• Opini
  • Geopolimer sebagai Bahan Dasar Beton untuk Masa Depan yang Berkelanjutan

Geopolimer sebagai Bahan Dasar Beton untuk Masa Depan yang Berkelanjutan

Beton geopolimer yang berdampak rendah pada lingkungan namun berkinerja tinggi merupakan salah satu solusi bagi sektor konstruksi yang ramah lingkungan.

Lukas Melvin Valerian

Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan (Unpar)

Jembatan layang Pasupati di antara permukiman padat dan proyek rumah deret Tamansari, Bandung, Rabu (23/2/2022). Bandung membutuhkan pembangunan ramah lingkungan. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

30 Juni 2022


BandungBergerak.idJika kita diminta untuk menebak material yang paling umum digunakan di bumi, sebagian besar dari kita pasti mengatakan air, dan itu benar. Tetapi jika kita diminta untuk menebak bahan kedua yang paling umum terdapat di planet kita, lazimnya kita akan berpikir kayu, plastik, atau bahkan baja. Beberapa orang mungkin saja akan terkejut ketika mengetahui bahwa bahan kedua yang paling umum digunakan di planet ini adalah beton.

Beton merupakan sebuah material yang dibentuk oleh campuran air, semen, agregat kasar, dan agregat halus yang berupa batu pecah atau kerikil. Beton telah menjadi fondasi dari kota-kota dan infrastruktur selama lebih dari 3.000 tahun. Sifat tahan lama, fleksibel, dan kuat terhadap tekanan membuat material ini menjadi material konstruksi yang sangat popular. Bahkan, pada tahun 2018, Asosiasi Semen Portland memperkirakan bahwa mereka akan memproduksi lebih dari 4 miliar ton semen secara global untuk produksi beton.

Proses pembuatan beton meliputi beberapa tahap. Menentukan komposisi serta kualitas dari air, agregat kasar, dan agregat halus merupakan kunci utama untuk memperoleh beton dengan kuat tekan yang tinggi. Komposisi material pada adukan beton tiap 1 meter kubik harus sesuai dengan SNI 7394: 2008. Terkadang satu atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan kataristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan, durabilitas, dan waktu pengerasan (Mc. Cormac, 2004).

Ketiga komponen tersebut kemudian dicampur dengan semen dan dalam kondisi plastis dan segera dituang dari sudut bekisting yang paling rendah. Setelah adonan cor dan beton diaduk, dilakukan proses pemadatan adukan yang dilakukan dengan teknik penggetaran. Saat ini sudah ada alat khusus yang digunakan dalam pemadatan beton yaitu concrete vibrator. Agar hasilnya merata, padatan beton harus diratakan dengan menggunakan cetok atau papan perata.

Tahap terakhir dari pembuatan beton adalah perawatannya. Proses perawatan dilakukan agar reaksi semen dengan air dapat bercampur dengan baik dan permukaan tetap lembab sampai proses reaksinya mencapai waktu yang sudah ditentukan yaitu sekitar 28 hari.

Baca Juga: Salah Arah Pembangunan akan Menuai Bencana di Bandung
Menunggu Gebrakan Badan Pengelola Cekungan Bandung
Dua Wajah Trotoar Kota Kita

Geopolimer dan Sumber Daya Alam Terbatas

Jadi apa masalahnya? Masalahnya adalah sumber daya alam yang terbatas, pengasaman laut, dan perubahan iklim yang secara tidak langung diakibatkannya. Untuk setiap ton semen yang diproduksi, melalui penghancuran, pemanasan, dan penggilingan batu kapur, lebih dari tiga perempat ton karbon dioksida dilepaskan ke atmosfer planet kita. Hal ini sama dengan lebih dari 3,2 miliar ton karbon dioksida yang dihasilkan dalam kurun waktu satu tahun, juga setara dengan emisi 581 juta mobil – semua mobil di seluruh Eropa, Amerika, dan Cina. Agar dapat memproses volume karbon dioksida tersebut, kita perlu menanam hutan satu setengah kali ukuran Irlandia.

