• Kolom
  • GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (24): Gunung Bukitjarian Tanjungsari dengan Tangga Seribu Menuju Puncaknya

GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (24): Gunung Bukitjarian Tanjungsari dengan Tangga Seribu Menuju Puncaknya

Nama Gunung Bukitjarian di Tanjungsari banyak disebut Junghuhn dalam catatan perjalanannya. Ada tangga seribu yang mengantar kita mendaki menuju puncaknya.

Gan Gan Jatnika

Pegiat Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB), bisa dihubungi via Fb Gan-Gan Jatnika R dan instagram @Gan_gan_jatnika

Puncak Gunung Bukitjarian di sebelah kiri, terlihat dari Gunung Batu Tanjungsari. Di kejauhan, tampak puncak Gunung Geulis Jatiroke, Maret 2022. (Foto: Gan Gan Jatnika)

19 Maret 2022


BandungBergerak.id - Tanjungsari adalah sebuah kecamatan yang berada di wilayah Sumedang bagian selatan, berdekatan dengan kecamatan Jatinangor yang merupakan kawasan pendidikan perguruan tinggi. Walaupun secara administratif berada di Kabupaten Sumedang, gunung-gunung di kawasan ini bisa dimasukkan ke dalam bahasan gunung-gunung yang ada di Bandung Raya. Sama halnya dengan gunung-gunung lain yg ada di wilayah Sumedang yang dekat dengan perbatasan wilayah Bandung, seperti Gunung Kerenceng, Gunung Kareumbi, dan lainnya.

Dalam peta-peta lama pun demikian. Misalnya, dalam peta dataran tinggi Bandung tahun 1920-an (hoogvlakte van Bandung), gunung-gunung tersebut dicantumkan mengelilingi dataran tinggi Bandung.

Ada beberapa gunung di kawasan Tanjungsari. Salah satunya adalah Gunung Bukitjarian. Terdengar asing ya nama gunungnya? Bahkan bagi warga Bandung, nama Bukitjarian lebih akrab dengan nama sebuah jalan di kawasan Ciumbuleuit. Padahal Gunung Bukitjarian ini cukup sering disebut oleh Franz Wilhelm Junghuhn.

Dalam beberapa catatannya, Junghuhn menyebutkan bahwa jika akan melakukan perjalanan dari Bandung menuju Sumedang maka dia akan melewati lembahan antara Gunung Manglayang dan Gunung Bukitjarian. Informasi ini tentu memunculkan rasa penasaran yang cukup menggoda: di manakah Gunung Bukitjarian ini?

Akses dan Lokasi

Gunung Bukitjarian terletak sekitar 22 kilometer ke arah timur dari pusat Kota Bandung. Secara administratif, gunung ini termasuk wilayah Kampung Rancabawang, Desa Cinanjung, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang.

Ketinggian puncaknya adalah 1.173 mdpl (Meter di atas permukaan laut), berdasarkan peta Rupa Bumi Indonesia (Peta RBI) yang diterbitkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) lembar peta 1209-321 edisi I - 2001 dengan judul peta : Cicalengka, skala 1 : 25.000.

Perjalanan menuju Gurung Bukitjarian sangat mudah. Dari arah Kota Bandung, kita mengambil arah ke timur menuju Bundaran Cibiru, lalu ke Cileunyi dan memilih arah menuju Jatinangor, sebelum melanjutkan perjalanan menuju Tanjungsari. Selanjutnya, kita berbelok di sebelah kanan menuju jalan Ciromed-Cikandang menuju Desa Rancabawang hingga tiba di Sekolah Dasar (SD) Sukamantri. Dari sini, kita tinggal bertanya arah menuju wisata tangga seribu Gunung Batu.

Atau, dari Tanjungsari, kita bisa masuk ke jalan di kompleks perumahan Panorama Land, lalu ke belakang perumahan menuju Bukit Akasia Bazar Gantoeng, atau Bukit Panorama. Kendaraan bisa diparkir di Bukit Akasia atau di kawasan wisata Tangga Seribu. Melihat kondisi pandemi saat ini, tampaknya Bukit Akasia lebih ramai suasana hariannya dibandingkan Wisata Tangga Seribu, yang hanya ramai pada hari Minggu atau hari libur lain.

Panduan jalur memuju lokasi dengan menggunakan Google Maps dapat diakses dengan memasukkan kata kunci “wisata tangga seribu Gunung Batu Tanjungsari” atau “Bukit Akasia tanjungsari”, tergantung pilihan kita mau lewat yang mana. Lokasi Bukit Akasia dan Wisata Tangga Seribu toh tidak terlalu berjauhan, sama-sama masih berada di dekat Gunung Batu Pasir Iwir-iwir.

