GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (23): Gunung Kasur dan Kampung Gunung Kasur yang Lekat dengan Sejarah Perkebunan Kina
Perjalanan mendaki Gunung Kasur di kawasan Bandung timur tidak saja menyegarkan mata. Bertambah pengetahuan kita tentang sejarah perkebunan kina era Hindia Belanda.
Gan Gan Jatnika
Pegiat Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB), bisa dihubungi via Fb Gan-Gan Jatnika R dan instagram @Gan_gan_jatnika
10 Maret 2022
BandungBergerak.id - Di antara ratusan gunung yang mengelilingi kawasan Bandung Raya, tidak sedikit yang mempunyai nama yang unik. Salah satunya adalah Gunung Kasur yang terletak di Palintang, USA alias Ujungberung Sebelah Atas. Ini bukan satu-satunya Gunung Kasur. Ada juga Gunung Kasur di daerah lain, seperti Gunung Kasur di daerah Drawati, Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung dan Gunung Kasur di daerah Gadog, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur.
Gunung Kasur Palintang memang bukan gunung yang sering dijadikan tujuan mendaki, tetapi tak ada salahnya untuk dikenal lebih jauh karena ada cerita menarik tentang gunung ini. Di sini ada nostalgia sejarah tentang perkebunan kina yang sempat berjaya di zaman Hindia Belanda hingga beberapa dekade ke belakang. Sayangnya kisah perkebunan kina di wilayah Gunung Kasur dan sekitarnya seperti sebutir telur di ujung tanduk. Menanti waktu kejatuhannya yang semakin mendekat.
Akses dan Lokasi
Perjalanan menuju Gunung Kasur dari pusat Kota Bandung tidak terlalu sulit. Ada dua jalur yang bisa dipilih. Yang pertama dari jalur selatan melewati Alun-alun Ujungberung dan yang kedua dari jalur utara melewati Maribaya dan Desa Cibodas, Lembang. Dari kedua jalur ini perjalanan akan membawa kita menuju kaki Gunung Kasur sisi sebelah barat dan selatan. Sisi sebelah baratnya bisa ditempuh dengan titik awal Kampung Gunung Kasur, sedangkan sisi sebelah selatan bisa ditempuh dari Kampung Palintang atau dari Kampung Ciangkeb.
Secara administrative, lokasi Gunung Kasur berada di Desa Cipanjalu, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. Gunung ini memiliki beberapa perkampungan di sekelilingnya, serta bertetangga dengan beberapa gunung. Di sebelah timur terdapat Gunung Pacet, atau yang dikenal dengan nama Puncak Dano. Di sebelah barat terdapat Gunung Palasari, yang merupakan titik tertinggi dari Patahan Lembang, sedangkan sisi utaranya Pasir Panenjoan atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Pasir Luhur. Lebih ke utara lagi, tidak jauh dari Pasir Luhur, ada Gunung Pangparang.
Baca Juga: GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (22): Gunung Kakapa dan Situ Sipatahunan, Pilihan untuk Jalan-jalan Rute Pendek di Baleendah
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (21): Gunung Pipisan, yang Menawan dari Bukit Barisan Baleendah
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (20): Gunung Palasari Cilengkrang, Legenda Kerajaan Arcamanik di Titik Tertinggi Patahan Lembang
Geomorfologi dan Toponimi
Gunung Kasur memiliki ketinggian 1.584 mdpl (meter di atas permukaan laut). Data ini ini sesuai dengan peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) yang diterbitkan oleh BIG (Badan Informasi Geospasial) Lembar peta 1209-314 Edisi: I – 2001, judul peta Lembang dengan skala 1:25.000.
Jika dilihat dari sisi selatan, Gunung Kasur terlihat seperti mangkuk yang ditelungkupkan. Nyaris seperti bola yang terkubur tiga perempat bagiannya. Tidak ditemukan bongkahan batu berukuran besar di lereng dan puncaknya. Demikian juga di bagian kaki gunungnya.
Tentang asal usul penamaannya (toponimi), didapat keterangan dari warga Desa Ciangkeb, bahwa kata “Kasur” memang berarti kasur sebagai alas tidur. Menurut warga, kata “kasur” ini ada kaitannya dengan cerita Sangkuriang dan Putri Dayang Sumbi. Saat mau menikahi putri impiannya, Sangkuriang menyiapkan berbagai hadiah untuk diserahkan. Karena pernikahannya gagal terlaksana, maka terjadi huru-hara. Banyak benda yang ditendang dan dilempar oleh Sangkuriang. Kasur ditendang serta jatuh di daerah Palintang yang kemudian berubah menjadi Gunung Kasur.
