PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #4: Persis Menjawab Tudingan
Persis mendapat serangan dari kalangan tradisionalis. Antara lain disebut sebagai agama revolusioner. Namun kelompok merah meragukannya.
Hafidz Azhar
Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung
5 Juni 2022
BandungBergerak.id - Tudingan soal keterlibatan Persis dengan petinggi Partai Sarekat Islam, menimbulkan kisruh yang menimpa pengurus Persatuan Islam. Kejadian ini akhirnya mendapat jawaban dari pengurus Persis sendiri. Bahkan dijawab secara resmi lewat koran Soerapati edisi 5 Desember 1925 dengan menyajikan enam jawaban terkait masalah yang sedang mencuat ketika itu.
Sebelumnya, Persis mendapat bermacam serangan dari kalangan tradisionalis yang telah menyebar dari mulut ke mulut. Hal ini mengakibatkan pula stigma buruk terhadap Persis, selain dinilai telah mengubah tradisi Islam juga memunculkan klaim bahwa Persis sebagai agama revolusioner. Pada Soerapati 21 November 1925, misalnya, beredar kabar bahwa pengurus Persis sudah mengundang Tjokroaminoto, Haji Agus Salim serta para pemimpin lainnya, yang kala itu menjadi sasaran serangan kelompok merah di Bandung.
Dalam kabar yang ditulis itu, kelompok merah mula-mula meragukan bahwa Persis merupakan organisasi keagamaan revolusioner sebagaimana tuduhan dari kalangan tradisional di desa-desa yang menyebutnya demikian. Akibat kabar miring tersebut, kelompok merah kemudian mempertanyakan prinsip revolusioner yang dilekatkan pada rengrengan Persis, berdasarkan kabar miring yang melibatkan para petinggi Partai Sarekat Islam itu.
Serangan yang dilancarkan oleh kelompok merah terhadap Tjokroaminoto dkk. didasarkan pada sentimen petinggi PSI itu kepada rengrengan PKI (Partai Komunis Indonesia) sejak kemunculannya pertama kali. Tjokroaminoto dan Haji Agus Salim dianggap telah menjelek-jelekan prinsip kaum merah, bahkan kedua tokoh itu banyak menghalang-halangi pergerakan kelompok komunis yang mempunyai azas revolusioner seperti disematkan pada rengrengan Persis. Alasan inilah yang membuat penulis Soerapati itu mempertanyakan prinsip revolusioner Persis, akibat kabar keterlibatan Persis dengan dua nama tokoh PSI tersebut, yakni Tjokro dan Haji Agus Salim.
“Aja bedja selenting bawaning angin, kolebat bawaning kilat, jen Persatoean Islam geus ngondang pentol-pentol PSI nja eta: Tjokroaminoto, Agoes Salim, Saaran Tjimahi, djeung M. Saman Madjalaja. Koering henteu rek midoeli naon noe rek dibadamikeun, tapi oerang koedoe njaho, jen Tjokro djeung Agoes Salim teh pentol PSI noe katjida ngagogorengna kana azas PKI malah beunang diseboetkeun penghalang kana madjoena pergerakan Communist. Heran! Heran! Heran! Djol bae ajeuna koering aja pertanjaan kieu: Naha enja Persatoean Islam Revolutionair? (Ada desas-desus bahwa Persatuan Islam sudah mengundang petinggi PSI yaitu: Tjokroaminoto, Agus Salim, Saaran Cimahi dan M. Saman Majalaya. Saya tidak peduli apa saja yang telah dirembukan, tapi kita harus tahu bahwa Tjokro dan Agus Salim itu petinggi PSI yang suka menjelek-jelekan azas PKI, bahkan bisa disebut sebagai penghalang kemajuan pergerakan komunis. Heran! Heran! Heran! Tiba-tiba timbul pertanyaan kepada saya: Apakah benar Persatuan Islam itu revolusioner?)” (Soerapati 21 November 1925).
Setelah kabar ini beredar secara luas muncul tulisan dalam Soerapati sebagai jawaban atas kekeliruan tudingan itu. Seseorang bernama KM Joenoes menulis klarifikasinya terkait undangan Persis terhadap para petinggi PSI yang menimbulkan sentimen yang tak dapat dihindarkan pada pengurus Persis.
Dalam Soerapati edisi 28 November 1925, KM Joenoes menjawab tulisan sebelumnya dari seorang penulis dengan nama samaran Wahabbi. Tulisan tersebut diberi judul, “Ngajawab tulisanana Wahabbi dina Soerapati No. 43 ddo. 21 November 1925”, yang berisi penyangkalan bahwa yang mengundang Tjokroaminoto dkk. bukanlah organisasi Persis, melainkan KM Joenoes bersama Ahmad Hasan. Undangan ini disebut-sebut untuk membahas penerbitan tafsir Al-Qur’an dengan menggunakan bahasa Melayu, yang nantinya akan dialihbasakan ke dalam bahasa Sunda. Bahkan dalam penerjemahan ini Tjokroaminoto akan mengambil terjemahan Al-Qur’an berbahasa Inggris yang telah diterjemahkan oleh Profesor Muhammad Ali dari Lahore, sebagai bahan untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda.
