• Berita
  • Deklarasi Bandung Kota Angklung semoga Bukan Simbol Semata

Deklarasi Bandung Kota Angklung semoga Bukan Simbol Semata

Deklarasi Bandung Kota Angklung juga tidak lepas dari perjuangan panjang yang dilakukan Udjo Ngalagena sekeluarga dengan Saung Angklung Udjo-nya.

Wisatawan ikut bermain saat penari dan pemain ensembel angklung membawakan lagu-lagu pop dan daerah di ampiteater Saung Angklung Udjo (SAU), Bandung, Senin (12/9/2021). Kolaps dihajar pandemi sejak awal tahun hingga Agustus 2021, kini SAU mulai bergeliat. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana21 Mei 2022


BandungBergerak.idBandung mendeklarasikan diri sebagai Kota Angklung, Sabtu (21/5/2022). Langkah ini tentu positif bagi pelestarian seni tradisional angklung. Namun deklarasi ini perlu dilanjutkan dengan langkah-langkah nyata untuk memajukan seni angklung, sehingga deklarasi tak sekadar simbolik saja.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung Dewi Kaniasari menegaskan bahwa akan ada langkah lanjutan pascadeklarasi Bandung sebagai Kota Angklung. Menurutnya, kegiatan ini tidak menjadi ajang simbolis semata. Ke depannya, ia berharap aktivitas angklung di Kota Bandung dapat berjalan secara berkelanjutan.

"Pascadeklarasi, mesti lebih jelas ke depannya mau dibawa ke mana Bandung sebagai kota angklung ini. Mesti disiapkan juga kegiatan yang sustainable," katanya, dalam siaran persnya.

Deklarasi Bandung sebagai Kota Angklung juga tidak lepas dari perjuangan panjang yang dilakukan Udjo Ngalagena sekeluarga dengan Saung Angklung Udjo-nya di Jalan Padasuka. Mereka membangun kebudayaan angklung dari nol sampai dikenal ke mancanegara.

Usaha Udjo Ngalagena yang dilanjutkan keluarganya itu membuat seni angklung identik dengan Bandung. Dan bicara angklung sulit untuk tidak mengaitkan dengan Saung Angklung Udjo. Sehingga tidak berlebihan jika mengatakan tanpa peran Udjo, sulit membayangkan Pemkot Bandung bisa mendeklarasikan Bandung sebagai Kota Angklung.  

Direktur Utama Saung Angklung Udjo, Taufik Hidayat atau Taufik Udjo, mengatakan bahwa angklung saat ini berada di era industri setelah sebelumnya ada di fase tradisional. Semua fase itu dilalui Saung Angklung Udjo dalam kurun lebih dari 50 tahun sampai sekarang.

Industri angklung dapat dilihat dari sumber daya yang terlibat di Saung Angklung Udjo, yakni 2.122 talent atau pemain, 618 pengrajin angklung, 281 suplayer kerajinan tangan, 810 tenaga manajemen SAU.

Terlepas dari sisi industri, angklung menjadi alat diplomasi bagi Indonesia. Data SAU pada 2019 mencatat 10.474 unit/pcs angklung diekspor ke luar negeri, total pertunjukan sebanyak 1.432 pertunjukan yang terdiri dari 954 pertunjukan di dalam negeri dan 443 di berbagai negara di dunia.

Kunjungan pengunjung ke SAU dari tahun 1977-2019 sebanyak 2.678.588 turis lokal dan 805.304 turis mancanegara atau total terdapat 3.483.892 pengunjung.

Taufik Hidayat mengatakan capaian tersebut berangkat dari orang tuanya, Udjo Ngalagena dan Uum Sumiati yang mengembangkan angklung secara tradisional. Taufik ingat ayahnya sepulang sekolah harus bersepeda untuk membagi-bagikan kartu nama dari bahan bambu kepada turis-turis asing.

Usaha ini terus dilakukan Udjo hingga mendatangkan dua tiga turis asing ke Saung Angklung Udjo. SAU waktu itu masih berupa rumah biasa dengan kapasitas tidak lebih dari 20 orang. Upaya konsisten Udjo membuahkan hasil pada tahun 80-an dengan jumlah pengunjung mencapai 100 orang per hari. Tahun 90-an jumlah pengunjung mencapai 200 orang per hari.

“Uniknya, dari 200 pengunjung sebanyak 190 orang rata-rata bule Belanda, Jerman, Prancis. 10 orang Indonesianya yang mengantar tamunya, bukan yang sengaja mau nonton. Jadi angklung begitu dimintati orang mancanegara bukan oleh orang dalam negeri waktu itu,” tutur Taufik Udjo, dikutip dari kanal Youtube PSB 2022 SABURSA, DSD - Seminar Kebudayaan "Rumah Budaya - Hunian Kami Lungguk Kreasi” yang digelar Maret 2022 lalu.

Baca Juga: Berbincang dengan Penulis Buku Haji Hasan Mustapa
AGENDA BANDUNG: Pesta Buku Margin Kiri Berlangsung hingga 31 Mei, Meminjam Buku di Sarang Buku Ciwidey
Pasien Meninggal di RSHS, Kenapa Rakyat Kecil Selalu Dilayani Kurang Baik?

Bandung Kota Angklung

Angklung yang dikembangkan SAU pada awalnya lebih diminati orang mancanegara. Ini bisa jadi otokritik bagi orang Indonesia, khususnya bagi warga Bandung atau Pemkot Bandung sendiri. Sebab, idealnya suatu karya seni tradisional akan lestari jika didukung oleh warga dan pemerintahnya.  

Namun jika melihat sejarah Saung Angklung Udjo, dukungan besar justru terlihat dari warga mancanegara. Dukungan ini bahkan membuat SAU bersama seni angklungnya terus berkibar hingga setenar saat ini. Bahkan angklung telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia.

Pemerintah Kota Bandung pun akhirnya mendeklarasikan Bandung sebagai Kota Angklung. "Tanggal 21 Mei Kota Bandung bakal deklarasikan diri jadi kota angklung. Tentu hal ini didasari berbagai kajian bahwa memang sudah sepantasnya Kota Bandung menjadi kota angklung," kata Dewi Kaniasari.

Pada jadwal acara, deklarasi ini melibatkan 300 pegiat angklung dari tingkat SD, SMP, SMA, Kabumi UPI dan Saung Angklung Udjo. Pemkot juga telah menyiapkan Si Bitung sebagai maskot Bandung Kota Angklung.

Kini, setelah deklarasi, apa langkah strategis untuk memajukan seni angklung yang dilakukan Pemkot Bandung? Pertanyaan ini penting untuk menunjukkan bahwa deklarasi tersebut bukan hanya simbol semata.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//