• Cerita
  • BANDUNG HARI INI: Hubertus Johannes Van Mook Terbang dari Buahbatu ke Australia

BANDUNG HARI INI: Hubertus Johannes Van Mook Terbang dari Buahbatu ke Australia

Di tengah hujan bom dari pesawat tempur Jepang, Hubertus Johannes Van Mook kabur ke Australia. Ia akan kembali membawa misi membentuk negara federal di Indonesia.

Letnan Gubernur Jenderal Hubertus Johannes van Mook di Indonesia. (Sumber: KITLV 25309)

Penulis Reza Khoerul Iman7 Maret 2022


BandungBergerak.id – Bau mesiu dan dentuman bom dari arah Lembang, menyelimuti Kota Bandung. Hari itu, 7 Maret 1942, tentara Jepang berhasil meluluhlantakkan pertahanan Hindia Belanda di Bandung.

Pesawat-pesawat tempur Jepang menaburkan bom di jantung kota, di sekitar alun-alun, termasuk di taman rumah residen tempat menginap Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda van Starkenborgh Stachhouwer. Jepang mengancam akan meratakan semua kekuasaan Belanda.

“Pada malam hari tanggal 7 Maret 1942, Jenderal Jepang Sato, dengan penuh kebanggaan melemparkan pandangannya dari Lembang ke dataran Bandung. Pasukannya telah mencapai kemenangan dengan gilang-gemilang. Pesawat pembom Jepang menderu-deru di atas Kota Bandung,” tulis Djajusman, dalam bukunya, Hancurnya Angakatan Perang Hindia Belanda (KNIL).

Tjarda van Starkenborgh Stachhouwer segera mengambil langkah-langkah genting sebelum Bandung jatuh dalam pangkuan Jepang. Ia memerintahkan Letnan Gubernur Jenderal Hubertus Johannes van Mook beserta para pembesar sipil dan militer lainnya seperti dr. Ch. O. van der Plas dan Komandan KNIL Mayor Jenderal L.H. van Oyen untuk segera terbang ke Australia.

Van Mook yang menjadi andalan pemerintah Hindia Belanda terbang pada dini hari tepat tepat 80 tahun lalu dari hari ini, Senin (7/3/2022), dari Jalan Buahbatu yang saat itu digunakan sebagai lapangan udara pembantu. Sementara Tjarda lebih memilih untuk menetap di Hindia Belanda yang saat itu segera tunduk pada pasuka Jepang yang dipimpin Jenderal Hitoshi Immamura.

“Pada hampir semua kasus ini, orang-orang yang bersangkutan harus meninggalkan keluarganya di Jawa. Penerbangan ini, dengan KNILM-DC3 Wielewaal, seperti pada tengah malam sebelum itu, dilakukan dari Jl. Bauhbatu yang diperlebar, yang dalam minggu-minggu peperangan terakhir sebelumnya sudah berkali-kali digunakan sebagai lapangan udara pembantu,” ungkap Robert P.G.A Voskuil, dkk, dalam buku Bandung Citra Sebuah Kota.

Suasana kacau-balau itu bagia mimpi buruk bagi pemerintah Hindia Belanda yang telah menguasai nusantara sejak tahun 1800-an. Tjarda harus menerima kenyataan sebagai Gubernur Jenderal terakhir Hindia Belanda, menyaksikan sendiri bagaimana negeri Matahari Terbit menaklukkan dan merebut Bandung, pusat pemerintahan Hindia Belanda.

Bagi Jepang sejak kedatangannya ke nusantara pada 1 Maret 1942, mereka hanya perlu waktu delapan hari untuk merebut tanah Jawa dari tangan Hindia Belanda. Melalui Kapitulasi Hindia Belanda di Kalijati, maka berakhir sudah sejarah penjajahan Belanda di Indonesia.

Dalam buku Runtuhnya Hindia Belanda yang ditulis oleh Onghokham, Gubernur Jenderal Tjarda mengucapkan sesuatu yang membuat Laksamana Helfrich terus mengenang ucapan tersebut.