Kisah ini ini tidak mengherankan karena beberapa gunung di sekitarnya memiliki asal-usul toponimi dari cerita yang sama. Misalnya, Gunung Manglayang berasal dari sumbat danau yang dilemparkan oleh Sangkuriang dan melayang jatuh, kemudian berubah menjadi Gunung Manglayang. Demikian pula Gunung Pangparang yang berasal dari parang, atau senjata yang digunakan Sangkuriang saat menebang pohon dan membersihkan kayunya.
Kata Palintang pun memiliki toponimi yang menarik. Sebagian besar warga Palintang mengartikan nama Palintang berasal dari kata Palintangan yang berarti jalan atau daerah perlewatan, bisa juga jalan atau daerah yang dilintasi ketika melakukan perjalanan. Dalam hal ini tepatnya perlewatan atau perlintasan jika berangkat dari Ujungberung menuju Cibodas, Lembang, pun demikian sebaliknya. Di halaman 410 Kamus Basa Sunda R. A. Danadibrata, terdapat kata lintang yang berarti lingsir (geser) dan liwat (lewat).
Ada juga cerita yang lebih menarik walau tidak banyak yang menuturkan. Ternyata nama Palintang masih berasal dari rangkaian kisah Sangkuriang. Disebutkan bahwa Palintang adalah nama seorang sahabat dari Sangkuriang. Pertemuan pertama mereka terjadi ketika Sangkuriang berjalan tanpa tentu tujuan setelah diusir oleh ibunya (Dayang Sumbi) akibat membunuh anjingnya yg bernama Si Tumang saat berburu. Dalam cerita, Si Tumang sebenarnya ayah dari Sangkuriang. Pada saat berjalan dengan menahan sakit di kepala akibat dipukul oleh Dayang Sumbi, bertemulah Sangkuriang dengan Palintang, kemudian mereka berteman dan sama-sama berlatih ilmu kanuragan.
Kedua sahabat itu pun lalu berpisah untuk berkelana dengan arah berbeda. Jika Sangkuriang berkelana ke timur, maka Palintang berkelana ke arah berlawanan, yaitu ke barat. Kelak mereka akan bertemu kembali saat dewasa. Sayangnya Palintang yang saat itu sudah menjadi panglima tentara sebuah kerajaan, dan diutus oleh rajanya untuk mengikuti sayembara kanuragan memperebutkan seorang putri harus terbunuh oleh pasukan Guriang yang merupakan anak buah Sangkuriang. Tempat terbunuhnya Palintang sekarang menjadi perlintasan antara Ujungberung dan Cibodas, Lembang.
Di dekat Palintang ini dahulunya terdapat sebuah gunung yang bernama Gunung Putri dengan ketinggian 1.578 mdpl. Sayangnya, pada peta sekarang nama Gunung Putri ini sudah tidak tertera. Jika penasaran ingin membuktikan, kita bisa melihat peta lama yang dibuat tahun 1905. Dalam peta ini masih tertera nama Gunung Putri, posisinya dekat sekali dengan posisi Gunung Kasur.
Kampung Gunung Kasur, Pemukiman Karyawan Pabrik Kina yang Masih Lestari.
Sekitar 1 kilometer ke arah utara dari puncak Gunung Kasur terdapat sebuah permukiman yang dikenal dengan nama Kampung Gunung Kasur. Permukiman ini sudah ada sejak lama. Peruntukkannya sebagai permukiman bagi karyawan pabrik dan perkebunan kina. Keberadaan kampung ini diyakini sudah lebih dari seratus tahun, sesuai dengan keberadaan dan sejarah perkebunannya.
Mengapa diberi nama Kampung Gunung Kasur? Tentu saja terkait dengan keberadaan perkebunan kina yang dahulu luasnya sampai ke kawasan Gunung Kasur. Hasil panen kina dari perkebunan di Gunung Kasur dibawa dan diolah di sebuah pabrik yang berada di belakang perkampungan ini. Pabriknya pun disebut Pabrik Kina (kina fabriek) Gunung Kasur.
Dalam catatan sejarah yang ada di Balai Arkeologi Jawa Barat, terdapat keterangan bahwa dahulu ada beberapa pabrik dan perkebunan kina di sekitar tempat itu. Dalam istilah zaman Hindia Belanda, perkebunan dalam skala cukup luas serta diolah dengan menggunakan peralatan modern disebut dengan Onderneming.
Onderneming Gunung Kasur dilengkapi dengan pabrik pengolahan kulit kina yang diresmikan pada tanggal 1 Agustus 1884. Selain itu, di dekatnya terdapat Onderneming Panglipur Galih, Onderneming Cisarua, dan Onderneming Pangparang. Setiap Onderneming dilengkapi dengan bangunan pabrik dan perkampungan karyawannya. Perkampungan yang masih tersisa adalah Panglipur Galih yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Pangli dan Kampung Gunung Kasur.
