GUNUNG-GUNUNG di BANDUNG RAYA (26): Gunung Pangporang, Puncak Tersembunyi yang Cocok bagi Mereka yang Senang Kesunyian
Gunung Pangporang tersembunyi dalam kepungan gunung-gunung. Tujuan tepat bagi para pendaki yang senang dengan kesunyian.
Gan Gan Jatnika
Pegiat Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB), bisa dihubungi via Fb Gan-Gan Jatnika R dan instagram @Gan_gan_jatnika
13 April 2022
BandungBergerak.id - Kekalahan perang atas VOC di Batavia pada abad ke-17 silam membuat Dipati Ukur gundah. Untuk semenjana waktu dia membutuhkan tempat agar bisa menenangkan pikiran sembari memulihkan fisiknya.
Sebagaimana tersurat dalam sejarah, pada tahun 1620-an Dipati Ukur adalah pemimpin wilayah Tatar Ukur. Tatar Ukur boleh dikata sama dengan wilayah yang sekarang disebut sebagai Bandung Raya. Bahkan Tatar Ukur lebih luas lagi karena wilayahnya sampai ke Purwakarta.
Selain memimpin Tatar Ukur, Dipati Ukur pun mendapat mandat dari Sultan Agung untuk memegang tampuk pimpinan atas wilayah Kerajaan Sumedang Larang. Hanya saja, kekuasaannya tetap berada di bawah Kerajaan Mataram.
Saat Mataram berperang melawan VOC tahun 1628-1629, Sultan Agung memerintahkan Dipati Ukur untuk turut mengirimkan pasukannya. Sayangnya, Mataram kalah dan Dipati Ukur dianggap sebagai salah satu pimpinan pasukan yang harus bertanggung jawab atas kekalahan tersebut .
Dipati Ukur gundah. Dalam benaknya terus terpikirkan dua pilihan berat. Yang pertama, menghadap kepada Sultan Agung di Mataram, yang artinya sama saja dengan menyerahkan nyawa sebagai tanggung jawab kekalahan pasukannya, dan dengan demikian akan membiarkan rakyat Tatar Ukur tanpa pemimpin. Pilihan kedua, tetap berada di Tatar Ukur bersama rakyatnya, sekaligus membebaskan Tatar Ukur dari kekuasaan Mataram, yang berarti siap menerima konsekuensi dianggap memberontak oleh Sultan Agung.
Di tengah kegundahan seperti itu, Dipati Ukur membawa beberapa orang terdekatnya untuk menuju suatu tempat. Tempat yang cocok untuk menenangkan diri dan tidak mudah untuk diketahui atau dikejar oleh lawannya, baik itu tentara VOC maupun prajurit Mataram.
Sebagai seorang pemimpin yang mengerti dan memahami dengan baik wilayah yang dipimpinnya, Dipati Ukur tahu mana tempat yang tepat. Rombongan kecil yang ia pimpin bergerak ke sebuah gunung yang sulit dicapai. Gunung yang terlindungi oleh gunung-gunung lainnya dari segala arah mata angin, yaitu Gunung Pangporang.
Sementara itu, rombongan pasukan besar Tatar Ukur terpecah. Ada yang kembali ke tempat asal masing-masing dan ada yang memilih menetap sementara di sebuah perdukuhan di kaki Gunung Bukittunggul, Lembang.
Kisah Dipati Ukur yang memilih bersembunyi sementara waktu di Gunung Pangporang merupakan kisah Dipati Ukur versi Sukapura. Selain versi Sukapura, masih ada versi-versi lain. Sejarawan Sunda Edi S. Ekadjati, dalam bukunya Cerita Dipati Ukur: Karya Sastra Sejarah Sunda membagi garis besar beragam kisah Dipati Ukur tersebut ke dalam 8 versi, yaitu versi Galuh, Sukapura, Sumedang, Bandung, Talaga, Banten, Mataram, dan Batavia atau VOC.
Baca Juga: GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (25): Gunung Artapela atau Gambungsedaningsih dan Potensi Wisata Sastra Sejarahnya
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (24): Gunung Bukitjarian Tanjungsari dengan Tangga Seribu Menuju Puncaknya
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (23): Gunung Kasur dan Kampung Gunung Kasur yang Lekat dengan Sejarah Perkebunan Kina
Akses dan Lokasi
Gunung Pangporang terletak sekitar 23 kilometer ke arah timur laut dari pusat Kota Bandung. Secara administratif, gunung ini berada di perbatasan dua kabupaten. Puncak gunungnya berada di antara Desa Cupunagara, Kabupaten Subang dan Desa Cijambu, Kabupaten Sumedang.
Puncak Gunung Pangporang memiliki ketinggian 1.810 meter di atas permukaan laut berdasar peta RBI (Rupa Bumi Indonesia), dengan judul peta Sukamulya, edisi I-2000, skala 1:25.000.
Gunung Pangporang benar-benar dikelilingi oleh gunung. Di utara terdapat Gunung Batulumpang dan Gunung Canggok atau Gunung Canggah. Di timur ada Gunung Meranti, Gunung Cibarua, Gunung Kadaka, dan Pasir Raja. Di selatannya terletak Gunung Jambu. Di barat daya berdiri Gunung Pangparang, Gunung Sanggara, dan Gunung Putri. Di Barat, ditemui Gunung Tumpang dan Gunung Ipis. Terakhir, di barat laut ada Gunung Sembul.
