RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (16): Kompleks Wayang di Cicendo
Di Bandung terdapat kompleks Wayang, yaitu jalan-jalan dengan nama diambil dari tokoh kisah Ramayana dan Mahabharata.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
27 Maret 2022
BandungBergerak.id - Bila ada yang hendak mengetahui lebih rinci nama-nama tokoh wayang dalam kisah Ramayana dan Mahabharata, termasuk panakawan, sila berjalan-jalan ke sekitar Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. Di Kelurahan Arjuna, Kelurahan Pamoyanan, dan Kelurahan Husein Sastranegara, ada nama-nama jalan yang ditimba dari lakon pewayangan.
Bahkan nama Kelurahan Arjuna sendiri pasti diambil dari nama putra Pandu nomor tiga dalam Mahabharata. Di kelurahan ini kita dapat menemui Jalan Pendawa, Taman Pendawa, Jalan Samiaji, Jalan Bima, Jalan Purabaya, Jalan Kresna, Jalan Udawa, Gang Sencaki, Jalan Samba, Jalan Ayodya, Jalan Dasarata, Jalan Rama, Jalan Laksana (Jalan Laksmana?), Jalan Sinta, Jalan Satrugna, Jalan Barata, Jalan Wibisana, Jalan Aruna, Jalan Semar.
Di sekitar Pamoyanan antara lain ada Jalan Pandu, Jalan Nakula, Jalan Sadewa, Jalan Korawa, Jalan Astina, Jalan Lesmana, Jalan Sangkuning, Jalan Anggandara, Jalan Dursasana, Jalan Citrayuda, Jalan Dorna, Jalan Suwatama, Jalan Begawan Sempani, Jalan Madura (Mandura?), Jalan Baladewa, Jalan Ugrasena. Nama-nama burung legenda ada Jalan Jatayu, Jalan Aruna, dan Jalan Garuda (di sekitar Dungus Cariang, Andir).
Tetapi selain dibentuk dari nama wayang, di sekitar Pamoyanan ada juga gang-gang yang namanya menunjukkan kata sifat, yang terbentuk dari gabungan kata “suka” dan kata lainnya, yaitu Gang Sukasari, Gang Sukasingkir, Gang Sukasirna, Gang Sukalilah, Gang Sukasirna, dan Gang Sukatenang.
Di bawah ini saya akan berbagi hasil penelusuran pustaka terkait keberadaan nama-nama di sekitar Kecamatan Cicendo itu. Mula-mula saya akan menelusuri pustaka perencanaan Kota Bandung berikut peta yang disertakan di dalamnya. Kedua saya akan melihat-lihat perkembangannya dari peta Kota Bandung antara 1924 hingga 1945 dan terakhir diperkuat dari keterangan koran-koran sezaman.
Baca Juga: RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (13): Kompleks Tokoh Kesehatan
RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (14): Kompleks Cipaganti
RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (15): Indisch Bronbeek Suka Karang dan Sirna
Plan V
Saya membuka-buka dua buku rencana pembangunan Kota Bandung, yaitu Prospectus voor de Uitgifte van Gronden terbitan 1923 dan 1931. Dari dokumen tahun 1931, saya tahu jalan-jalan di sekitar Kelurahan Arjuna dan Kelurahan Pamoyanan itu termasuk dalam rencana pembangunan kelima (Plan V). Karena dari edisi tahun 1923 masih dikatakan Plan V hingga Plan IX masih dibangun dan belum tersedia datanya.
Sementara dalam edisi 1931 sudah dikatakan rencana pembangunan ini terletak di sebelah barat Pasirkalikiweg. Rumah-rumah yang dibangun di sana berupa rumah-rumah kecil, dengan harga berkisar di sekitar 3,5 dan 2 gulden per meternya. Pintu masuk ke lokasi pembangunannya Burgemeester Coopsweg dan jalan lainnya, yakni Sadewaweg, Nakoelaweg, Weg achter Amb. school, Baladewaweg, dan Farmanweg.
Kompleks ini berbatasan dengan bandara Andir di sebelah barat dan bersimpangan dengan beberapa sungai. Lembah-lembahnya tidak dibangun tetapi dijadikan taman-taman umum, sehingga dapat menawarkan pemandangan yang indah. Di sebelah selatan, berdekatan dengan Spoorban, tersedia kompleks lebih besar untuk perindustrian. Di utara Gemeentelijke Ambachtsschool atau sekolah pertukangan Kota Bandung adalah kompleks perumahan kecil bagi para pegawai pemerintahan Kota Bandung. Di selatan Burgemeester Coopsweg ada kompleks rumah besar bagi para pegawai jawatan kereta api.
Dari buku terbitan 1931 terlihat perkembangan pembangunan jalan pada kompleks Plan V termasuk penamaannya. Di sebelah selatan Burgemeester Coopsweg, Baladewaweg baru selesai sedikit ke arah utara, selebihnya masih berupa titik-titik putus. Demikian pula dengan Nakoelaweg, Sadewaweg, Gang Pasantren, Pandoeweg, dan Gang Pamojanan. Di sebelah utara Burgemeester Coopsweg pun tidak jauh berbeda.
Dari dua buku itu, untuk sementara dapat diperkirakan pada 1923, baik nama-nama jalan yang berasal dari nama tokoh wayang maupun dari kata sifat belumlah ada. Dengan demikian, besar kemungkinan penamaannya baru ada sejak 1924. Tetapi apakah memang demikian?
