• Nusantara
  • RKUHP Mengancam Kebebasan Berekspresi, Pembahasannya tidak Transparan

RKUHP Mengancam Kebebasan Berekspresi, Pembahasannya tidak Transparan

Aliansi meminta agar Tim Perumus RKUHP, pemerintah dan DPR, tidak mengesahkan RKUHP tanpa adanya pembahasan dengan partisipasi bermakna dari publik.

Petugas memasuki ruang sidang Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (11/1/2022). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana27 Juni 2022


BandungBergerak.idPublik kini diresahkan dengan Rancangan Kitab Undang-undang Pidana (RKUHP) yang sedang dibahas DPR RI dan pemerintah. Gelombang penolakan muncul dari berbagai elemen masyarakat sipil hingga mahasiswa. Proses perancangan RKUHP dinilai kurang transparan dan melibatkan publik.

Bahkan Aliansi Nasional Reformasi KUHP yang terdiri dari YLBHI, KontraS, Imparsial, LBH Jakarta, PBHI Nasional itu menolak RKUHP tersebut. Menurut aliansi terdapat lebih dari 14 isu krusial yang bermasalah dalam RKUHP, namun tidak dibahas oleh pemerintah.

Isu-isu krusial tersebut terutama terkait kebebasan berekspresi dan berpendapat, yaitu penghinaan terhadap pemerintah (Pasal 240 RKUHP), penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 353 & 354 RKUHP), serta penyelenggaraan unjuk rasa dan demonstrasi tanpa izin (Pasal 273 RKUHP).

“Dari tiga jenis penghinaan ini, penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara menjadi perhatian bersama dikarenakan tidak diaturnya delik aduan dalam penghinaan kekuasaan umum dan lembaga negara melalui sarana teknologi informasi (Pasal 354 RKUHP),” kata perwakilan Aliansi dari YLBHI, Muhammad Isnur, dalam keterangan pers yang dikutip Senin (27/6/2022).

Hal lain seperti teknis penyesuaian dalam bentuk kodifikasi terhadap tindak pidana di luar KUHP juga belum secara komprehensif diatur, seperti harmonisasi dengan UU ITE, UU TPKS, dan lainnya. Aliansi meminta agar Tim Perumus RKUHP, pemerintah dan DPR terlebih dahulu membuka luas pembahasan RKUHP dan tidak mengesahkan RKUHP tanpa adanya pembahasan dengan partisipasi bermakna sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada 2019.

Aliansi menilai pemerintah sepertinya masih dalam posisi ingin mengesahkan RKUHP tanpa adanya pembahasan yang lebih dalam, hal ini menurut aliansi bertentangan dengan prinsip keterbukaan itu sendiri.

Hal lain, aliansi juga menilai pemerintah tidak merespons terkait permintaan penghapusan pasal-pasal yang bertentangan dengan misi RKUHP untuk melakukan dekolonialisasi, pasal-pasal kolonial seperti penghinaan presiden, penguasa umum, lembaga negara sampai dengan larangan unjuk rasa yang bahkan tak lagi ada di KUHP Belanda, masih ingin dipertahankan.

“Oleh karena itu, mengingat isu-isu krusial dalam RKUHP yang begitu banyak namun disimplifikasi pada 14 isu krusial versi pemerintah, serta ketidakjelasan durasi waktu dan target pembahasan RKUHP, Aliansi Nasional Reformasi KUHP menolak Pengesahan RKUHP apabila tanpa pembahasan yang transparan dan ada partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation),” paparnya.

View this post on Instagram

A post shared by BEM Kema Unpad (@bem.unpad)

Baca Juga: Menghidupkan Budaya Literasi di Cicalengka
Tak Cukup Kolam Retensi
Pungutan Liar saat PPDB, Ombudsman Jabar Meminta Disdik Memperkuat Pengawasan

Kritik dari BEM Kema Unpad

Perancangan RKUHP juga menuai kritik dari BEM Kema Unpad, yang menyatakan KUHP memiliki peranan krusial dalam kehidupan warga negara Indonesia. KUHP mengatur tindak tanduk masyarakat yang dinilai merugikan atau mengancam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Sayangnya, bangsa Indonesia sampai saat ini belum memiliki KUHP asli buatan Indonesia. Oleh karena itu, rancangan KUHP baru terus dibentuk selama puluhan tahun. KUHP buatan Belanda sudah tidak dianggap relevan karena sarat dengan pemerintahan kolonialisme.

Akan tetapi, bukannya membebaskan, RKUHP yang baru malah terkesan “dikit-dikit dihukum” oleh negara. “Menghina” Presiden dan Wakil Presiden, dipidana. “Menghina” pengadilan, dipidana. Tidak hanya itu, sistem perumusan pemidanaan dan sanksi yang diberikan juga tidak masuk akal.

“Lantas, kepentingan siapa yang dilindungi oleh KUHP? Rakyat atau penguasa? Maka dari itu, jangan biarkan isu ini tenggelam begitu saja, Kema Unpad! Jangan sampai 76 tahun penantian bangsa Indonesia untuk punya produk KUHP sendiri berakhir mengecewakan rakyat,” demikian pernyataan resmi Instagram BEM Kema Unpad.

BEM Kema Unpad menyatkaan, pada akhirnya pengesahan RKUHP akan menjadi dasar hukum pidana di Indonesia yang tentunya berdampak langsung pada kehidupan masyarakat luas. Namun, masyarakat sama sekali belum mendapatkan akses terhadap draft terbaru RKUHP.

Padahal, terdapat banyak poin permasalahan dari draft RKUHP versi September 2019 yang perlu ditinjau dan dibahas bersama secara substansial. Maka dari itu, BEM Unpad dan BEM FH Unpad membuat kajian ini dalam rangka membahas permasalahan yang ada di dalamnya. Kajian BEM Unpad dan BEM FH Unpad ini bisa diakses di Instagram BEM Kema Unpad.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//