politik dan Pengasingan di Indonesia). Tetapi Sukarno akhirnya lebih memilih Partindo sebagai wadah pergerakan selanjutnya.
Mula-mula Sukarno mempunyai niatan untuk menyatukan Partindo dengan PNI Baru. Namun pada saat kongres di Bandung kalangan PNI Baru menolak Sukarno berbicara dalam pertemuan tertutup karena dianggap bukan anggota. Di situlah kemudian muncul kembali desas-desus mengenai Sukarno yang akan bergabung dengan Partindo (Menjadi Indonesia buku I). Memang Sukarno sangat menaruh harapan besar dalam menyatukan Partindo dengan PNI Baru. Baginya Partindo dengan PNI Baru tidak memiliki perbedaan, dan sama-sama menginginkan persatuan serta mengabdi kepada kaum marhaen. Setelah ia bergabung dengan Partindo, niatan baik itu masih tertanam dalam hatinya. Hal ini seperti yang diungkapkan dalam maklumatnya untuk kaum marhaen Indonesia.
“Didalam congress Pendidikan Nasional Indonesia jang baroe laloe saja bersoempah, bahwa saja selamanja akan mengabdi kepada Marhaen. Baik di dalam Partai Indonesia maupoen Pendidikan Indonesia saja bisa mengabdi kepada Marhaen itoe. Memang P.I. dan P.N.I. adalah doa-doeanja organisasi Marhaen. Memang P.I. dan P.N.I. adalah doea-doeanja membela kepentingan Marhaen. Memang djoega boekan tanda penjangkalan kemarhaenan P.N.I. kalau saja masoek Partai Indonesia. Saja masoek Partai Indonesia oleh karena Hak saja sendiri, menetoekan sendiri bagaimana sejo gianja saja meme noehi soempah saja tadi itoe” (Fikiran Ra’jat nomor 6-7 edisi 12 Agustus 1932).
Terlepas dari kisruh antara Partindo dengan PNI-Baru, Sukarno selalu memiliki langkah untuk dapat menarik perhatian massa. Cara itu ia terapkan juga dalam organisasi barunya. Sebelum Sukarno bergabung dengan Partindo, jumlah anggota yang terdaftar di Cabang Bandung sekitar 226 orang. Berbeda setelah Sukarno resmi menjadi anggota. Selama satu tahun sejak bulan Agustus, anggota yang terdaftar secara resmi berjumlah 3.762 sampai bulan Juli 1933. Penambahan ini disebut-sebut berkat gagasan Sukarno dalam menambah massa pergerakan Partindo Cabang Bandung. Upaya yang dilakukannya, yaitu, dengan membuat kartu permohonan menjadi anggota kepada para komisioner yang ada di Bandung dan melibatkan mereka untuk turun secara langsung ke kampung-kampung serta meyakinkan masyarakat agar menandatangani kartu tersebut.
Terhitung hingga bulan Desember 1932 jumlah anggota yang masuk dalam Partindo Cabang Bandung bertambah menjadi 1.188 orang (Jalang ke Pengasingan: Pergerakan Nasionalis Indonesia Tahun 1927-1934). Itulah salah satu keberhasilan Sukarno yang dapat ditempuhnya dan juga sebagai bagian dari pertumbuhan Partindo selanjutnya. Meski demikian, langkah Sukarno bersama Partindo masih banyak terbentang rintangan.