• Kolom
  • Sakti Alamsyah dan Prioritasnya pada Editorial Management Pikiran Rakyat

Sakti Alamsyah dan Prioritasnya pada Editorial Management Pikiran Rakyat

Sakti Alamsyah, pemimpin umum surat kabar Pikiran Rakyat ketika itu, tidak ragu memilih di antara keredaksian dan bisnis. Editorial management jadi yang utama.

Tri Joko Her Riadi

Pemimpin Redaksi BandungBergerak.id

Potret Sakti Alamsyah, salah satu pendiri surat kabar Pikiran Rakyat versi 24 Maret 1966 silam. Dalam mengelola koran yang sampai sekarang masih bertahan itu, dia menempatkan mutu keredaksian di atas bisnis. (Sumber foto: buku Teoritisi dan Praktisi Publisistik Berbicara)

24 Maret 2022


BandungBergerak.id - “Mana yang diprioritaskan: editorial management atau business management?”

Pertanyaan pamungkas itu dilontarkan kepada Sakti Alamsyah, Pemimpin Umum Pikiran Rakyat, dalam sebuah wawancara di suatu hari di tahun 1980. Sakti tidak sedikit pun bimbang menjawabnya.

Editorial management, itu yang harus kita prioritaskan,” katanya.

Sang Pemimpin Umum sekaligus salah satu perintis penerbitan kembali Pikiran Rakyat di tengah suasana tak menentu pascaGerakan 30 September (G30S) 1965 itu kemudian menjelaskan bagaimana urusan ‘isi’ dalam pengelolaan media merupakan “segala-galanya”. Pegangannya sudah jelas betul. Tidak ada tawar-menawar. Ia berulang kali menyebutkannya dalam wawancara itu: bermanfaat bagi audience.

Kalau urusan ‘isi’ ini betul-betul sudah beres (bermutu, aktual, benar), barulah manajer sirkulasi bisa menegedarkan koran di pasaran. Barulah manajer iklan bisa bekerja mencari perusahaan atau lembaga pemerintah yang mau mengisi kolom-kolom pariwara.

“Karena itulah, bagi perusahaan pers kita, tidak dapat lalai terhadap pentingnya editorial management ini. Saya yakin inilah yang paling menentukan di dalam usaha-usaha selanjutnya,” tutur Sakti.

Dalam kata-katanya sendiri, Sakti mendeskripsikan credo-nya tentang bisnis pers demikian: “Kalaupun ada berita bagus, tetapi tidak hangat, kurang menarik juga. Kalau berita itu hangat, tetapi mengandung kebohongan, ini menjemukan juga audience”.

Dalam bahasanya Kovach dan Rosenstiel dalam buku berpengaruh Sembilan Elemen Jurnalisme, inilah elemen jurnalistik “menjadikan yang penting, menarik”. Yang penting dulu dipegang, baru kita berpikir sekuat tenaga bagaimana membuatnya menarik bagi publik. Itulah tanggung jawab para insan pers.

Baca Juga: Sejarah Lain Pikiran Rakyat Bandung
BUKU BANDUNG (8): Kesaksian Otentik nan Sentimental 22 Jurnalis Pikiran Rakyat
Cerita tentang Keberagaman bagi Para Penghayat Cilik

Redaksi adalah Kunci

Wawancara Sakti Alamsyah dengan Muhammad Ruslan, dijuduli “Manajemen Persuratkabaran dengan Berbagai Masalahnya”, termuat dalam buku Teoritisi dan Praktisi Publisistik Berbicara (1980). Setebal 188 halaman, inilah buku perayaan Hari Jadi XX Fakultas Publisistik Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung. Sekarang kita mengenalnya sebagai Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Unpad. Selain Sakti, ada beberapa tokoh lain menyumbang tulisan dan gagasan dalam buku ini.  

Membaca teks wawancara yang tercetak di buku ini, kita bisa menebak-nebak Sakti Alamsyah adalah seorang yang bersemangat dalam berbicara. Semua pertanyaan yang diajukan pendek-pendek saja, namun sang tokoh pers itu menimpalinya panjang-lebar.

