• Kolom
  • JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (29): Kongres Pasundan di Bandung

JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (29): Kongres Pasundan di Bandung

Pengurus Pusat Pasundan menggelar kongres di Bandung. Pasundan Istri (Pasi) turut menyarakan gagasannya tentang peran perempuan.

Hafidz Azhar

Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung

Ketua Pengurus Besar Pasundan, Oto Iskandar Di Nata, menghadiri Kongres Pengurus Pusat Pasundan menggelar ke-18 di Bandung pada tanggal 14 April 1933. (Sumber: Unpas)

24 April 2022


BandungBergerak.idPengurus Pusat Pasundan menggelar kongres ke-18 di Bandung pada tanggal 14 April 1933. Acara besar ini dihadiri oleh berbagai utusan pergerakan. Selain terdiri dari organisasi nasionalis, ada juga utusan dari persatuan sepak bola dan perkumpulan Pribumi lainnya. Antara lain, Hoofdbestuur POB, PSIB (Persatoean Indonesia Sepak Bola Bandoeng), Hoofdbestuur PNI, Partindo, PPG, PGI, NVB (National Voetball Bond), Budi Utomo, PPSI (Pimpinan Persatoean Semoea Indonesia), HKS Bond, Persatoean Poetri Pengedjar, Pangoela West Java, Pasundan Istri, OKIS, POB Bandjarhardja, PGI Cimahi, OPSII (Oentoek Pimpinan Partai Sarekat Islam Indonesia), Muhammadiyah, PGI Tasikmalaya, PGI Garut, PGI Subang, PGI Badjarhardja, PSPI Garut, Simpaj Pamitran Bandung, PSPI Bandung, KITA Mr. Cornelis, Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) Bandung, PPBB Cabang Bandung dan Oetoesan Indonesia (Sipatahoenan 15 April 1933).

Di samping dihadiri oleh perkumpulan pribumi kongres ini juga diliput oleh berbagai perwakilan pers. Seperti Persbureau Indonesia Timoer (PIT), Fikiran Rajat, Soemangat, Persatoean Indonesia, Sin Po, Bintang Timoer, Djawa Barat, Sinar Pasoendan, Daulat Rajat, Sipatahoenan, AID Preangerbode dan lain-lain (Sipatahoenan 15 April 1933). Sebelumnya, Sipatahoenan edisi 13 Maret 1933 telah mengumumkan bahwa pengurus besar Pasundan akan mengadakan Kongres di Bandung. Pengumuman tersebut juga mencantumkan susunan panitia yang akan mengatur jalannya acara dengan dibagi ke dalam beberapa komisi. Seperti komite pusat, komisi penerima tamu, komisi keuangan, komisi pertemuan, komisi redaksi, komisi penerima panitia dan komisi medis.

Tepat di tanggal 14, acara pun dimulai pada pukul 18.40, dengan pembukaan ucapan terima kasih dari Soedjono. Setelah itu dilanjutkan dengan nyanyian paron dan sinom yang diiringi musik degung khas Sunda. Selanjutnya Ketua Pengurus Besar Pasundan, Oto Iskandar Di Nata, maju ke depan untuk menyampaikan sambutannya yang juga menghaturkan banyak terima kasih kepada para utusan yang telah hadir. Dalam sambutannya itu Oto menggambarkan pula kondisi kongres Pasundan sebelumnya yang digelar di Bogor dan Jakarta. Sambutan Oto juga membahas konflik di negera lain serta aturan pendidikan dan kelaparan yang melanda bangsa pribumi di Hindia Belanda (Sipatahoenan 15 April 1933).

Salah satu pengumuman Kongres Pasundan di Bandung dalam Sipatahoenan edisi 14 Maret 1933. (Sumber: Arsip Sipatahoenan)
Salah satu pengumuman Kongres Pasundan di Bandung dalam Sipatahoenan edisi 14 Maret 1933. (Sumber: Arsip Sipatahoenan)

Baca Juga: JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (25): Partindo Cabang Bandung Membicarakan Imprealisme
JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (26): Persatoean Bangsa Indonesia Menuntut Pencabutan Ordonansi Sekolah Liar
JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (27): Amir Sjarifudin Ikut Andil dalam Pertemuan Partindo Cabang Bandung

