• Nusantara
  • Aktivis 98 Unpad: Elite Politik yang Mewacanakan Penundaan Pemilu 2024 sebagai Begal Demokrasi

Aktivis 98 Unpad: Elite Politik yang Mewacanakan Penundaan Pemilu 2024 sebagai Begal Demokrasi

Jaringan Aktivis 98 Unpad mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan sikap tegas menolak wacana penundaan pemilu 2024.

Gedung KPU RI, Jakarta. (Sumber: Twitter KPU RI)*

Penulis Delpedro Marhaen25 Maret 2022


BandungBergerak.idArus penolakan wacana penundaan pemilu 2024 semakin deras. Jaringan aktivis 98 Universitas Padjadjaran (Unpad) menyatakan sikap menolak wacana penundaan pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan menjadi tiga periode. Mereka menyebut para elite politik yang mewacanakan penundaan pemilu 2024 ini sebagai begal demokrasi.

Jaringan Aktivis 98 Unpad mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan sikap tegas menolak wacana penundaan pemilu 2024. Mereka juga meminta Presiden Jokowi untuk menertibkan komunikasi politik para menterinya di kabinet agar tidak memprovokasi publik dengan wacana ini.

Juru bicara Jaringan Aktivis 98 Unpad, Yodhisman Sorata menduga terdapat segelintir orang yang saat ini tengah ngtotot menunda pemilu dan merusak proses demokrasi. Dengan demikian, kata dia, wacana penundaan pemilu 2024 maupun tiga periode masa jabatan presiden harus ditolak. Hal tersebut karena bertentangan dengan sistem demokrasi di Indonesia.

“Maka kami meminta kepada para elite politik, untuk tidak berkonspirasi dan membegal proses demokrasi dan prinsip-prinsip reformasi melalui Amandemen Undang-Undang Dasar,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Aktivis 98 Unpad Melawan Begal Demokrasi, Kamis, (24/03/2022).

Yodhisman menegaskan bahwa pemilu merupakan sarana mutlak dalam sistem demokrasi. Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil mutlak dilaksanakan setiap lima tahun sekali dengan masa jabatan dua periode. Hal tersebut diatur dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945. Dengan demikian tidak ada alasan pembenar untuk menunda pemilu.

“Sayangnya saat ini kita menyaksikan sejumlah elite politik, yang berusaha mendorong kepemimpinan nasional untuk menyimpang dari ketentuan konstitusi negara tentang pemilu,” ungkapnya.

Selain itu, kata Yodhisman, tunduk pada ketentuan konstitusi ini merupakan salah satu cita-cita reformasi 1998 yang digelorakan oleh mahasiswa, termasuk aktivis mahasiswa Unpad pada di tahun 1998. Oleh karenanya, menjadi pengkhianatan apabila tidak menolak wacana penundaan tersebut. Menurutnya, demokrasi hari ini tak terlepas dari perjuangan para aktivis 98 yang berjibaku untuk menggapai reformasi.

“Kami dulu mencapai reformasi itu tidak gampang, kami berdarah-darah di jalanan, bahkan ada kawan-kawan kami hilang menjadi tumbal reformasi, kemudian sekarang ingin mengubah hal itu,” kata Yodhisman.

Yodhisman menegaskan dalam waktu dekat pihaknya bertekad untuk melakukan unjuk rasa secara besar-besaran apabila wacana ini urung diniatkan. Pihaknya akan segera melakukan konsolidasi dengan kelompok prodemokrasi lainnya jika isu politik ini terus dihembuskan oleh para begal demokrasi.

“Jika diperlukan turun ke jalan kami akan lakukan lagi seperti 98 dulu,” tegasnya.

Baca Juga: Penundaan Pemilu 2024 Mengkhianati Amanat Reformasi
Penolakan terhadap Wacana Penundaan Pemilu 2024 semakin Menguat
Aktivis Hingga Akademikus di Bandung Menolak Wacana Penundaan Pemilu 2024

Efek Domino

Selain itu, Yodhisman pun menjelaskan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden akan memiliki efek domino pada sistem penyelenggaraan pemerintahan. Titik persoalanya ada pada penambahan masa jabatan para pejabat publik lain yang ditentukan berdasarkan hasil pemilu. Artinya, tidak hanya presiden, tetapi berdampak kepada kepala daerah atau legislatif di tingkat provinsi, kota dan kabupaten.

Nantinya, kata dia, terhadap jabatan publik lainnya akan turut diperpanjang. Hal itu akan menimbulkan ketidakpastian hukum karena akan memungkinkan kepala daerah atau legislatif di tingkat provinsi, kabupaten dan kota untuk memiliki alasan melakukan perpanjangan masa jabatan.

“Ini kan tidak boleh, mereka ini mendapat mandat rakyat hanya untuk lima tahun, tiba-tiba merasa berhak memutuskan perpanjangan diri mereka sendiri hanya lewat musyawarah di kantor mereka, itu yang tidak bisa kami terima,” paparnya.

Setali tiga uang. Dalam kesempatan yang sama, Aktivis 98 Unpad, Eko Arif Nugroho mensinyalir adanya motif mempertahankan kekuasaan. Pihaknya mencium upaya penundaan pemilu 2024 ini sebagai cara agar pemerintahan sekarang dapat terus melanjutkan pemerintahannya.

“Hal ini sangat berbahaya bagi sistem demokrasi yang baru berjalan dua kali kepemimpinan nasional melalui pemilu yang demokratis,” ungkapnya.

Tokoh reformasi 1998, Juandi Rewang, turut angkat suara ihwal wacana ini. Ia mengatakan bahwa tanpa adanya legitimasi dari rakyat melalui pemilu yang demokratis, maka kekuasan tersebut sama saja dengan mengkhianati reformasi yang sudah dijaga selama ini.

“Ini namanya begal demokrasi. Para ketua partai jangan berkomplot untuk membegal proses demokrasi dan prinsip prinsip reformasi melalui amandemen Undang-Undang Dasar dan atau menghambat proses penganggaran pemilu 2024,” tandasnya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//