Dalam Peta Plan of Bandoeng (1924) terlihat jalan-jalan di sekitar Kelurahan Pamoyanan dan Kelurahan Arjuna belum jadi, karena masih berupa tanda-tanda putus-sambung. Dua tahun kemudian, dalam Kaart van Bandoeng (1926), jalan-jalan di sekitar Telukbuyung sudah selesai, sementara kebanyakan jalan lainnya masih dibangun. Dalam peta itu juga terlihat sudah digunakannya Baladewaweg, Nakoelaweg, Sadewaweg, Ardjoenwaweg, Pendawaweg, Pendawaplein, Kresnaweg, Bimaweg, Samiadjiweg, dan Semarweg.
Bila peta itu diterbitkan 1926, artinya bisa jadi datanya sendiri didapatkan pada tahun-tahun sebelumnya, misalnya 1925 atau 1924. Yang terang, nama-nama jalan dalam peta 1926 masih bertahan dalam peta Bandoeng (1930). Baru dalam Kaart van de Gemeente Bandoeng (1933), hampir semua nama jalan dari nama tokoh wayang dan kata sifat suka itu sudah tertera dalam peta.
Orang Eropa dan Sewa Rumah
Dari hasil penelusuran dalam koran, terutama De Preanger-bode, kita akan sama-sama tahu penggunaan nama jalan dari tokoh wayang di sekitar Pamoyanan dan Arjuna baru ada pada 1924. Saya menemukannya dari berita-berita tentang kepindahan dan bermukimnya orang Eropa di Bandung.
Dalam edisi 25 Juli 1924 dimuat “Bevolkings-register Bandoeng. Aangifte wan vestiging 29 Juni t/m 15 Juli 1924” yang dari dalam daftar itu saya menemukan bahwa M. Schmidt tinggal di Pendawaweg 55, J. Knoop di Samiadjiweg 43, dan N. C. Lefèbre di Bimaweg 88A. Sementara dari “Bevolkings-register Bandoeng. Aangifte van vestiging van 16 t/m 31 Juli 1924” dalam edisi 11 Agustus 1924, ada J. M. Gijbeis yang menetap di Kresnaweg 52, C.H. Raedt di Sadewaweg 5l, dan H.J. Eijsma di Bimaweg 90.
Bila membaca dua pengumuman tersebut, kita jadi mafhum bahwa rumah-rumah kecil yang dibangun di sekitar Kecamatan Cicendo sesuai Plan V itu dimaksudkan bagi orang-orang Eropa, meskipun tidak menutup kemungkinan terbuka pula bagi pribumi.
Kabar-kabar selanjutnya saya timba dari koran De Koerier terbitan 1928 hingga 1935. Dari koran terbitan Bandung itu, saya mendapati kerapnya Gemeente Woningbedrijf atau dinas urusan rumah Kota Bandung memasang iklan yang menawarkan sewa rumah di sekitar Kelurahan Arjuna dan Pamoyanan. Misalnya dalam edisi 15 September 1928, Gemeente Woningen atau perumahan milik Kota Bandung yang disewakan (te huur) antara lain Burg. Coopsweg 38, Baladewaweg 12, 20 dan 22, dan Sadewaweg 10.
Contoh lainnya bisa dilihat dari edisi 15 Februari 1930. Di dalamnya ditawarkan sewaan rumah di Sadewaweg No. 9, Nakoelaweg No. 32, dan Sadewaweg No. 39. Sementara pada edisi 26 Juni 1935, yang disewakan oleh Gemeente Woningbedrijf antara lain Sadewaweg No. 6; Sadewaweg No. 33 dan 69; Sadewaweg No. 51; Nakoelaweg No. 20, 26 dan 32; Sadewaweg No. 3, 7, 23, 25, 29, 41. 43. 47, 55, 59, 63; Nakoelaweg No. 8, 10, 12 dan 14; Nakoelaweg No. 31,49,47,33, 73 dan 79; Nakoelaweg No. 27, 59,61,91 dan 93; dan Nakoelaweg No. 39A, 55A, 65A dan 71A.
Dari De Koerier pula saya mendapati tahun pasti penamaan sebagian jalan yang menggunakan nama wayang dan kata sifat suka. Dalam edisi 20 September 1932, disertakan berita bertajuk “Nieuwe Straatnamen” (nama-nama jalan baru). Di situ terbaca bahwa di seberang pemakaman baru untuk kalangan Eropa ada gang-gang baru yang diberi nama Korawa, Angandara, Soewatama dan Lesmana.
Sementara kompleks jalan di Noordwesthoek Pasir Kaliki/Burgemeester Coopsweg, yang terletak di sebelah barat laut pemakaman lama, diberi nama Gang Pamojanan, Soeka Sari, Soeka Lilah, Soeka Singkir, Soeka Sirna dan Soeka Tingal. Jalan penghubung antara Kresnaweg dan Bimaweg disebut Gang Sentjakie.
Sejumlah nama jalan dari tokoh wayang dan kata sifat suka di Kecamatan Cicendo tidak berubah saat pemerintah Kota Bandung gencar mengubah nama jalan bernuansa Belanda pada tahun 1950. Tetapi dari beberapa tinggalan masa Belanda itu, ada beberapa yang sekarang tidak ada lagi, yaitu Soembadraweg, Srikandiweg, dan Gang Tumaritis, sebagaimana yang saya lihat dan baca dari peta Bandoeng, Town Plan (1945) dan Perubahan Nama Djalan-Djalan di Bandung (1950).