Sakti secara fasih berbicara tentang ringkasan sejarah pers Indonesia. Tentang bagaimana tradisi yang dibangun Belanda masih saja kuat pengaruhnya. Ia juga memiliki cakrawala luas tentang bisnis pers tidak hanya di Tanah Air, melainkan juga Asia dan Eropa. Dibandingkannyalah redaksi dan sirkulasi koran di berbagai-bagai negara.

Namun kita segera tahu minat terbesar Sakti ada di bahasan seputar editorial management. Ia begitu bersemangat, dan begitu yakin, ketika membicarakan topik itu. Bagi Sakti, redaksi adalah kunci.

Pada 1980 itu, Pikiran Rakyat adalah koran nasional. Sejak 1975, tak hanya Bandung dan Jawa Barat, harian ini diedarkan ke seluruh pulau Jawa, sebagian Sumatera, dan konon bahkan menyeberang hingga ke Singapura dan Malaysia. Status koran nasional ini disandang PR selama sekitar 11 tahun.

Di sampul belakang buku “Teoritisi dan Praktisi Publisistik Berbicara” itu Pikiran Rakyat mengiklankan diri lewat karikatur Mang Ohle yang sedang membaca koran sambil berjungkat-jungkit dengan sang nyonyah.  Ada tagline “Beritanya Dapat Dipercaya”, dilengkapi dengan judul karikatur “Koran yang ber-Keseimbangan”. Tercantum di bawah gambar itu alamat beberapa kantor PR. Selain Jalan Asia-Afrika Bandung, PR punya kantor perwakilan di Jalan Gajah Mada Jakarta, Jalan Sedep Malem Surabaya, Jalan Jenderal Sudirman Ciamis, serta Jalan Siliwangi Cirebon.  

Pada 1983, tiga tahun setelah memberikan wawancara dengan panitia Dies Natalis Fakultas Publisistik Unpda itu, Sakti Alamsyah meninggal dunia. Ia dihormati karena telah meletakkan pondasi kokoh bagi editorial dan bisnis Pikiran Rakyat yang tahan uji hingga berpuluh-puluh tahun kemudian. Posisi Sakti di perusahaan digantikan oleh Atang Ruswita yang sebelumnya menjabat Pemimpin Redaksi.

Pada 1986, Pikiran Rakyat memutuskan untuk kembali ke kandang, menjadi koran regional Jawa Barat yang berbasis di Bandung. Salah satu pertimbangannya adalah beban sirkulasi yang semakin berat.

Syafik Umar, dalam buku “Pers Memetik Zaman” (2013), mencatat bagaimana keputusan kembali ke kandang itu merupakan sebuah pilihan berisiko. Ada ancaman nyata secara finansial. Piutang di agen luar daerah, yang jumlahnya tidak sedikit, menjadi tidak tertagih. Namun, pilihan berani itu toh akhirnya berbuah manis.   

“Dalam waktu relatif singkat, selama tiga tahun tiras PR naik hampir 50 persen dan volume iklan terutama iklan display nasional meningkat hampir 20 persen,” tulis Syafik yang menjadi bagian dari kelompok wartawan perintis PR versi 1966.

Sejak dua tahun lalu, ketika era internet membuat mesin cetak raksasa seharga ratusan milyar rupiah terlihat rapuh di hadapan laptop dan gawai, Pikiran Rakyat memutuskan kembali menjadi media nasional lewat pengembangan besar-besaran di wadah daring (online), dengan tagline-nya: “Media Nasional Berjejaring”. Saat ini situs web PR daring sudah merangkul ratusan subdomain yang menerbitkan ratusan atau bahkan ribuan artikel setiap harinya.

Bolehlah kita berandai-andai. Kalau pertanyaan untuk Sakti Alamsyah 42 tahun lalu disodorkan lagi hari ini, tepat ketika Pikiran Rakyat merayakan ulang tahunnya yang ke-56, – “Mana yang diprioritaskan: editorial management atau business management?” –, apakah kita masih akan mendapati jawaban yang sama dari para petingginya? Kita belum tahu. 

Dirgayahu, Pikiran Rakyat!

*Tulisan ini merupakan pemuatan ulang, dengan sedikit penyuntingan, artikel berjudul "Sakti Alamsyah: Editorial Management, Itu yang Harus Kita Prioritaskan" di blog pribadi www.bukusakuwartawan.wordpress.com

Editor: Redaksi

COMMENTS

//