Presiden Pertama Societeit Concordia
Frederick Schenk menjadi presiden pertama Societeit Concordia di Bandung pada 1879. Ketika itu ia pensiunan pejabat kolonial yang berusaha perkebunan di Cianjur.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
18 April 2021
BandungBergerak.id - Seorang pembaca menuliskan kesannya mengenai Kota Bandung dalam Java-Bode (21 Februari 1882). Pada awal tulisan, ia menyatakan, “Editor yang terhormat! Bandung sedang mengalami kemajuan, tulis seseorang yang meninggalkan Bandung selama beberapa tahun dan akhirnya kembali ke kota tersebut”. Adapun tanda kemajuan yang dimaksudkan si pembaca adalah pendirian Societeit Concordia. Katanya, “Dia mendapati yang nomor pertamanya adalah klub yang didirikan di sana dan dikenal dengan nama Concordia”.
Tentu saja, pembaca tersebut menuliskan kenangannya setelah Societeit Concordia didirikan tiga tahun sebelumnya, pada 1879. Dari buku Haryoto Kunto (Semerbak Bunga di Bandung Raya, 1986: 528, 864) saya mendapati kesan bahwa “societeit” merujuk kepada gedung pertemuan dan Societeit Concordia adalah gedung pertemuan bagi kalangan Eropa di Grooten Postweg (Jalan Asia-Afrika) yang kini menjadi Gedung Museum Konperensi Asia Afrika. Padahal, bila merujuk kepada konteksnya, pengertian “societeit” lebih terarah kepada semacam klub atau perkumpulan, sebagaimana nanti terbukti pada uraian di bawah ini.
Berbicara mengenai Societeit Concordia tentu saja akan berkaitan dengan perintis sekaligus presiden pertama dari perkumpulan bagi kalangan orang Eropa di Bandung tersebut: Frederick Schenk (1820-1895). Namun, siapakah sebenarnya F. Schenk? Bagaimana latar belakang riwayat hidupnya? Untuk mengurai rekam jejak kehidupannya, saya beruntung menemukan keterangannya pada tulisan “Vrouwelijke Indische In’tvelds (VII): Het gezin van Juliet Elizabeth In’tveld en Frederik Schenck” karya Adriaan P. Intveld dalam situs igv.nl (diakses pada 25 Desember 2020).
Menurut Adriaan, F. Schenk lahir di Doornik, Belanda, pada 12 September 1820. Mula-mula ia bekerja sebagai klerek bagi asisten residen Sumedang (1845), kemudian berturut-turut menjadi pegawai di kantor gubernur Pantai Barat Sumatra (Juli 1845), komis di kantor gubernur Pantai Barat Sumatra (7 Februari 1846), sekretaris untuk urusan anak yatim piatu dan perkebunan di Padang, bendahara dan sesepuh jemaah Protestan di Padang, menjadi kapten bagi pasukan orang Nias dan Batu di Padang (1848-1856), serta komis pertama di kantor gubernur Pantai Barat Sumatra (7 Maret 1849).
Memasuki era 1850-an, Frederick Schenk bekerja sebagai kontrolir kelas 2 (29 Mei 1851), kontrolir kelas 1 di Padang Panjang (24 Januari 1855), asisten residen Agam (30 April 1857), dan asisten residen Airbangis dan Rau (20 September 1859). Selanjutnya pada periode 1860-an, jabatan yang diembannya antara lain sebagai asisten residen Mandailing dan Angkola (Tapanuli, 28 Juli 1863). Karena telah bekerja 15 tahun di Hindia Belanda tanpa jeda, ia mengajukan cuti selama dua tahun sejak 10 Juni 1864. Selama di Belanda, dia tinggal di Zuthpen antara 1 Mei 1865-4 Maret 1866.
Dengan menumpang kapal Prinses Amalia yang bertolak dari Amsterdam, Frederick kembali ke Batavia pada 1866. Sekembali ke Hindia, ia ditempatkan sebagai asisten residen Ponorogo (10 November 1866) dan residen Ternate dan sekitarnya (14 Juli 1870). Pada 1873, persisnya pada 28 April, dia kembali ke Belanda karena sakit. Pada 1875, dengan menggunakan kapal Prinses Amalia dari Amsterdam, Frederick kembali ke Batavia pada 1875. Kariernya pada pemerintahan kolonial berhenti pada 1876. Ia pensiun secara terhormat.
