Melestarikan Bahasa Ibu Mencegah Punahnya Kearifan Lokal
Hari Bahasa Ibu Internasional memperingatkan tentang pentingnya peran bahasa ibu yang terancam punah.
Penulis Iman Herdiana20 Februari 2022
BandungBergerak.id - Hari Bahasa Ibu Internasional yang diperingati tiap 21 Februari 2022 kembali mengingatkan betapa pentingnya pelestarian bahasa daerah. Meseltarikan bahasa daerah bukan hanya berarti menggunakan kosa kata bahasa ibu, melainkan juga melanggengkan nilai-nilai budaya termasuk kearifan lokal.
Bertepatan dengan Hari Bahasa Ibu Internasional pula, Senin (21/2/2022), Masyarakat Penutur Bahasa Sunda mendeklarasikan pentingnya penguatan penggunaan bahasa Sunda baik di kalangan masyarakat Sunda atau Jawa Barat, para pejabat publik, dan tokoh-tokoh masyarakat. Deklarasi dilakukan di Jalan Garut Nomor 2 Kota Bandung.
Deklarasi itu mengajak seluruh masyarakat Sunda atau Jawa Barat untuk konsisten menggunakan bahasa Sunda. Kemudian mengajak para kepala daerah dan politisi baik di DPR RI maupun di DPRD di Jawa Barat dan Banten untuk membuat kebijakan yang berpihak pada penggunaan bahasa Sunda, seperti bahasa Sunda dalam kurikulum muatan lokal, membuat regulasi yang mewajibkan pengusaha properti dan pariwisata untuk menggunakan bahasa Sunda dalam menamai kawasan dan di hotel-hotel serta tempat wisata.
Selain itu, dalam deklrasi tersebut diharapkan Pemprov Jabar dan DPRD Jabar merevisi Perda No 14 Tahun 2014 mengenai Pemeliharaan Bahasa, Sastra dan Akasara Sunda karena sudah tak sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam revisi Perda itu diharapkan memuat adanya pengakuan standar internasional bahasa Sunda seperti ISO.
Para deklarator adalah penggiat pengembaangan bahasa Sunda, antara lain Cecep Burdansyah sebagai Ketua Panglawangungan Sastra Sunda (PP-SS), Darpan sebagai Ketua Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS), Dadan Sutisna pendiri Sing Rancage, Tri Indri Hardini Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra (FPBS) Universitas Pendidika Indonesia (UPI), Dadang Sunendar Guru Besar FPBS UPI, dan Ganjar Kurnia Ketua Pusat Digitalisasi dan Budaya Sunda (PDBS) Universitas Padjadjaran (Unpad).
"Deklarasi ini diharapkan menjadi penguatan terhadap eksistensi bahasa Sunda sesuai amanat Konstitusi Pasal 32 ayat (2)," kata Cecep Burdansyah, melalui siaran pers yang diterima BandungBergerak.id.
Bahasa dan Budaya
Selain mengandung nilai budaya dan kearifan lokal, anggota tim Pengembang Kurikulum Bahasa Sunda Provinsi Jawa Barat, Darpan, mengatakan pelestarian bahasa daerah penting untuk memperkaya identitas nasional.
“Dengan demikian, kita memelihara bahasa Sunda bukan hanya karena supaya kosa katanya tidak hilang, atau struktur kalimatnya tidak hilang, tetapi nilai-nilai yang terkandung dalam bahasa itu juga jangan sampai hilang,” ujar Darpan, mengitip laman resmi Unpad, Minggu (20/2/2022).
Darpan menyontohkan, kata punten dalam bahasa Sunda akan berbeda rasa dengan “permisi” dalam bahasa Indonesia. Pengucapan kata punten seringkali diiringi dengan gestur tubuh, nada bicara, dan ekspresi wajah yang memiliki nilai tertentu dalam budaya Sunda. Jika kata tersebut hilang, maka nilai yang terkandung juga hilang.
“Bahasa ibu itu perlu dipelihara karena dalam bahasa ibu ada kearifan lokal yang terintegrasi dalam nilai budaya. Kalau suatu bahasa punah, kearifan lokal yang terkandung dalam bahasa itu juga ikut punah,” ujarnya.
Agar bahasa daerah atau bahasa ibu tidak hilang, maka Darpan merekomendasikan perlunya pengenalan bahasa ibu kepada anak sedini mungkin.
“Dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), penting untuk mengenalkan, mengembangkan, dan mengajarkan bahasa Sunda pada anak-anak,” kata Darpan
Menurutnya, salah satu penyebab bahasa ibu dapat hilang adalah karena orang tua tidak mengenalkan bahasa ibunya. Di tanah Sunda misalnya, banyak orang tua yang lebih memilih mengenalkan bahasa Inggris ketimbang bahasa Sunda pada anaknya. Karena tidak dikenalkan sedini mungkin, anak pun menjadi tidak bangga dengan bahasa daerahnya.
Baca Juga: Arteria Dahlan dan Posisi Bahasa Daerah yang sudah Tersudut
Unpad Telaah Fenomena Kata ‘Aing’ dalam Percakapan Bahasa Indonesia
Ustaz E Abdullah dan Majalah Iber, Dakwah Persatuan Islam dalam Bahasa Sunda
Pengguna Bahasa Sunda semakin Berkurang
Setiap kali bertemu momen Hari Bahasa Ibu Internasional, kali itu juga muncul keprihatinan tentang eksistensi bahasa ibu, khususnya bahasa Sunda dewasa ini. Menurut Dosen Program Studi Sastra Sunda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad) Gugun Gunardi, berdasarkan pantauannya pengajaran bahasa Sunda di lingkungan perumahan di Kota Bandung semakin lama semakin berkurang.
Masyarakat cenderung banyak menggunakan bahasa Indonesia atau mengajarkan bahasa asing ketimbang mengajarkan bahasa Sunda. Dengan kondisi seperti ini menurut Gugun secara perlahan bahasa Sunda bisa hilang terkikis zaman.
“Kondisi di lingkungan perumahan di Bandung, sudah langka yang ngomong bahasa Sunda, apalagi yang halus. Kalaupun ada, cenderung bahasa Sunda kasar, atau bahasa Sunda yang dicampur bahasa Indonesia,” ungkap Gugun, dalam seminar daring “Mieling Poe Basa Indung Sadunya: Eksistensi Basa Indung di Jaman Kiwari,” Senin (22/2/2021).
Padahal, bahasa bisa menjadi suatu identitas budaya. Gugun menjelaskan, para ahli menyebut bahwa bahasa merupakan dasar suatu budaya. Jika bahasa Sunda hilang karena banyak masyarakatnya yang tidak menggunakan, budaya Sunda juga dikhawatirkan akan menghilang.Gugun mencontohkan, negara seperti Malaysia mengajarkan tiga bahasa utamanya, yaitu bahasa Melayu sebagai bahasa nasional, bahasa inggris, dan bahasa lokal seperti bahasa Tamil dan bahasa Mandarin.
“Di Jawa Barat sendiri sebenarnya mengatur bahasa Sunda diajarkan dari mulai SD sampai SMA. Tetapi sekarang sangat langka ditemukan guru-guru TK yang menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar. Padahal bahasa ibu ditentukan saat anak waktu kecil,” jelas Gugun.
Gugun menambahkan, bahasa asing juga perlu untuk dipelajari. Mempelajari bahasa asing diperlukan sebagai media untuk mengenalkan bahasa dan budaya Sunda ke tingkat internasional.