Saat ini kita berada di ambang revolusi industri keempat, sebuah revolusi yang berdasar pada teknologi digital. Teknologi seperti pemindaian mikroskop elektron, dispersi energi, dan difraksi sinar-x, memungkinkan peneliti untuk menganalisis struktur nano atom dan molekul bahan yang dapat memprediksi kekuatan serta kinerja kimianya. Alat-alat ini memungkinkan mereka untuk menghasilkan generasi berikutnya dari material dengan performa tinggi. Salah satu material tersebut adalah geopolimer, sebuah material jenis baru dari polimer anorganik yang disintesis melalui proses geokimia menggunakan bahan dasar mineral aluminasilikat.

Terminologi geopolimer pertama kali digunakan oleh Profesor Davidovits pada tahun 1978 (Davidovits, 1988) untuk menjelaskan tentang mineral polimer yang dihasilkan melalui geochemistry. Davidovits melakukan penelitian tentang geoplimer ini dari blok-blok atau beton kuno Piramida Besar di Mesir.

Geopolimer dapat digunakan sebagai penggati semen portland dalam pembuatan beton untuk mengatasi efek buruk yang merusak lingkungan dan memperbaiki masalah durabilitas pada material beton. Bahan yang dibutuhkan untuk membuat geopolimer adalah bahan-bahan yang mengandung komponen unsur silika dan alumina. Umumnya, unsur-unsur tersebut banyak diperoleh pada material hasil sampingan industri, seperti lempung (kaolinitic clays), sisa produk atau bahan buangan industry yaitu abu terbang (fly ash), abu sekam padi (rice husk ash), dan furnace slag. Dengan campuran geopolimer, beton menjadi lebih tahan api, lebih fleksibel, dan empat kali lebih kuat dari beton konvensional. Terlebih lagi, karbon dioksida yang dihasilkan 75 persen lebih sedikit daripada beton konvensional.

Alasan geopolimer merupakan bahan yang ramah lingkungan adalah karena tidak membutuhkan energi yang banyak dalam pembentukannya dan sekaligus pemakaiannya dapat mengurangi pencemaran. Tidak seperti semen yang membutuhkan suhu minimal 800 derajat C dalam proses pembuatannya, dengan pemanasan sekitar 60 derajat C selama satu hari penuh beton geopolimer dengan mutu tinggi dapat dihasilkan.

Dari perbedaan yang signifikan tersebut, kita dapat melihat bahwa beton geopolimer jauh lebih unggul baik dalam mutunya maupun dalam efek yang dihasilkannya. Produksi beton geopolimer dapat mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh proses pembuatan semen menjadi hanya 20 persen.

Penerapan geopolimer sebagai pengganti semen pada beton belum banyak diaplikasikan dan masih dalam tahap penyempurnaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan melakukan inovasi beton dengan mencampur semen dan geopolimer dengan komposisi geopolimer antara 50 persen hingga 90 persen.

Dalam praktiknya, beton geopolimer telah diaplikasikan untuk struktur dinding beton penahan tanah, tangki air, dan lantai jembatan pracetak. Meski sudah diaplikasikan untuk keperluan struktural dan lainnya, masih banyak kendala yang perlu ditingkatkan. Salah satunya adalah risiko yang terkait dengan alkalinitas tinggi dari aktivator. Alkalinitas tinggi biasanya membutuhkan proses lanjutan, yang membutuhkan konsumsi energi tambahan dan menghasilkan tambahan gas rumah kaca. Penelitian dan pengembangan yang masih banyak dilakukan saat ini berfokus pada pengembangan geopolimer yang lebih tidak membutuhkan aktivator dengan tingkat alkalinitas terlalu tinggi.

Jika kita ingin membangun kota dan infrastruktur modern yang nyaman dan berkelanjutan untuk generasi berikutnya sekaligus melindungi lingkungan alami planet kita, kita harus menggunakan teknologi ini bersama dengan pengetahuan yang telah kita peroleh tentang bagaimana aktivitas manusia memengaruhi planet ini.

Kita harus beralih dari model pengambilan dan pembuangan kita saat ini ke model sirkular yang lebih berkelanjutan dari penggunaan dan daur ulang. Beton geopolimer yang berdampak rendah pada lingkungan namun berkinerja tinggi merupakan salah satu solusi bagi sektor konstruksi yang membutuhkan termanfaatkannya bahan lokal, struktur yang awet, hemat biaya, serta ramah lingkungan.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//