• Kampus
  • Beban di Pundak ITB Bertambah pada Usia Lebih dari Seabad

Beban di Pundak ITB Bertambah pada Usia Lebih dari Seabad

Pada Dies ke-6 3 Juli 1926, dari 22 orang kandidat insinyur yang lulus berjumlah 19 orang dengan 4 orang di antaranya adalah bumiputra, salah satunya Sukarno. 

De Techniche Hoogeschool te Bandung (TH) atau ITB didirikan 3 Juli 1920. Awalnya, ITB hanya berupa satu fakultas teknik. (Sumber: ITB)

Penulis Iman Herdiana4 Juli 2022


BandungBergerak.idSeabad lebih 2 taun lalu di lahan seluas 30 hektare di tepian Sungai Cikapundung, Henri Maclaine Pont meletakkan masterplan pertama untuk pendirian kampus ITB atau de Techniche Hoogeschool te Bandung (TH). Dengan hamparan hijau sawah di Lebak Siliwangi, serta pemandangan elok Gunung Tangkubanparahu di sisi utara, masterplan ini menjadi konsep dasar dalam pengembangan fisik kampus ITB selanjutnya.

Dikutip dari buku Mengenal ITB dan Program Studi, Senin (4/7/2022), disebutkan bahwa pembangunan kampus ini mempertahankan suasana alaminya dengan lebih dari seribu pohon di dalamnya, berikut ratusan jenis vegetasinya. 

ITB atau de Techniche Hoogeschool te Bandung didirikan 3 Juli 1920 oleh pemerintah kolonial Belanda dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga teknik yang semakin terbatas pada pecahnya Perang Dunia pertama.

“Mula-mula, Belanda hanya membangun satu fakultas yaitu de Faculteit van Technische Wetenschap dan hanya satu jurusan yaitu de afdeeling der We gen Waterbouw,” demikian dikutip dari situs ITB.

Sejak resmi dibuka untuk tahun kuliah 1920-1921, terdaftar 28 orang mahasiswa TH dengan hanya ada 2 orang Indonesia. Sementara itu, jumlah dosen pada permulaan tahun 1922 terdapat 12 orang Guru Besar.

Empat tahun kemudian, pada tanggal 4 Juli 1924 dilepaslah insinyur yang pertama dari TH berjumlah 12 orang. Status TH dari saat pembukaan sampai tahun 1924 adalah bijzondere school yang kemudian berganti statusnya dari swasta menjadi instansi pemerintah.

Sukarno saat meresmikan ITB didirikan 3 Juli 1920. Awalnya, De Techniche Hoogeschool te Bandung (TH) atau ITB hanya berupa satu fakultas teknik. (Sumber: ITB)
Sukarno saat meresmikan ITB didirikan 3 Juli 1920. Awalnya, De Techniche Hoogeschool te Bandung (TH) atau ITB hanya berupa satu fakultas teknik. (Sumber: ITB)

Sukarno sebagai Insinyur Orang Indonesia Pertama

Pada Dies ke-6 tanggal 3 Juli 1926, dari 22 orang kandidat insinyur yang lulus berjumlah 19 orang dengan 4 orang di antaranya adalah pribumi. Saat itulah untuk pertama kalinya TH Bandung menghasilkan insinyur orang Indonesia. Satu dari keempat orang itu adalah Ir. R Sukarno yang kelak menjadi proklamator sekaligus presiden pertama Republik Indonesia.

Saat pendudukan Jepang pada 1944-1945, TH berubah nama menjadi Bandung Kogyo Daigaku (BKD) dan menjadi Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandung setelah Indonesia merdeka. Selanjutnya pada 1946, sempat berpindah ke Yogyakarta dengan sebutan STT Bandung di Yogyakarta yang kemudian menjadi Universitas Gadjah Mada (UGM).

Pada 21 Juni 1946, terjadi perubahan nama menjadi Universiteit van Indonesie di bawah kendali NICA dengan Faculteit van Technische Wetenschap dan Faculteit van Exacte Wetenschap berdiri kemudian. Setelah itu pada 1950-1959 menjadi bagian dari Universitas Indonesia untuk Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam.

Didorong oleh gagasan dan keyakinan yang dilandasi semangat perjuangan proklamasi kemerdekaan serta wawasan ke masa depan, pemerintah Indonesia meresmikan berdirinya Institut Teknologi Bandung pada tanggal 2 Maret 1959.

Berbeda dengan harkat pendirian lima perguruan tinggi teknik sebelumnya di kampus yang sama, Institut Teknologi Bandung lahir dalam suasana penuh dinamika mengemban misi pengabdian ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berpijak pada kehidupan nyata di bumi sendiri bagi kehidupan dan pembangunan bangsa yang maju dan bermartabat.

Kurun dasawarsa pertama tahun 1960-an, ITB mulai membina dan melengkapi dirinya dengan kepranataan yang harus diadakan. Dalam periode ini dilakukan persiapan pengisian-pengisian organisasi bidang pendidikan dan pengajaran, serta melengkapi jumlah dan meningkatkan kemampuan tenaga pengajar dengan penugasan belajar ke luar negeri.

Kurun dasawarsa kedua tahun 1970-an, ITB diwarnai oleh masa sulit yang timbul menjelang periode pertama. Satuan akademis yang telah dibentuk berubah menjadi satuan kerja yang juga berfungsi sebagai satuan sosial-ekonomi yang secara terbatas menjadi institusi semi-otonomi.

