Museum Berperan Memulihkan Ekonomi Masyarakat
Museum harus berperan membuka pikiran masyarakat. Peran ini dilakukan Museum KAA, Museum Barli, Museum Geologi. Sehingga museum tidak asing di masyarakat.
Penulis Iman Herdiana3 Juni 2022
BandungBergerak.id - Akhir pekan ini, Sabtu (3/6/2022) akan ada acara menarik yang digelar Museum Konperensi Asia Afrika (KAA), Bandung, yaitu Bandung Historical Study Games: a new virtual journey experience. Acara ini sebagai bentuk dari the power of museum Museum KAA, bahwa museum bukan sekadar bagian dari masa lalu melainkan harus bermanfaat bagi masyarakat.
Menurut informasi resmi dari Museum KAA, Bandung Historical Study Games sebagai media dan strategi belajar nilai-nilai KAA berupa kegiatan baru yang lebih rekreatif dan edukatif. Acara ini terkait dengan tema peringatan 67 Tahun Konferensi Asia Afrika dan tema Presidensi G20 saat ini: Recover Together, Recover Stronger, dengan tagline Think Globally, Act Locally.
“Dari kegiatan ini, diharapkan mampu membawa pesan universal semangat Bandung yang didasari dengan sikap budi luhur Indonesia untuk pemulihan ekonomi secara bersama pasca pandemi baik bagi Indonesia, negara negara Asia Afrika, maupun dunia,” demikian pernyataan resmi museum.
Sehubungan dengan adanya Bandung Historical Study Games ini, maka pelayanan publik MKAA ditutup sementara pada Sabtu (4/6/2022).
Baca Juga: Puisi Gusjur Mahesa, Pertarungan Kegilaan dan Kewarasan dalam Perang terhadap Korupsi
NGULIK BANDUNG: Dua Legenda Gunung Tangkuban Parahu
SUARA SETARA: Penindasan Ganda Buruh Perempuan
Museum Mengubah Masyarakat
Perubahan besar yang ditimbulkan pandemi Covid-19 bisa dilihat dari perkembangan museum. Tahun lalu ketika pagebluk masih mengamuk, International Council of Museums (ICOM) – Dewan Museum Internasional – mengusung tema recovery, bahwa museum harus turut berperan di masyarakat.
Tahun ini, dunia mengalami transisi dari situasi memprihatinkan karena pandemi ke penataan kehidupan kembali menuju suasana normal dan kembangkitan. Sejumlah negara termasuk Indonesia, mulai mengeluarkan kebijakan melepas masker dalam situasi tertentu. Maka museum pun memiliki peran di tingah transisi besar ini.
“Museum harus punya peran penting di masarakat. Tahun ini mengusung tema the power of museum. Museum punya kekuatannya untuk mentranformasi kekuatannya ke tengah-tengah masyarkat,” kata
Melalui tema tersebut, museum tidak hanya sekedar bagian dari masa lalu yang ekslusif dan asing, museum harus berperan membuka pikiran masyarakat untuk menghasilkan ide-ide baru dan segar.
Desmond mengatakan, dua tahun dunia dilanda pandemi dan dalam kurun waktu itu pula museum-museum ikut terpapar, masyoritas menutup pintu layanan untuk masyarakat, kemudian melakukan penyesuaian-penyesuaian yang tidak mengenakkan dan penuh ketakutan.
“Sekarang museum di dunia didorong untuk melakukan the power of museum. Menurut ICOM, museum harus melakukan kegiatan yang berkelanjutan supaya museum menjadi agen perubahan di masyarakat,” katanya.
Desmond mencontohkan sejumlah museum yang sudah menjalankan perannya masing-masing di masyarakat. Misalnya Museum Geologi, Bandung, yang memiliki Geologi Corner. Di tempat ini, museum mengajak masyarakat untuk berdiskusi di bawah pohon rindang dan ditemani kopi.
Museum Geologi juga memiliki program Site Museum terkait peristiwa yang pernah terjadi di Sukabumi. Di Sukabumi, masyarakat digemparkan dengan ditemukannya fosil-fosil Megalodon, hiu purba yang pernah hidup di masa lampau. Di sana masyarakat memburu fosil-fosil megalodon untuk dijual ke kolektor.
Perburuan fosil Megalodon menimbulkan persaingan hingga konflik sosial. Dibukanya program Site Museum oleh Museum Geologi untuk miminimalkan konflik perburuan fosil. Dengan program ini, masyarakat Sukabumi yang menemukan fosil bisa menyerahkan temuannya ke museum. Selanjutnya museum akan memajang fosil yang dinamai dengan nama penemunya, yakni masyarakat sendiri.
Site Museum berhasil memancing perhatian. Bagi wisatawan yang ingin melihat fosil-fosil Megalodon hasil temuan masyarakat, harus membeli tiket. Dari peristiwa ini, cerita Desmond, museum bukan hanya mampu meredakan konflik sosial, tetapi juga membangkitkan ekonomi masyarakat.
“Ini menunjukkan museum punya dampak di lingkungan, masyarakat tak lagi konflik rebutan fosil Megalodon,” katanya.
Contoh lain, lanjut Desmond, Museum Barli di Bandung memiliki program permberdayaan komunitas anak jalanan. Museum Barli mengajarkan anggota komunitas membuat kriya. Mereka menjadi memiliki keterampilan membuat kerajinan dari perak dan barang-barang seni lainnya.
Menurut Desmond, komunitas yang dilatih Museum Barli jumlahnya sangat banyak. Mereka terlibat dalam program berkelanjutan dengan tujuan agar komunitas bisa berdaya secara ekonomi dan mencapai kemandirian.
Kegiatan berkelanjutan juga dilakukan Museum Basuki Abdullah (Musbadul) dengan mengaping UMKM-UMKM. Bahkan di masa pandemi tahun lalu, Musbadul tetap memberdayakan UMKM binaan mereka. Peran ini membuat Musbadul mendapat penghargaan terkait pemberdayaan masyarakat 2021.
Desmond mencatat fenomena menarik dari keberadaan museum-museum di Indonesia, khususnya di Museum KAA. Pada akhir pekan, banyak anak muda yang mendatangi museum. Mereka bukan untuk wisata atau hiburan, melainakan turut aktif dalam kegiatan belajar dan mengajar.
Museum KAA memiliki komunitas Sahabat Museum KAA yang anggotanya kebanyakan anak-anak muda dari berbagai latar belakang. Mereka aktif melakukan beragam kegiatan, mulai dari mengikuti pelatihan menjadi pemandu museum, menggelar acara bersama, membahas film, buku, dan sebagainya.
Menurut Desmond, adanya peran anak muda di museum akan menghasilkan perubahan perilaku di masyarakat.
“Saat pulang mereka akan berkomunikasi dengan lingkungan mereka. Ini bagian dari diplomasi Museum KAA, mengkomunikasikan ekosistem museum melalui SMKAA. Sehingga museum bukan menara gading, tidak mengalienisasi diri. Dengan edukasi ini museum menjadi bagian dari ekosistem masyarakat,” katanya.