RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (13): Kompleks Tokoh Kesehatan
Nama-nama jalan di Kota Bandung yang berkaitan dengan tokoh kesehatan tersebar di tiga kelurahan dan kecamatan, yakni Pasteur, Pasirkaliki, dan Cipaganti.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
7 Maret 2022
BandungBergerak.id - Paling tidak ada dua peristiwa penting yang berkaitan dengan lembaga kesehatan di Bandung pada 1923, yaitu pemindahan Landskoepok-Inrichting en Instituut Pasteur dari Batavia dan peresmian Gemeentelijk Ziekenhuis (Rumah Sakit Hasan Sadikin).
Menurut Bataviaasch Nieuwsblad (12 Januari 1923) dan De Nieuwe Vorstenlanden (18 Januari 1923), Insitut Pasteur akan ditutup pada 20 Januari 1923 di Batavia, tetapi pada tanggal yang sama lembaga itu akan membuka layanan di Bandung. Ini terutama menyangkut kasus rabies yang merebak di Batavia, sehingga menjadi pertanyaan apakah layanan di Batavia langsung ditutup, karena lembaganya dipindahkan ke Bandung. Tetapi manajemennya langsung menanggapi, layanan takkan dihentikan.
Sementara Gemeentelijk Ziekenhuis di Bandung mulai dibuka pada 15 Oktober 1923. Menurut AID De Preanger-bode (15 Oktober 1923), pada hari peresmiannya, Senin pagi, itu dihadiri antara lain Panglima KNIL Jenderal Gerth van Wijk, Letnan Kolonel dr. Nauta, Direktur Gouvernements Bedrijven Roelofsen, Inspektur BGD dr. Winckel, residen Priangan, ketua Leger des Heils, Kolonel Van de Werken, asisten residen Bandung, patih Bandung, dan wali kota Bandung.
Dalam sambutannya Wali Kota Bandung B. Coops antara lain mengatakan gagasan pendirian rumah sakit itu bermula sejak 1914, saat didirikannya Bandoengsche Ziekenverpleging, di bawah K.A.R. Bosscha. Tuan perkebunan itu pula yang menjadi donatur paling besar, yaitu sebesar 40.000 gulden. Pada 1915, perhimpunan itu mengajukan memorandum tentang pentingnya Kota Bandung memiliki rumah sakit umum, yang komitenya terdiri atas Roelofsen, Dr. Tirion dan B. Coops. Untuk rancangan bangunannya dibuat Het AIA Bureau dan arsiteknya Sneevliet dan Sleeuw.
Menurut Coops, untuk peresmian itu, rumah sakit baru itu antara lain mendapat donasi lukisan dari K.A.R. Bosscha, gramofon (Firma Luyks), piringan hitam (Nyonya de Leon), jam dinding (Lindenaar), koleksi buku (Firma Vorkink), perkakas tulis (Firma Van Dorp), perkakas makan-minum (Firma de Vres), usungan (Wiratmana Hasan, SWARHA), injil Protestan (Kerkeraal), timbangan anak (Ir. Thysse), ember dan lain-lain (Handelmaatschappij Ang Soe Tjiang), pisau-pisau (Handel-Mij Soedjana), kebaya (Winkel-Mij Soeniaradja), handuk (Toko Europa), minuman (Toko Insulinde en Soenda), perbekalan (Toko Ong Kay Tek), mikroskop (Ludwig Bünger), selimut (Jap Loen), cerutu (Toko Tie Kie Hiok), pot-pot (Directeur Vendukantoor Wijs), dan donasi uang dari almarhum anggota dewan Kota Bandung Tan Djoen Liong sebesar 12.000 gulden.
Dalam perkembangannya, menurut De Locomotief (3 Mei 1927), rumah sakit milik pemerintah Kota Bandung itu diubah namanya pada 30 April 1927 menjadi Juliana Ziekenhuis. Konon, perubahan itu adalah keputusan dewan Kota Bandung saat menyambut ulang tahun Putri Juliana yang ke-18. Sekretaris ratu Belanda menyampaikan persetujuannya melalui telegram.
Bagi saya yang menyusun seri tulisan sejarah nama jalan di Kota Bandung, proses dan pemindahan Landskoepok-Inrichting en Instituut Pasteur serta pendirian Gemeentelijk Ziekenhuis di Bandung ternyata mempengaruhi penamaan jalan di sekitarnya. Nama-nama jalannya jadi berkaitan dengan tokoh kesehatan. Bahkan dalam perkembangannya kemudian, nama-nama jalan yang semula diambil dari nama para penulis-penyair Belanda turut pula diganti dengan nama-nama dokter.