Untuk mencapai puncak Gunung Bukitjarian, kita menyusuri tangga seribu sepanjang separuh perjalanan. Sisa jalurnya berupa setapak yang cukup terjal dan licin di musim hujan. (Foto: Gan Gan Jatnika)
Untuk mencapai puncak Gunung Bukitjarian, kita menyusuri tangga seribu sepanjang separuh perjalanan. Sisa jalurnya berupa setapak yang cukup terjal dan licin di musim hujan. (Foto: Gan Gan Jatnika)

Mendaki dan Menghitung Anak Tangga Menuju Puncak

Memulai pendakian menuju puncak Gunung Bukitjarian, baik yang mengambil titik awal dari Bukit Akasia atau pun dari Wisata Tangga Seribu, kita sebaiknya tetap memilih menuju puncak Gunung Batu terlebih dahulu. Dari sana, pemandangan yang terhampar di depan mata sangat menawan. Kawasan Jatinangor terbentang dengan latar belakang pegunungan Bandung Timur, seperti Gunung Manglayang, Gunung Palasari, Gunung Pangparang, Gunung Sanggara, dan bahkan Gunung Cijambu. Pengalaman ini betul-betul mengingatkan pada catatan perjalanan Junghuhn yang menyebutkan bahwa di sadelan (lembah di antara dua gunung) itulah yang sering dia lewati ketika menempuh perjalanan dari Bandung menuju Sumedang, atau menuju Cirebon. Tentu saja dengan kondisi hutan yang masih rimbun dan jalan yang hanya dilalui oleh pedati kereta kuda.

Dari puncak Gunung Batu, terlihat puncak Gunung Bukitjarian dan puncak Gunung Geulis. Kedua gunung tersebut tampak hijau menjulang, benar-benar menggoda untuk menapakinya. Apalagi saat menjelang senja dan cuaca cerah, pemandangan dari puncak Gunung Batu akan lebih menarik lagi dengan sorot cahaya lembayung matahari senja yang merah keemasan.

Dari puncak Gunung  Batu, perjalanan menuju puncak Gunung Bukitjarian membutuhkan sekitar satu sampai satu jam setengah saja. Treknya mudah dikenali karena sudah terpasang tangga dari beton. Tangga-tangga yang menurut keterangan warga dibuat sekitar tahun 2010 ini ternyata tidak sampai ke puncak. Hanya sekitar setengah perjalanannya saja.

Selanjutnya, kita harus menempuh jalan setapak yang cukup terjal. Untungnya tanjakan itu pendek-pendek sehingga tidak terlalu merepotkan. Hanya memang cukup licin permukaan tanahnya. Disarankan, pendaki membawa beberapa tali webbing atau atau tambang saat melewatinya.

Di beberapa bagian tanjakan mendekati puncak, akan terlihat batuan yang sebenarnya merupakan terobosan magma yang sudah membeku. Selain itu ada beberapa pohon dengan buahnya yang bisa dimakan. Salah satunya, pohon mangga kaweni dengan aromanya yang menyegarkan.

Setibanya di puncak, sesuai dengan perkiraan, kita tidak akan menemukan area lapang yang cukup luas. Bahkan kita akan kesulitan mencari titik puncaknya karena tidak ada plang penanda. Mungkin beberapa waktu lalu ada tanda puncak di sini, terlihat dari adanya dua lubang bekas betonan sebagai pondasi pemasangan plang. Ditambah adanya tongkat kayu berbendera yang dipasang di salah satu puncak pohon. Sayang benderanya sudah sangat lusuh. Lain kali bisa diganti benderanya kalau ke sini lagi.

Satu-satunya area yang cukup lapang dengan pemandangan terbuka ke arah selatan kita temukan di 10-20 meter sebelum titik puncak. Dari tempat ini, puncak Gunung Geulis Jatiroke terlihat sangat menawan. Selain itu jajaran pegunungan Bandung selatan sampai Soreang terlihat jelas. Pemandangan semenarik ini cukup memuaskan, menjadi pengganti rasa lelah sepanjang perjalanan.

Baca Juga: GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (23): Gunung Kasur dan Kampung Gunung Kasur yang Lekat dengan Sejarah Perkebunan Kina
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (22): Gunung Kakapa dan Situ Sipatahunan, Pilihan untuk Jalan-jalan Rute Pendek di Baleendah
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (21): Gunung Pipisan, yang Menawan dari Bukit Barisan Baleendah

Sejarah dan Toponimi, Gunung Iwir-iwir dan Gunung Bukitjarian

Bahasan tentang sejarah dari Gunung Bukitjarian cukup membuat bingung. Jika melihat beberapa peta lama yang dibuat di awal tahun 1900 sampai tahun 1940-an, yang dimaksud dengan Gunung Bukitjarian posisinya ada di Gunung Geulis, sedangkan yang sekarang disebut Gunung Bukitjarian dahulunya adalah sebuah gunung yang bernama Gunung Iwir-iwir.

Pun demikian saat bertanya kepada salah satu warga sepuh di Kampung Rancabawang. Dijelaskan oleh Bah Odeng, yang berusia sekitar 60 tahun, bahwa letak Gunung Bukitjarian memang bukan di titik yang sekarang. Ia bahkan menyebut nama Gunung Bukitjarian dengan nama Gunung Aseupan. Keterangan serupa diperoleh dari warga Kampung Rancabawang lain yang ditemui.