Pada 21 Mei 1881, F. Schenk bertolak dari Batavia ke Amsterdam dengan menumpang kapal Prinses Marie. Sekembali di negerinya, ia mendapatkan gelar ksatria kelas dua dari kekaisaran Russia (“ridder 2e klas in de orde van Sint-Anna van Rusland”). Setelah malang-melintang puluhan tahun di tanah jajahan, Frederick meninggal dunia di Den Haag pada 13 Maret 1895.
Dari tulisan yang sama saya mendapatkan keterangan ihwal rumah tangganya. Feederick menikahi Juliet Elizabeth In’tveld di Padang pada 1 Agustus 1846. Juliet lahir di Bengkulu pada 8 Februari 1826 dari pasangan Jacobus Frederik In’tveld dan Maria Barthelemy. Ia meninggal di Den Haag pada 16 Maret 1895. Buah pernikahan Frederick dan Juliet adalah anak perempuan bernama Maria Elisabeth (Marie) Schenck yang lahir di Padang pada 18 Mei 1847 dan meninggal di Mojokerto pada 10 November 1901. Maria menikah dengan Jhr. Carl Heinrich Otto Moritz von Winning di Ponorogo pada 12 September 1868. Carl adalah tentara Kerajaan Prussia dan Kerajaan Belanda. Setelah pensiun dengan pangkat mayor (1878), dia menjadi pengusaha kopi dan kina di Priangan, antara lain menjadi administratur perkebunan Lodaya (1884-1887), perkebunan Soekawana (1884), dan perkebunan Jayagiri (1885).
Baca Juga: Homann di Balik Hotel
Pembuat Roti J. A. Valkenet
Pendiri Toko dan Hotel Thiem
Tinggal di Bandung
Kembali ke Frederick Schenk. Kapankah dia merintis dan menjadi presiden Societeit Concordia? Yang jelas dari riwayat di atas, antara 1876-21 Mei 1881, dia masih berada di Hindia Belanda, sebagai pensiunan pejabat kolonial. Pada masa tersebut, waktu-waktunya diisi kegiatan usaha perkebunan, dengan jalan menyewa lahan dari pemerintah. Ini dapat disimak dalam Bijlagen van het Verslag der Handelingen van de Tweede Kamer der Staten-Generaal 1881-1882 (Bijlage C. Koloniaal verslag van 1881). Dalam bahasan mengenai “Overzigt betreffende de in erfacht aangevraagde gronden op Java, welke gedurende 1880 aan de aanvragers geweigerd warden”, saya mendapati F. Schenk yang menyewa lahan di Jampang Wetan (Kabupaten Cianjur) seluas 500 bau sejak 15 April 1878.
Saya menduga sebelum dan setelah menyewa lahan di Jampang Wetan, Frederick tinggal di Bandung. Ini terbukti dengan gagasan dan ajuannya kepada pemerintah kolonial untuk mendapatkan status resmi Societeit Concordia pada 1879. Pemerintah mengabulkan permohonan F. Schenk sebagai presiden klub berikut bendahara klub A. Wijnstroom dengan terbitnya Staatsblad no. 208, bertitimangsa 29 Juni 1879 (“Goedkeuring van de statuten der societeit Concordia te Bandoeng, en erkenning van die vereeniging als regtspersoon”). Keputusan tersebut tertuang dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie voor het Jaar 1879 (1880:161).
Kelahiran pelbagai perhimpunan, organisasi, dan klub di Hindia Belanda diatur melalui ordonansi gubernur jenderal nomor 64 bertanggal 14 Juni 1870 sebagai tindak lanjut keputusan raja tanggal 28 Maret 1870 nomor 2 tentang kedudukan hukum perkumpulan di Hindia Belanda. Societeit Concordia adalah nama klub yang agak umum digunakan di tempat lainnya. Sebelum didirikan di Bandung pada 1879, nama Societeit Concordia digunakan di Mojokerto (Staatsblad no. 234, 1875) dan Malang (Staatsblad no. 96, 1877). Pada 1879, selain di Bandung, didirikan pula Societeit Concordia di Muntok (Staatsblad no. 239) dan Surabaya (Staatsblad no. 254). Penelusuran ihwal ordonansi dan nama-nama Societeit Concordia tersebut berasal dari De Indo-Nederlandsche Wetgeving. Staatsbladen van Nederlandsch Indie, Vijfde deel [1870-1874] (1882: 44-45) oleh J. Boudewijnse dan G. H. van Soest.
Alhasil, inilah tanda kemajuan Bandung menjelang akhir abad ke-19 sebagaimana ditengarai pembaca Java-Bode pada awal tulisan. Dalam rangka kemajuan itulah Frederick Schenk memainkan perannya sebagai perintis sekaligus presiden pertama Societeit Concordia yang didirikan secara resmi pada 29 Juni 1879.