Sekarang semua jalan itu tersebar di tiga kelurahan dan kecamatan yang berbeda, yakni Kelurahan Pasteur (Kecamatan Sukajadi), Kelurahan Pasirkaliki (Kecamatan Cicendo), dan Kelurahan Cipaganti (Kecamatan Coblong).
Baca Juga: RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (10): Kompleks Burung di Sadang Serang
RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (11): Kompleks Provinsi, Pelukis, dan Anggota Kerajaan Belanda
RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (12): Lembah Cikapundung dan Pemandangan ke Gunung
Penambahan Nama Jalan
Bagaimana bila ditinjau dari rencana pembangunan di Kota Bandung? Menurut Prospectus voor de Uitgifte van Gronden (1923 dan 1931), jalan-jalan yang menggunakan nama dari dunia kesehatan itu ada dalam rencana pembangunan keempat (Plan IV).
Plan IV berada di antara Lembangweg dan Pasir-Kalikiweg. Tanah-tanah ini banyak terjual, karena tersedia jalan-jalan yang lebarnya 20 meter, areanya terbuka, dan daya tarik lainnya. Kompleks utama rencana pembangunan ini adalah Gemeentelijk Ziekenhuis yang memakan lahan sebanyak 104.000 meter persegi dan Instituut Pasteur seluas 97.000 meter. Selain itu, ada Cabang HBS. MULO, Christelijke Europeesche School (CES), HIS, Blindeninstituut, Roemer-Visser Vereeniging dan asramanya, Opleidingsschool voor Fröbelonderricht dan AMS.
Di kompleks tersebut antara lain ada Nijlandweg, Pasteurweg, Pasteurweg binnen, Roemer-Visscherweg, Tirionweg, Rotgansweg, Pasirkalikiweg, Tesschelschadeweg, Leeuwenhoekstraat, Prof. Eijkmanweg, dan Curieweg.
Selanjutnya bila dilihat dari peta-peta Kota Bandung, terlihat pada tahun 1921 baru ada Pasteurweg, Lembangweg, Tweede Lembangweg, dan Pasir Kalikiweg. Sementara jalan-jalan lainnya masih berupa titik-titik putus dan ada yang selesai tetapi belum bersambung (Bandoeng: Nieuwe Gemeentegrenzen, 1921).
Tiga tahun kemudian, nama-nama jalannya sudah banyak. Tweede Lembangweg diganti Nijlandweg. Sementara yang baru Potgieterweg, Buskenhuetweg, P.C. Hooftweg, Tesselschadeweg, Helmersweg, Roemer Visscherweg, dan Tirionweg. Ditambah dari khazanah insan kesehatan yaitu Van Leeuwenhoekstraat, Röntgenweg, Rotgansweg, Westhoffweg, dan Ehrlichweg (Plan of Bandoeng, 1924).
Pada peta 1927, bertambah lagi dengan Curieweg, Hataweg dan Garoenggangweg (Map of Bandoeng, 1927). Dan pada peta 1945, sudah bertambah lagi dengan Ziekenhuisweg, Prof. Eyckmanweg sebagai pengganti Garoenggangweg, Dr. Borgerweg, Dr. Salehweg, Dr. Slametweg, dan Dr. Samjoedoweg (Bandoeng, 1945).
Untuk memastikan sejarah penamaan jalan-jalan di kompleks Plan IV itu, saya membuka-buka koran berbahasa Belanda. Dalam AID (30 April 1921), diberitakan dewan Kota Bandung menginstruksikan kepada direktur pekerjaan, konstruksi, dan pengawan kota untuk merevisi nama-nama jalan di Kota Bandung, menyusul selesainya gedung-gedug dan ruas jalan baru. Selain itu, dewan menerima proposal nama-nama jalan baru, dan proposalnya diakomodir seluruhnya.
Dalam proposal itu sepanjang yang berkaitan dengan kompleks Plan IV ada Ehrlichweg, Garoenggangweg, P.C. Hooftweg, Hoogeschoolweg, HBS-plein, HBS-weg, Helmersweg, Leeuwenhoekstraat, Potgietersweg, Roemer Visscherweg, Rotgansweg, Rotgansplein, Röntgenweg, Tesselschadeweg, dan Westhofweg. Dengan demikian, sebenarnya kebanyakan nama jalan di kompleks itu sudah diajukan sejak April 1921, tetapi barangkali pada peta Bandoeng: Nieuwe Gemeentegrenzen (1921) belum terakomodasi, karena petanya disusun tahun sebelumnya.