Namun, kebingungan seperti ini tidak menjadi permasalahan karena acuan penamaan yang digunakan sudah jelas, yaitu peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) yang diterbitkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Kalau terjadi perbedaan penamaan di lapangan, prioritas utama adalah merujuk nama yang tertera pada peta RBI tadi. Dengan demikian penamaan dan posisi Gunung Bukitjarian beserta Gunung Geulis sudah sesuai dengan yang dikenal masyarakat sekarang.

Sementara itu, nama Gunung Iwir-iwir memang sudah hilang dari peta RBI. Namun, masih ada masyarakat yang mengetahui bahwa Gunung Batu memiliki nama lama Pasir Iwir-iwir. Dengan demikian, nama Gunung Iwir-iwir tidak sepenuhnya hilang dari bagian pegunungan di kawasan Tanjungsari.

Nama Gunung Bukitjarian berasal dari kata jarian, yaitu sebuah tempat di pekarangan yang biasanya digunakan sebagai tempat pembuangan sampah. Dengan kata lain, Bukitjarian adalah sebuah tempat dengan ketinggian yang lebih dari sekitarnya yang digunakan sebagai area pembuangan sampah.

Ada keterangan yang menceritakan bahwa dahulunya, masih di abad ke-19, warga selalu mengumpulkan sampah dan membakarnya di pekarangan masing-masing, hingga suatu saat datang musim penghujan yang cukup lama dengan intensitas hujan bisa sampai tiga kali dalam sehari. Alhasil, sampah menjadi sulit dibakar dan akhirnya menumpuk, memaksa warga membuangnya ke kaki gunung ini. Walaupun cerita ini belum cukup menjawab kepenasaran akan arti dan makna katanya, tapi untuk sementara cukuplah ini jadi jawaban awal dari toponimi Gunung Bukitjarian.

Ada pun nama Pasir Iwir-iwir berasal dari bahasa Sunda yaitu iwir-iwir yang artinya memperlihat sesuatu yang kecil atau sedikit. Karena Gunung Iwir-iwir bentuknya lebih kecil dari Gunung Bukitjarian, tepat jika nama iwir-iwir disandangkan kepadanya.

Dari sebuah lahan terbuka 10-20 meter sebelum puncak Gunung Bukitjarian, kita bisa menyaksikan Gunung Geulis yang menjulang dengan indahnya di selatan, Maret 2022. (Foto: Gan Gan Jatnika)
Dari sebuah lahan terbuka 10-20 meter sebelum puncak Gunung Bukitjarian, kita bisa menyaksikan Gunung Geulis yang menjulang dengan indahnya di selatan, Maret 2022. (Foto: Gan Gan Jatnika)

Beberapa Kisah Menarik tentang Gunung Bukitjarian.

Pada masa perang melawan Belanda, baik saat sebelum negara kita merdeka atau setelah merdeka, dikabarkan bahwa Gunung Bukitjarian merupakan tempat pengungsian dan persembunyian warga dari kejaran penjajah. Adalah seorang tentara berpangkat letnan dua yang dikenal dengan nama Letda Lukito yang menjadi pemimpin perjuangan ini. Untuk mengenang jasanya, nama beliau dijadikan nama sebuah jalan di sekitar Jatiroke di kaki Gunung Geulis.

Konon, lokasi warga yang mengungsi di Gunung Bukitjarian tidak bisa disentuh oleh gempuran senjata. Bahkan bom yang diarahkan ke sana kembali mental. Setelah masa perang selesai, warga yang tadinya bersembunyi dan mengungsi, akhirnya memilih Gunung Bukitjarian sebagai tempat tinggalnya.

Nama Kampung Rancabawang pun ternyata artinya tidak semata ranca atau rawa yang ditumbuhi perkebunan bawang, tetapi ada yang mengartikan sebagai ranca di awang-awang. Cerita ini berhubungan dengan kepercayaan warga dahulu bahwa untuk memulai musim bertani, mereka harus menunggu datangnya musim hujan, ketika air hujan tercurah dari awang-awang atau langit.

Saat ini kawasan Gunung Bukitjarian telah ditetapkan sebagai bagian dari Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) kawasan hutan pendidikan Gunung Geulis – Institut Teknologi Bandung , sesuai SK no SK.663/Menlhk/Setjen/PLA.4/11/2017 . Tentu saja diharapkan penetapan kawasaan ini menjadi hutan pendidikan memberikan dampak positif terhadap kelestariannya. Jangan ada yang berani melanggar bahkan merusak keasriannya. Jangan lagi terulang penambangan batu yang sempat dilakukan oleh sebuah perusahaan swasta di kawasan Gunung Batu dan Pasir Iwir-iwir.

*Tulisan kolom Gunung-gunung di Bandung Raya merupakan bagian dari kolaborasi www.bandungbergerak.id dan Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB)

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//