“Ini adalah akhir yang menyedihkan dari perjuangan yang gigih Laksamana. Saya tetap disini dan memberi doa restu pada Tuan,” kata Tjarda, sebagaimana dikutip Onghokham.

Baca Juga: BANDUNG HARI INI: Akhir Perjalanan Sang Filsuf Jawa di Bandung, R.M.P. Sosrokartono
BANDUNG HARI INI: Perjalanan Panjang Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung dari Hanya Satu Ruang Kuliah
BANDUNG HARI INI: Inggit Garnasih Lahir, Mendampingi Sukarno sampai Gerbang Kemerdekaan

Usaha Terakhir Van Mook

Di ujung kehancurannya di nusantara, Belanda masih memiliki Hubertus Johannes Van Mook yang kelak berperan besar untuk merebut kembali negeri jajahannya. Van Mook memang berhasil kabur dari lapangan terbang Jalan Buahbatu pada malam mencekam itu, tetapi kemudian ia kembali dengan membawa misi terakhir.

Siapa van Mook? Hubertus Johannes Van Mook lahir dari pasangan Matheus Adrianus Antonius Van Mook dan Cornelis Rensia Bouwman di Semarang pada 30 Mei 1894. Masa muda pria berdarah Belanda ini dihabiskan di tanah Hindia Belanda. Ia menyelesaikan pendidikan menengahnya di HBS Surabaya dan pergi ke Delft, Belanda, untuk melanjutkan pendidikan tingkat tinggi.

Van Mook dikenal pria jenuis dan serba bisa, cepat memahami berbagai hal. Hal inilah yang membuat sepanjang riwayat hidupnya ditempatkan di berbagai lini. Biography Portal of the Netherlands menyebutkan Van Mook sejak mahasiswanya merupakan seorang yang aktif. Bahkan ia pernah menjadi anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia.

Selepas dari dunia pendidikan, van Mook dipercaya menduduki berbagai jabatan penting, seperti menjadi inspektur distribusi pangan di Semarang, penasihat di bidang pertanian untuk sultan di Yogyakarta, anggota Volksraad, Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, hingga menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Namun di puncak kariernya  sebagai Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda (jabatan yang setara dengan Wakil Gubernur Jenderal), ia menghadapi situasi gawat: Hindia Belanda sedang di ujung tanduk karena serangan Jepang.

Van Mook kembali ke Hindia Belanda ketika Jepang menyerah pada Sekutu pada Agustus 1945. Ia datang membawa misi membentuk Indonesia sebagai negara federasi di bawah Mahkota Belanda. Namun saat itu Indonesia telah memproklamirkan diri sebagai negara merdeka.

Membentuk Negara Pasundan

Sekembalinya dari Australia ke Hindia Belanda, ia masih memegang jabatan Letnan Gubemur Jenderal Hindia Belanda dan Kepala NICA (Netherlands Indies Civil Administration). Bahkan peran Van Mook erat kaitannya dengan pembentukan negara Republik Indonesia Serikat akhir tahun 1949.

Peran Van Mook di tengah revolusi Indonesia diceritakan dalam buku Menuju Negara Kesatuan: Negara Pasundan yang disusun Helius Sjamsuddin, Edi S. Ekadjati, letje Martina, Wiwi Kuswiah (1992). Buku ini menyebut Republik Indonesia Serikat sebagai rekayasa dari van Mook.

Van Mook tiba di nusantara yang telah berubah menjadi negeri revolusioner, kelompok elit maupun rakyatnya siap mempertahankan kemerdekaan hasil proklamasi dengan senjata. Belanda tak bisa menerima kenyataan yang terjadi di negeri bekas jajahannya itu. Dengan berlindung di balik Sekutu, Belanda ingin tetap menjadikan Indonesia sebagai sebuah koloninya seperti sebelum Perang Dunia II.