Setahun lebih kemudian, Geneeskundigen Kring Preanger mengajukan permohonan agar sebuah ruas jalan di lingkungan Instituut Pasteur diberi nama mendiang Dr. A H. Nijland. Dengan demikian, keputusannya, atas saran direktur PW dan komite nama jalan, Tweede Lembangweg diubah menjadi Nijlandweg (AID, 16 Desember 1922).
Selanjutnya berkaitan dengan keputusan dewan Kota Bandung untuk mengganti nama HBS-plein dan HBS-weg, dan memberi nama bagi jalan yang menghubungkan antara Rotgansplein dan Roemer-Visscherweg. Penjelasannya, konon nama HBS-plein dan HBS-weg berasal dari rencana pembangunan HBS, tetapi rencana itu tidak terwujud, sehingga kedua nama tersebut tidak berdasar.
Dengan demikian, dua jalan di antara Lembangweg dan Nijlandweg itu diberi nama Tirionweg yang diambil dari nama Dr. Tirion yang berjasa dalam pembangunan Gemeentelijk Ziekenhuis. Sementara jalan antara Roemer Visscherweg ke Tirionweg juga disebut Roemer Visscherweg, jalan dari Helmersweg ke Tirionweg disebut Helmersweg, dan antara Rotgansplein dan Roemer Visscherweg disebut Vosmaerweg (De Koerier, DK, 16 Desember 1930).
Pada September 1932, nama dokter pribumi Dr. Moh. Saleh digunakan sebagai nama salah satu ruas jalan yang ada di samping Pasteurweg. Keputusan ini diambil dalam sidang dewan Kota Bandung bersama dengan wali kota Bandung beserta wethouder-nya. Saat itu ada 30 nama jalan baru yang diresmikan, termasuk Dr. Salehweg (DK, 20 September 1932).
Bagaimana dengan dua nama jalan dari nama dokter pribumi lainnya, Dr. Slamet dan Dr. Samjoedo? Saya baru mendapatkan keterangan bahwa Dr. Samjoedoweg baru digunakan paling tidak sejak 1933 (DK, 9 Oktober 1933). Sementara Dr. Slametweg baru digunakan paling tidak sejak awal 1935 (DK, 3 Januari 1935).
Berganti Lagi
Bila dirunut, insan-insan dari dunia kesehatan yang digunakan sebagai jalan di Kota Bandung itu antara lain ada Antonie Philips van Leeuwenhoek (1632-1723), Wilhelm Conrad Röntgen (1845-1923), Jacob Rotgans (1859-1948), Paul Ehrlich (1854-1915), Christiaan Eijkman (1858-1930), A.H. Nijland (1868-1922), R. Mohamad Saleh Mangkoepradja (1872-1924), Sahachiro Hata (1873-1938), C.H.A. Westhoff, Sam Joedoprawiro (1880-1943), dan Slamet Atmosoediro (1891-1930).
Sementara para penulis dan penyair Belanda yang digunakan di kompleks Plan IV antara lain ada Pieter Corneliszoon Hooft (1581-1647), Roemer Pieterszoon Visscher (1547-1620), Maria Tesselschade Roemers Visscher (1594-1649), Jan Frederik Helmers (1767-1813), Everhardus Johannes Potgieter (1808-1875), dan Conrad Busken Huet (1826-1886). Sejak 1950, nama-nama itu berganti menjadi Jalan Dokter Susilo (P.C. Hooftweg), Jalan Dokter Tjipto (Roemer Visscherweg), Jalan Dokter Rubini (Tesselschadeweg), Jalan Dokter Rajiman (Helmersweg), Jalan Dokter Rum (Potgieterweg), dan Jalan Dokter Wahidin (Buskenhuetweg).
Sedangkan yang ditimba dari nama-nama dokter dan insan kesehatan lainnya umumnya tidak banyak mengalami perubahan. Kecuali Van Leeuwenhoekstraat yang berubah menjadi Jalan Nijland, Dr. Borgerweg (Jalan Dokter Sutomo), Prof. Grynsweg (Jalan Dokter Sukimin), Tirionweg (Jalan Dokter Abdul Rivai), Rotgansplein (Lapangan Dr. Otten), Rotgansweg (Jalan Dr. Otten), dan Ziekenhuisweg (Jalan Rumah Sakit) (Perubahan Nama Djalan-djalan di Bandung, 1950).