• Berita
  • Mari Jadikan Kasus Meninggalnya Ahmad Solihin dan Sopiana Yusup yang Terakhir

Mari Jadikan Kasus Meninggalnya Ahmad Solihin dan Sopiana Yusup yang Terakhir

Ahmad Solihin, warga Cibaduyut, dan Sopiana Yusup, warga Bogor, meninggal saat menonton Persib dan Persebaya di Stadion GBLA.

Stadion Gelora Bandung Lautan Api di Gedebage, Bandung, Rabu (15/12/2021). Stadion ini digadang-gadang menjadi kiblat sepak bola Bandung. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana18 Juni 2022


BandungBergerak.idPublik pecinta sepak bola berduka dengan meninggalnya dua orang bobotoh (pendukung Persib) saat laga Persib melawan Persebaya di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Jumat (17/6/ 2022). Kedua korban yakni Ahmad Solihin, warga Cibaduyut, dan Sopiana Yusup, warga Bogor.

Diduga kuat kedua suporter meninggal karena berdesak-desakan saat menonton langsung tim kesayangan pada turnamen pramusim Piala Presiden 2022 itu.

Peristiwa ini tentu menjadi pukulan tersendiri bagi sepak bola tanah air yang baru saja hendak bangkit setelah dua tahun dirundung pandemi. Memang sebelumnya pertandingan-pertandingan sudah digelar, namun masih kurang gereget karena harus berlangsung tanpa kehadiran penonton di stadion demi mengurangi risiko penularan Covid-19.

Kini, ketika ketika penonton diperbolehkan hadir dengan kapasitas terbatas – panitia hanya menjual 15.000 tiket untuk penonton langsung ke GBLA – terjadilah peristiwa yang menewaskan dua bobotoh tersebut.

Ucapan duka cita segera mengalir, termasuk dari manajemen Persib. Manajer Persib, Umuh Muhtar, langsung melayat ke rumah duka Ahmad Solihin di Gang Blok TVRI, RT 02/03, Cibaduyut Kota Bandung, Sabtu (18/6/2022).

Umuh mengatakan bahwa kejadian ini tidak terprediksi sebelumnya. Namun ia percaya antisipasi kejadian ini sudah dilakukan dengan penjualan tiket yang hanya 15.000, masih jauh di bawah kapasitas Stadion GBLA yang mencapai lebih dari 30.000.

“Ini yang kita tidak terprediksi. Dan rasanya tidak mungkin, karena tiket kita hanya bikin 15.000 (tiket). Kita pun sudah menyiapkan layar lebar, ada 4 di luar,” kata Umuh Muhtar.

Dari pernyataan Umuh diketahui bahwa Ahmad datang membawa tiket. Umuh juga mengatakan kondisi stadion yang penuh karena antusiasme yang tinggi. Ini terjadi karena sudah lama penonton tidak bisa menyaksikan Persib secara langsung di stadion.

Umuh juga menyinggung mengenai bobotoh yang tidak memiliki tiket namun memaksa masuk ke dalam stadion. Hal inilah yang memicu terjadinya berdesak-desakan yang menimbulkan korban.

"Saya berpesan, kalau tidak punya tiket ya nonton di televisi saja. Mungkin lebih leluasa dan lebih nyantai di TV. Daripada berdesakan, terus nanti ada korban lagi,” harapnya.

Baca Juga: Mengenang Faiq yang Dua Bulan Lalu Tenggelam di Cikapundung
Laung Nirmala
PAYUNG HITAM #2: Bunga dan Tembok di Dago Elos

Pentingnya Antisipasi

Umuh Muhtar mengajak semua pihak untuk tidak saling menyalahkan dalam peristiwa ini. Sebaliknya, peristiwa ini bisa menjadi evaluasi diri bersama-sama.

Apa saja yang perlu dievaluasi pada pertandingan sepak bola agar kejadian serupa tidak terjadi lagi? Sudah diketahui bersama bahwa sepak bola merupakan olahraga sekaligus hiburan sejuta umat.

Sayangnya, sebagai hiburan rakyat yang paling populer, sepak bola juga kerap memakan korban jiwa seperti yang terjadi tempo hari di Stadion GBLA. Jika merunut ke belakang, kasus ini bukanlah yang pertama atau kedua. Suporter Indonesia yang tewas tidak sedikit jumlahnya dan didominasi karena perseteruan antarsuporter atau bentrokan.

Kurniasari Alifta Ramadhani dalam Jurnal Audiensi VOL. 1, NO. 1 (2020): MARCH 2020: Kematian Haringga Sirila dalam Wacana Pemberitaan Media, menghimpun data kematian suporter sejak 2003 yang mencapai 49 kasus.

Menurut peneliti dari program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, tersebut sepak bola terbilang mudah untuk mencuri perhatian masyarakat di Indonesia, dibandingkan dengan olahraga yang lainnya.

Di Indonesia, klub sepak bola memiliki suporter atau fans fanatik masing-masing, di daerah sekali pun. Mahfud Ikhwan (2018) menuliskan, dalam kasus Indonesia, selain panggung dangdut dan tabligh akbar, salah satu wahana pengumpul massa yang sangat efektif ialah sepak bola.

Di Indonesia, sepak bola ada di mana-mana, di kios-kios koran, di jantung kota, di butik kecil-kecilan, juga di banyak grafiti dan mural di tembok-tembok. Sepak bola memegang cengekeraman luar biasa pada imajinasi jutaan orang dan di banyak perbedaan status sosial (Fuller, 2017).

Dari paparan Kurniasari menunjukkan bahwa sudah jelas sepak bola merupakan hiburan rakyat yang paling banyak digemari yang melibatkan massa dan antusiasme besar. Karenanya, sudah selayaknya sepak bola mendapatkan perhatian matang dari penyelenggara, termasuk dalam melakukan antisipasi terhadap kemungkinan membludaknya penonton di setiap pertandingan.

Dengan demikian, kasus yang menimpa Ahmad Solihin dan Sopiana Yusup menjadi yang terakhir.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//