Suara Perempuan

Usai Otto Iskandar Di Nata menyampaikan sambutan, pukul 20.45 acara dilanjutkan dengan pertemuan Pasundan Istri (Pasi). Pertemuan dibuka oleh Emma Poeradiredja dengan mengucapkan apresiasi kepada para hadirin. Setelah itu Ratnawinadi berpidato ihwal perempuan Indonesia dalam politik. Dalam pidatonya Ratna menjelaskan tentang pergerakan dan hak perempuan yang terjadi di tahun 1800. Ia merasa bahwa kaum perempuan berada di bawah tekanan laki-laki. Dengan berkaca ke zaman dulu, menurutnya, kaum perempuan lebih taat dan sangat setia kepada laki-laki. Kaum perempuan harus bergerak untuk kepentingan negara agar dalam pembuatan aturan tidak berat sebelah seperti kondisi di Hindia Belanda di masa itu. Tidak hanya itu. Ratna berpendapat bahwa kaum perempuan akan meminta haknya untuk memilih. Menurutnya kaum perempuan bisa menentukan haknya sendiri bukan saja dapat dilakukan oleh kaum laki-laki (Sipatahoenan 15 April 1933).

Penjelasan Ratna tentang pergerakan perempuan tidak sekadar mendorong atau mendukung segala bentuk upayanya, namun juga terdapat sebuah kritik terutama untuk kalangan ibu. Baginya, kaum ibu jangan hanya berpikir untuk haknya sendiri dengan keibuannya, tetapi harus membantu kehidupan kaum laki-laki. Di samping itu Ratna merasa senang dengan adanya Kaoem Istri dalam pengurus besar Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) yang menunjukkan perkembangan signifikan dalam dunia pergerakan. Sehingga majunya pergerakan kaum perempuan bersamaan dengan keinginan yang kuat pada kaum perempuan sendiri sebagaimana dicontohkan di negara Turki atau Minangkabau (Sipatahoenan 15 April 1933).

Selanjutnya tiba giliran Idih dan Oto Soebrata membicarakan soal perempuan. Idih menerangkan tentang derajat perempuan. Sedangkan Oto menceritakan kemajuan kaum istri. Idih tidak sepakat dengan penjelasan sang ketua bila perempuan berada di bawah laki-laki.  Namun Oto berterima kasih karena kaum perempuan sudah menunjukkan kemajuan yang akhirnya bisa bergerak berbarengan dengan laki-laki (Sipatahoenan 15 April 1933).

Sementara itu pendapat lain muncul dari perwakilan PSPI, Pasundan Cabang Tangerang, Persaudaraan Istri, serta dari pengurus Pasundan, Ipah dan Joesoef. Pihak PSPI setuju dengan bergeraknya kaum ibu. Karena baginya hal ini mendukung dalam mendidik anak-anak supaya berkembang. Pendapat ini disetujui juga oleh ketua Pasundan. Sebab baginya gagasan tersebut merupakan haluan dari pergerakan Pasundan Istri. Pasundan Cabang Tangerang juga memuji pergerakan Pasundan Istri. Sedangkan utusan dari Persaudaraan Istri dan Ipah sepakat dengan apa yang diterangkan oleh Ratnawinadi tentang dorongan terhadap kaum perempuan (Sipatahoenan 15 April 1933).

Selain beberapa utusan yang lebih dulu berpendapat, Joesoef memberikan penjelasan tentang politik yang dituntut oleh kaum ibu. Ia juga menerangkan ihwal politik tanpa uang. Baginya hal tersebut ibarat lokomotif tanpa batu bara, dan meminta kepada kaum ibu agar tidak menyia-nyiakan modal meski tidak berhasil dalam menjalankan pergerakan. Apalagi bila kaum ibu sudah berhenti dalam dunia politik (Sipatahoenan 15 April 1933).

Kongres yang berlangsung di Bandung itu tidak banyak perubahan dalam susunan kepengurusan pusat Pasundan. Oto Iskandar Di Nata masih memegang jabatan sebagai ketua. Adapun dalam Pengurus Besar Pasundan terjadi penambahan dua orang pengurus. Dengan demikian kongres ke-18 Pasundan memutuskan susunan pengurus yang baru. Yakni, Oto Iskandar Di Nata sebagai ketua, Atik Soeardi sebagai wakil ketua, Moehammad Moehjiddin sebagai sekretaris 1, Achmad Natanagara sebagai sekretaris 2, Pradjakoesoemah sebagai bendahara, dan beberapa orang yang menduduki komisaris. Yaitu, Idih Prawira di Poetra, Moehammad Enoch, Loekman Djajadiningrat dan Emma Poeradiredja sebagai perwakilan Pasi (Pasundan Istri) (Sipatahoenan 18 April 1933).

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//