Karena dikelilingi oleh banyak gunung, Gunung Pangporang memiliki banyak lembahan yang menghasilkan mata air. Mata air-mata air ini kemudian menjadi sumber untuk beberapa sungai di kaki Gunung Pangporang, di antaranya Ci Herang, Ci Kembang, Ci Sarua, dan Ci Teureup.
Akses untuk mengunjungi Gunung Pangporang tergolong masih cukup sulit. Ada beberapa pilihan akses jalan, yaitu dari Desa Cupunagara, Kabupatan Subang, dari Batunamprak, Desa Cijambu, Kabupaten Sumedang, atau dari Kampung Pangli, Desa Cipanjalu, Kabupaten Bandung.
Di antara ketiga jalur tersebut, jalur dari Kampung Pangli yang paling sering dipilih, meskipun jalur ini justru yang memiliki jarak tempuh paling jauh. Sebagai gambaran, untuk mencapai puncak Gunung Pangporang, kita akan melewati beberapa gunung terlebih dahulu, semisal Gunung Sanggara, Gunung Putri, Gunung Tumpang, dan beberapa puncakan yang belum diketahui namanya.
Karena lokasi dan jalur menuju puncak Gonung Pangporang masih relatif tersembunyi, para pendaki sangat disarankan untuk membawa perbekalan yang cukup serta peralatan yang memadai. Jangan lupa membekali kemampuan navigasi darat dengan baik. Baik secara manual menggunakan peta dan kompas maupun navigasi digital menggunakan GPS atau aplikasi telepon pintar. Juga kita harus mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dari pendaki yang pernah ke sana.
Untuk perjalanannya, akan lebih baik jika kita melakukannya dengan durasi dua hari satu malam. Kita bisa berkemah dan menikmati suasana malam di tengah kerimbunan hutan yang sunyi .
Tentang pemandangan, sepertinya jangan terlalu berharap menemukan tempat terbuka dengan view yang indah layaknya unggahan-unggahan di media sosial. Selama pendakian, pemandangan yang didapat adalah kerimbunan hutan dengan aneka tumbuhan khas pegunungan. Sesekali jejak binatang berkaki empat masih terlihat jelas di permukaan tanah yang basah atau lembab. Siap-siap pula jika bertemu dengan pacet, apalagi di musim penghujan.
Toponimi
Membicarakan sebuah gunung tanpa membahas toponimi rasanya kurang lengkap. Toponimi adalah hal yang bersangkutan dengan nama suatu tempat. Salah satunya asal-usul penamaan tempat tersebut. Toponimi menjadi menyenangkan karena dari bahasan toponimi seringkali kita mendapatkan tambahan informasi yang menarik.
Nama Gunung Pangporang diduga terkait dengan sebuah tanaman yang mempunyai khasiat dalam menjaga stamina serta memulihkan kesegaran tubuh. Pohon tersebut adalah pohon pangporang atau pongporang, dengan nama ilmiahnya Oroxylum indivum (L) Vent. Di daerah Jawa, tanaman ini dikenal dengan nama kayu lanang, di daerah Betawi dikenal dengan nama pohon bungli, dan di daerah lain ada yang menyebut kayu pedang atau dhangpedhangan.
Meskipun diameter dahannya tidak terlalu besar, bahkan relatif ramping, pohon pongporang bisa tumbuh cukup tinggi, mencapai 10-12 meter. Bentuk buahnya seperti jenis petai, memanjang dan sekilas terlihat seperti pedang. Banyak khasiat diambil dari tumbuhan pongporang atau kayu lanang. Akarnya bagus untuk stamina dan kebugaran kaum pria, kulit kayunya berkhasiat untuk mengatasi nyeri lambung, dan kayunya berguna untuk hemostatik atau mempercepat proses penanganan pendarahan.
Petilasan Dipati Ukur di Demah Luhur
Jika ada kelonggaran waktu saat mengunjungi Gunung Pangporang, atau gunung-gunung lain yang terletak di sekitar Desa Cipanjalu atau pun Desa Palintang, seperti Gunung Pangparang, Gunung Palasari, Gunung Kasur, Gunung Pacet, Gunung Sanggara, Situ Urug di Lembah Tengkorak, dan Pasir Panenjoan, sempatkanlah untuk singgah ke Bukit Cipatapaan di daerah Demah Luhur, Palintang. Di sana terdapat petilasan berbentuk makam. Namun diyakini bahwa itu sebenarnya makam palsu yang dibuat untuk mengelabui para pengejar Dipati Ukur sehingga mereka percaya kalau sang raja sudah meninggal, sehingga pengejaran pun dihentikan.
Bukit Cipatapaan merupakan sebuah tempat yang strategis. Dari puncaknya, kita bisa mengintai ke arah jalan Palintang. Konon bukit ini dahulunya merupakan tempat pasukan Dipati Ukur melakukan pengawasan jika ada orang atau pasukan yang datang memasuki wilayah tersebut.