Van Mook paham bahwa untuk memutar kembali jarum jam sejarah ke masa pra-Perang Dunia II adalah mustahil. Tetapi untuk mencoba menguasai dan memerintah kembali bekas Hindia Belanda dengan cara lain, patut dicoba. Walaupun hasilnya sulit diramalkan.

Van Mook kemudian memilih memecah-mecah Indonesia dengan membentuk negara-negara federal di bawah Uni Indonesia - Belanda. Antara tahun 1946 – 1949, gerakan pembentukan negaranegara federal dari van Mook ini telah menghasilkan 15 negara yang dapat dibagi dalam dua kelompok: kelompok yang disebut negara (berjumlah enam, antara lain Negara Pasundan) dan kelompok yang disebut daerah-daerah istimewa (berjumlah sembilan).

Negera Pasundan yang didukung dan dibentuk van Mook sendiri terdiri dari dua negara. Pertama adalah Negara Pasundan yang diproklamasikan oleh Suria Kartalegawa dan kedua ialah Negara Pasundan yang dibentuk melalui konferensi-konferensi. Suria Kartalegawa merupakan pemimpin PRP (Partai Rakyat Pasundan).

Sehari sebelum proklamasi, 3 Mei 1947, van Mook mengirim surat kepada komandan divisi B de Waal untuk membantu menyukseskan rapat umum pendirian Negara Pasundan oleh Suria Kartalegawa di Bandung 4 Mei 1947. Bantuan yang diminta van Mook berupa transportasi, menyebarkan undangan dengan pesawat terbang, meminjamkan uang, dan kalau perlu senjata. Rapat umum dilakukan di alun-alun Bandung dan dihadiri kira-kira 4.000 orang.

“Rakyat dikerahkan dari Ujungberung dan Kiaracondong yang diangkut dengan truk-truk Belanda untuk mendengarkan pidato Suria Kartalegawa yang akan memproklamasikan berdirinya Negara Pasundan dan mengangkat dirinya sebagai presiden dan Mr. R. Kustomo sebagai perdana menterinya. Van Mook hadir juga dalam rapat umum ini,” demikian menurut buku Menuju Negara Kesatuan: Negara Pasundan.

Buku tersebut juga mengulas bahwa Negara Pasundan yang didirikan Suria Kartalegawa banyak mendapat penolakan dari rakyat dan elit prorepublik, termasuk dari organisasi Paguyuban Pasundan. Berikutnya, van Mook kembali merekayasa pembentukan Negara Pasundan kedua melalui konferensi-konferensi, antara lain, Konferensi Pemerintah Federal Sementara sebagai pemerintahan peralihan menuju pembentukan Republik Indonesia Serikat.

“Pada hakekatnya Pemerintah Federal Sementara adalah suatu bentuk pemerintah kolonial baru karena diketuai oleh Letnan Gubernur Jenderal Dr. H.J. Van Mook” (Menuju Negara Kesatuan: Negara Pasundan, 1992).

Negara Pasundan dua ini dipimpin oleh wali negara, jabatan setara dengan kepala negara. Tokoh yang menjabat wali negara Negara Pasundan adalah Wiranatakusumah yang dilantik di Bandung oleh van Mook pada 24 April 1948. Wiranatakusumah – yang prorepublik – bersedia menjadi wali negara atas restu pemerintah RI. Ia juga beralasan jabatan ini sebaiknya dipegang oleh orang prorepublik daripada oleh tokoh yang pro-Belanda.   

Berbagai strategi yang dijalankan van Mook mendapat penentangan dari kaum republik maupun dari negeri Belanda sendiri. Semua upaya van Mook gagal ketika revolusi menghendaki seluruh negara federal kembali bersatu menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Van Mook lantas hijrah ke Amerika dan menjadi staff pengajar di Cornell University. Di akhir hidupnya, ia tinggal di Prancis sampai meninggal dunia pada 10 Mei 1965.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//