Sedangkan keberadaan Kampung Pangparang sudah hilang ditelan zaman. Begitu pun keberadaan bangunan pabrik kinanya sudah tak lagi ada di tempatnya. Hanya tersisa pabrik kina paling besar yaitu Pabrik Kina Bukit Unggul di dekat Kampung Pangli.
Kampung Gunung Kasur masih mempertahankan tata letak yang asli. Tumah-rumah masih banyak yang terbuat dari kayu dengan bentuk bangunan rumah panggung dan memiliki halaman tanah merah yang cukup luas. Perapian untuk memasak pun masih banyak yang menggunakan hawu atau tungku berbahan bakar kayu.
Untuk sarana beribadah, terdapat sebuah masjid berukuran sedang. Halaman masjid cukup luas, dengan sarana MCK yang tersedia bagi warga atau pengunjung. Namanya Mesjid Yadul Ulya, yang mengandung arti tangan yang di atas. Maknanya, tangan yang di atas lebih mulia dari tangan yang di bawah, atau memberi sedekah lebih baik daripada menerima.
Mendaki dan Mengunjungi Gunung serta Kampung Gunung Kasur.
Perjalanan mendaki Gunung Kasur bisa dilakukan melalui Kampung Gunung Kasur atau Kampung Ciangkeub. Rekomendasinya, ambilla jalur Kampung Gunung Kasur melalui puncakan lahan perkebunan yang dahulunya disebut Gunung Putri. Rute perjalanan bisa dibuat memutar dengan jalur berangkat dari sisi selatan Kampung Gunung Kasur dan nanti pulang dari arah utara atau belakang perkampungan. Puncak Gunung Kasur sendiri saat ini merupakan lahan semak dan mulai terambah dengan pembukaan lahan perkebunan sayuran, terutama sisi bagian lereng utaranya.
Setelah mencapai puncak, ada baiknya melanjutkan perjalanan ke puncak Pasir Luhur yang tidak jauh dari sana. Dahulu Pasir Luhur dikenal dengan nama Pasir Panenjoan (1.724 mdpl), atau sekitar 200 meter lebih tinggi dibandingkan puncak Gunung Kasur. Setelah turun dari Pasir Luhur, kita bisa melanjutkan perjalanan ke Leuweung Datar, dikenal pula dengan warung teras tenda biru. Meneruskan perjalanan melalui jalan yang mengarah ke Gunung Pangparang, kita akan tiba di Pasir Angin, lalu berbelok ke kiri dan menuju Kampung Gunung Kasur.
Di perjalanan menuju Kampung Gunung Kasur, kita akan menemukan lokasi bekas bangunan Pabrik Kina kina fabriek onderneming Gunung Kasur. Sayang, tak ada lagi bangunan tersisa. Sekarang tempatnya berupa semak dan kebun sayuran dengan beberapa pohon puspa berukuran besar tumbuh di sana.
Menuruni bekas area pabrik, kita akan menemukan selokan berair jernih dengan mata air yang keluar dari bebatuan. wWrga sekitar menyebutnya daerah Leuwimaung (Lubuk macan). Setelah menyeberangi selokan jernih nan bening ini, sampailah kita di belakang Kampung Gunung Kasur.
Perjalanan singkat dengan durasi sekitar 3-4 jam sangat menyenangkan. Selain memanjakan mata dan paru-paru dengan kesegaran pemandangan dan udaranya, kita juga mendapatkan tambahan wawasan sejarah perkebunan kina di tanah Parahyangan, khususnya di kawasan dataran tinggi Bandung timur.
Untuk parkir kendaraan dan titik awal perjalanan, kita bisa memilih sebuah tanah lapang di Kampung Gunung Kasur. Lahannya cukup luas, dengan warung sederhana yang menyajikan beragam makanan dan minuman. Tersedia mi instan goreng atau kuah, kopi dan teh lemon, cireng isi keju atau ayam pedas, dan kue balok sebagai menu unggulannya. Namanya Warung Kue Balok Enak Kampung Gunung Kasur.
Untuk memudahkan perjalanan ke Gunung Kasur, kita bisa menggunakan bantuan internet dengan memasukkan kata kunci “warung kue balok enak” di mesin pencarian. Nantinya kita akan ditunjukkan arah menuju ke sana.
*Tulisan kolom Gunung-gunung di Bandung Raya merupakan bagian dari kolaborasi www.bandungbergerak.id dan Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB)