• Budaya
  • Jabang Tutuka dalam Balutan Wayang Wong di ISBI Bandung

Jabang Tutuka dalam Balutan Wayang Wong di ISBI Bandung

Jabang Tutuka, Birth of The Blazing Knight ditampilkan dalam bentuk sinematografi wayang wong. Upaya mengenalkan wayang wong di Priangan.

Gambat Gatotkaca dalam buku Ksatria Gatotkaca: Si Otot Kawat Tulang Besi. Gatotkaca ditampilkan dalam bentuk sinematografi di ISBI Bandung. (Sumber Foto: galerifdsk.mercubuana.ac.id)

Penulis Iman Herdiana1 Juni 2022


BandungBergerak.idGatotkaca bisa jadi kesatria dalam epos Mahabharata yang paling populer di Indonesia. Lahir sebagai Jabang Tutuka, bertransformasi menjadi kesatria andalan Pandawa. Kisah ini diangkat kembali dalam sinematografi film berjudul “Jabang Tutuka, Birth of The Blazing Knight”.

Sinematografi film ini merupakan cerita yang mengangkat keagungan nilai wayang wong yang mengisahkan Jabang Tutuka, seorang anak yang ditakdirkan untuk mengalahkan Naga Percona yang memporak-porandakan kahyangan.

“Jabang Tutuka, Birth of The Blazing Knight” ditampilkan di Gedung Kesenian Sunan Ambu Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Selasa (24/5/2022). Lahirnya karya seni ini menjadi salah satu upaya revitalisasi atau menghidupkan kembali seni wayang wong Priangan oleh beberapa perguruan tinggi seni di Indonesia yakni ISBI Bandung, ISI Surakarta, ISBI Denpasar, dan IKJ.

Karya seni pertunjukan ini merupakan realisasi dari riset yang didukung Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) beserta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Rektor ISBI Bandung, Een Herdiani mengatakan penggarapan Jabang Tutuka hanya dalam waktu beberapa bulan. Namun hasilnya memuaskan.

“Lebih baik salah lalu memperbaiki daripada tidak berbuat sama sekali. Apresiasi untuk seluruh stakeholder ISBI Bandung,” kata Een, dikutip dari laman ISBI Bandung, Selasa (31/5/2022).

Adapun tim dari penelitian sinematografi Jabang Tutuka adalah: Een Herdiani, Endang Caturwati, Muhammad Mughni Munggaran, Sri Rochana Widiastutieningrum, I Gusti Ngurah Sudibya, ISI Denpasar; dan Suzen H.R Lumban Tobing.

Menghidupkan Wayang Wong di Priangan

Wayang wong merupakan pertunjukkan wayang yang diperankan oleh manusia. Hidup dan berkembang di pulau Jawa dan Bali. Sejalan dengan perubahan sosial, kelompok wayang wong semakin sedikit bahkan di Jawa Barat sudah hampir punah. Aset wayang wong yang sarat dengan nilai kearifan lokal dapat menjadi aset industri kreatif.

Een menyampaikan bahwa latar belakang dari pembuatan karya ini adalah bagaimana menghidupkan kembali kesenian wayang wong di Jawa Barat. Hal tersebut disebabkan karena kesenian wayang wong priangan ini sudah tidak hidup di masyarakat.

“Melalui karya ini, saya ingin menghidupkan kembali pada kaum milenial dengan bentuk karya ini. Harapannya kita ingin wayang wong ini menjadi pertunjukkan rutin di ISBI Bandung untuk menghidupkan kesenian Wayang Wong di Jawa Barat,” jelasnya.

Een juga berkeinginan kedepannya akan ada sosialisasi kesenian yang disampaikan kepada sekolah-sekolah di Jawa Barat, atau sosialisasi melalui pertunjukkan yang akan ditonton oleh para siswa sekolah.

“Mudah-mudahan wayang wong di Jawa Barat bisa hidup lagi,” sambungnya.

Sekretaris Komisi IV DPRD Jabar, Buky Wibawa Karya Guna, yang menonton pertunjukan Jabang Tutuka mengungkapkan kekhawatiran akan kurangnya atraksi kesenian Jawa Barat yang berbanding terbalik dengan jumlah destinasi wisata di Jawa Barat.

Ia menilai kearifan lokal wayang wong ini bisa diangkat untuk mengembalikan jati diri Sunda di generasi milenial Jawa Barat.

“Tugas lulusan ISBI Bandung adalah untuk bisa mengembangkan dan menampilkan kesenian ini di destinasi wisata, bagian dari promosi dan turut andil dalam meningkatkan pemasukan ekonomi,” tuturnya.

Buky mengutip salah satu adegan pada Jabang Tutuka, Birth of The Blazing Knight sebagai harapannya kepada ISBI Bandung.

“Saya menangkap tadi di alur cerita ada Jabang Tutuka masuk ke kawah Candradimuka, lalu Jabang Tutuka bertransformasi menjadi Gatotkaca dengan segala kesaktiannya. Saya selalu berharap bahwa ISBI Bandung merupakan kawah yang akan menjadi penjaga gawang dan dapat mentransformasi nilai tradisi atau produk warisan budaya di Jawa Barat, sehingga bisa menjadi adaptif dengan perkembangan zaman,” ucapnya.

Baca Juga: Masalah Parkir Kota Bandung, TPE yang Belum BEP
Independen di Bandung Berjejaring
Digitalisasi UMKM Bandung Boleh, Jangan Lupa Penguatan Karakternya

Pemberdayaan Kearifan Lokal

Purnabakti ISBI Bandung, F.X. Widaryanto juga turut hadir menyaksikan penayangan sinematografi film Jabang Tutuka, Birth of The Blazing Knight. Ia mengatakan bahwa kolaborasi ini adalah satu strategi dari kekuatan dan pemberdayaan kearifan lokal yang memiliki kekuatan di dalam mewujudkan imajinasi yang tidak mungkin menjadi mungkin secara visual/sinematografi.

“Karya ini adalah perwujudan dari imajinasi, dari yang tidak mungkin menjadi mungkin. Karya ini tidak ada ego dari mainstream seni, tetapi sudah ada kolaborasi sehingga menjadi ciri yang harus ditunjukkan dalam era digital saat ini. Karya ini adalah ekspresi kolaborasi dari seniman yang merupakan penurunan ego seniman, dimana dahulu itu sangat tidak mungkin,” jelasnya.

Ia juga menyampaikan bahwa kolaborasi seni ini tidak mengurangi esensi dari setiap seni. Kolaborasi ini merupakan sebuah perwujudan baru dari esensi yang lama.

“Tradisi kan, kita tidak mengalami, dan bukan menjadi 'referensi', yang menarik adalah potensi wayang wong di Jawa Barat bisa menjadi bagian yang bisa digarap dengan kebudayaan masing-masing daerah untuk menggerakkan masyarakatnya agar bisa berkreasi dan merasakan bahwa wayang wong merupakan sebuah kebanggaan,” ucapnya.

Di acara yang sama, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, Benny Bachtiar menyampaikan apresiasi atas penampilan yang menurutnya sangat kreatif. Ia menilai bahwa drama tari ini menampilkan sesuatu yang sangat menarik, dan memberikan wawasan yang jarang diketahui banyak orang bahwa Jabang Tutuka ini merupakan cikal bakal Gatotkaca.

Benny menyebutkan bahwa pertunjukkan wayang wong seperti dapat meningkatkan wawasan kebudayaan Indonesia dan ia pun berharap ke depannya kesenian ini akan terus disosialisasikan kepada generasi milenial sehingga dapat menumbuhkan kembali jati diri anak muda bangsa.

“Mudah-mudahan sinematografi seperti ini bisa menjadi pengetahuan baru tentang wawasan kebudayaan Indonesia terhadap generasi milenial. Ketika mereka mengenal budaya, maka akan mengembalikan jati diri anak bangsa,” ucap Benny.

Gatotkaca dan Candradimuka

Kesatria Gatotkaca merupakan karakter pewayangan yang berasal dari wiracarita Mahabharata yang berasal dari India. Cerita ini berkembang dan tersebar ke negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia sejak abad 4-14 Masehi.

Menurut buku Ksatria Gatotkaca: Si Otot Kawat Tulang Besi dari laman galerifdsk.mercubuana.ac.id, cerita Mahabharata mengalami perubahan baik dalam cerita, penokohan, sampai bentuk visualnya ketika masuk ke Indonesia. Kisah Mahabharata di Indonesia sendiri diceritakan dalam bentuk wayang kulit.

Gatotkaca berasal dari Kerajaan Pringgadani, kerajaan yang berada di tengah hutan yang di huni oleh para kaum rakasha/raksasa. Kerajaan ini dipimpin oleh ratu yang bernama Hirimbi (Arimbi).

Gatotkaca lahir sebagai putra kedua dari ayahnya, Bima, dan ibunya, Arimbi. Pada awalnya Gatotkaca dikenal sebagai Tetuka. Saat dilahirkan, bayi Tetuka mengalami keanehan, di mana tali pusar dari Tetuka tidak dapat dipotong benda apa pun.

Hingga akhirnya Bathara Guru memberikan senjata pusaka Kuntawijayadanu untuk memotong tali pusar Tetuka. Bathara Guru menugaskan Bathara Narada turun ke Arcapada untuk memberikan pusaka Kuntawijayadanu kepada Arjuna, namun Narada membuat kesalahan dengan memberikan pusaka tersebut kepada Karna yang sedang bertapa mencari pusaka. Karna memiliki kemiripan wajah dengan Arjuna.

Arjuna mencoba mengambil pusaka tersebut namun pada saat pertarungan, Arjuna hanya dapat merebut sarung pusaka. Arjuna kembali ke tempat Tetuka dan atas seizin dewata, sarung pusaka itu dapat memotong tali pusar Tetuka dan seketika itu sarung pusaka tersebut masuk ke tubuh Tetuka.

Narada selanjutnya mengasuh Tetuka. Tetuka kecil tumbuh dengan kekuatan yang luar biasa. Narada membawa Tetuka ke sebuah kawah Candradimuka. Tetuka diceburkan ke kawah itu bersama berbagai macam senjata pusaka para dewa.

Tetuka muncul dari kawah tersebut dengan meresap segala senjata pusaka yang diberikan oleh dewa-dewa. Tetuka muncul dengan tubah orang dewasa berbadan kekar, bersamaan dengan sifat-sifatnya sebagai keturunan bangsa raksasa yang mana taring dan kuku panjangnya serta mata seorang raksasa.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//