“Saterang-terangna noe diadjak badami koe toean K.M. Samman, pikeun ngondang toean Tjokro djeung toean Salim djeung sabatoerna teh, eta lain Persatoean Islam, tapi personlijk K.M. Joenoes djeung toean Ahmad Hasan. Koering diadjak badami ngaloewarkeun tafsir Al-Qoer’an Sjarif, koe basa Melajoe aksara Walanda, engkena koe basa Soenda. Toean Tjokro rek njalin tina tafsir noe geus dibasa Inggriskeun koe Proffesor Moehammad Alie di Lahore (Hindoestan), ngan sakitoe maksoedna eta pertemoean (Sebetulnya yang diajak berembuk oleh tuan KM Samman untuk mengundang tuan Tjokro, tuan Salim bersama yang lainnya itu bukan Persatuan Islam, tapi KM Joenoes dan tuan Ahmad Hasan secara personal. Saya diajak berembuk mengeluarkan tafsir Al-Qur’an Syarif, dengan bahasa Melayu aksara Belanda, yang nantinya akan ditulis dengan bahasa Sunda. Sedangkan tuan Tjokro akan menyalin dari tafsir yang sudah dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris oleh Profesor Muhammad Ali dari Lahore (India), hanya itu maksud dari pertemuan tersebut),” tulis KM Joenoes dalam Soerapati 28 November 1925.
Baca Juga: PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #1: Riwayat Kemunculannya di Bandung
PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #2: Serangan terhadap Persis
Persis mendapat serangan dari kalangan tradisionalis. Antara lain disebut sebagai agama revolusioner. Namun kelompok merah meragukannya.
Kaum Merah Meragukan Motif Tjokroaminoto
Meski telah ditunjukkan sebuah klarifikasi, kaum merah masih meragukan motif Tjokroaminoto yang akan menyalin terjemahan Al-Qur’an Muhammad Ali itu. Dari soal ini seorang pengkritik yang sebelumnya menggunakan nama Wahabbi, mempertanyakan peran Muhammad Ali itu karena dinilai bermasalah. Menurutnya, Muhammad Ali merupakan pemimpin Ahmadiyah di India sekaligus sebagai agen imprealisme Inggris, merujuk pula pada kiprah Ahmadiyah dalam Kongres Pan Islamisme yang tidak diikutsertakan karena dianggap pro terhadap imprealisme Inggris. Berangkat dari sini si pengkritik itu kemudian mempertanyakan jika Tjokro dan Agus Salim bisa saja mempunyai peran yang sama sebagaimana yang ditunjukkan Muhammad Ali terutama sebagai agen dari imprealisme.
“Prof. Mh. Ali noe di Hindoestan pamimpin Achmaddijah, djeung noe njalin al-Qoer’an koe basa Inggris teh, dina waktoe ngajakeun congres Pan Islam Isme di Angora, noe hartina rek ngahidjikeun Islam di sadoenja, manehna (Prof Mh. Ali) pamimpin Achmaddijah henteu diondang, alesanana bongan henteu daek ngagganggoe Imprealisten Inggris anoe ngoekoehkeun Mosoel. Sarta manehna djadi pakakas imprealisten Inggris....Djadi koemaha Qualiteiet T. Tjokro & Salim, tina hal rek njoendakeun Qoer’an salinana Prof. Mh. Ali? Lain beunang oge diseboetkeun jen T. Tjokro djeung Salim teh djadi pakakasna eta profesor? (Prof. Mh. Ali di India yang menjadi pemimpin Ahmadiyah sekaligus penyalin Al-Qur’an ke dalam bahasa Inggris itu, saat digelar kongres Pan Islamisme di Angora sebagai wadah untuk mempersatukan seluruh umat Islam di dunia, sebagai pemimpin Ahmadiyyah, Muhammad Ali tidak diikutsertakan karena tidak berkenan mengganggu imprealisme Inggris yang mengukuhkan Mosul. Bahkan dia juga menjadi perkakas imprealisme Inggris. Jadi bagaimana kualitas Tuan Tjokro dan Salim yang akan mengalihbahasakan Al-Qur’an ke dalam bahasa Sunda salinan Prof Mh. Ali? Bukan juga dapat disebutkan bahwa Tuan Tjokro dan Salim itu menjadi perkakasnya profesor itu?)” (Soerapati 5 Desember 1925).
Sementara itu tudingan yang mulanya ditujukan kepada Persis selanjutnya dapat dijawab oleh pihak Persatuan Islam secara resmi. Dalam Soerapati 5 Desember 1925 pihak Persis menyajikan enam poin ihwal klaim-klaim yang disematkan kepada rengrengan Persatuan Islam. Pertama, mengklarifikasi soal undangan Tjokro dan Agus Salim untuk datang ke Bandung. Kedua, menegaskan prinsip utama Persatuan Islam, yaitu kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis Nabi. Ketiga, menyangkal tudingan agama revolusioner dan Wahabi kepada Persis.
Keempat, mengembalikan sepenuhnya kepada tafsiran masing-masing orang ihwal kecocokan Persis dengan PKI. Kelima, Persatuan Islam dapat bekerja sama dengan siapa pun asalkan Persis tidak melihat kesalahan dari pihak itu. Dan yang keenam bahwa Persatuan Islam tidak akan memusuhi perkumpulan mana pun sebelum perkumpulan itu memusuhi semua anggota Persis (Soerapati 5 Desember 1925).