Kurun dasawarsa ketiga tahun 1980-an, ditandai dengan kepranataan dan proses belajar mengajar yang mulai memasuki era modern dengan sarana fisik kampus yang semakin dilengkapi. Jumlah lulusan sarjanameningkat dan program pascasarjana mulai dibuka. Keadaan ini didukung oleh membaiknya kondisi sosio-politik dan ekonomi negara.

Kurun dasawarsa keempat tahun 1990-an, perguruan tinggi teknik yang semula hanya mempunyai satu jurusan pendidikan, kini memiliki 26 Departemen Program Sarjana, termasuk Departemen Sosioteknologi, 34 Program Studi S2/Magister dan 3Bidang Studi S3/Doktor yang mencakup unsur-unsur ilmu pengetahuan, teknologi, seni, bisnis, dan ilmu-ilmu kemanusiaan.

Dasawarsa ini mengantarkan ITB ke fajar abad baru yang ditandai dengan munculnya berbagai gagasan serta pemikiran untuk pengembangannya. Beberapa di antaranya antara lain:

Bahwa cepatnya pelipatgandaan informasi di abad baru akan menuntut pelaksanaan pendidikan yang berpercepatan, tepat waktu, terpadu, berkelanjutan, dan merupakan upaya investasi terbaik.

Pengembangan keilmuan dan teknologi di ITB didasarkan pada kebutuhan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan bangsa. Dengan demikian ITB akan mengembangkan dirinya dalam riset dan manufaktur, teknologi komunikasi dan informasi, transportasi darat-laut dan dirgantara, lingkungan, serta bioteknologi dan biosains.

Kurun dasawarsa kelima tahun 2000-an, pada tanggal 26 Desember 2000, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 155 tahun 2000 telah menetapkan Institut Teknologi Bandung sebagai suatu Badan Hukum Milik Negara (BHMN).

Pada 3 Juli 2020, ITB secara de facto berusia 100 tahun di mana telah menghasilkan lebih dari 120.000 alumni, memiliki 12 fakultas/sekolah, 128 program studi, dan 111 Kelompok Keahlian, 7 Pusat Penelitian, dan 6 Pusat Unggulan Iptek (PUI), memiliki lebih dari 26 ribu mahasiswa program sarjana, master, dan doktor, memiliki 1.510 dosen dengan 195 Guru Besar, dan berlokasi di dua tempat lain selain kampus Ganesa Bandung yaitu Jatinangor dan Cirebon.

Baca Juga: ITB Terima 1.716 Calon Mahasiswa Termasuk Penyandang Disabilitas dan Lulusan Paket C
Persyaratan, Jenis, dan Program Terbaru pada Seleksi Mandiri ITB 2022
ITB Membuka Beasiswa JFLS

Peringati 102 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia

Di usianya yang ke-102 tahun, beban atau tantangan ITB bukan semakin berkurang. Sebalinya, ada beban yang terus diusung ITB untuk kemajuan bangsa khususnya di bidang pendidikan.

Ketua Majelis Wali Amanat ITB Yani Panigoro menyampaikan, satu abad lebih perjalanan ITB dalam bidang edukasi merupakan pencapaian luar biasa dari kebulatan tekad para pendiri pendidikan tinggi teknik pada tahun 1920 silam. Perjalanan 102 tahun di atas ini adalah refleksi diri, sebuah bentuk berpikir untuk mencari apa yang sudah dilakukan, apa yang belum tercapai, dan apa yang harus dibangun.

“Tekad dan semangat pioneering pendahulu kita, yaitu merintis demi kemajuan dengan segala keterbatasan yang dimiliki,” ujar Yani Panigoro, dalam sambutan Sidang Terbuka Peringatan PTTI Tahun 2022 di Aula Barat Kampus ITB, Senin (4/7/2022). 

Ketua Senat Akademik ITB Hermawan Kresno Dipojono mengatakan bahwa peran pendidikan tinggi teknik berbasis sains di dunia akan semakin penting dalam menjaga keberlangsungannya di era kini dan kedepannya yang hyper-competitive.

“Embargo sains dan teknologi sebagai alat tawar bukan lagi sekedar diskursus atau imajinasi, tetapi telah menjadi sebuah kenyataan. Siapa pun yang mempunyai cita-cita untuk menghadirkan NKRI yang adil, sejahtera, serta berperan pro-aktif, dapat menjaga ketertiban dunia atas keadilan dan kemerdekaan,” katanya.

Hermawan menegaskan, ITB perlu memikirkan dan menyiapkan kajian-kajian khas interaksi sosial-humaniora-sains-teknologi-seni agar tetap menyejahterakan, meningkatkan kualitas hidup, serta menjaga kelestarian alam lingkungan NKRI.

“ITB harus dapat meneladankan nilai-nilai luhurnya kepada para calon alumninya karena di tangan merekalah nasib bangsa dan negara ini dipertaruhkan,” katanya.

Rektor ITB Reini Wirahadikusumah menambahkan, perjalanan 102 tahun ITB sebagai lembaga pendidikan teknik tertua telah memainkan peranan kepeloporan dalam perkembangan pendidikan tinggi teknik di Indonesia.

Sebagai organisasi keteknikan tertua di Indonesia, PTTI ITB memiliki peran untuk mendorong kemajuan dan penguasaan teknologi bagi kebudayaan, kemandirian, dan daya saing ekonomi bangsa Indonesia.

Dalam satu abad terakhir, teknologi berkembang sangat pesat seiring dengan transformasi masyarakat dunia. Banyak studi telah dilakukan untuk mempelajari keterpautan antara perkembangan tersebut dengan perubahan ekonomi dan sosial-budaya.

“Studi ini menyimpulkan bahwa penguasaan teknologi bukanlah suatu permasalahan yang dapat diselesaikan dengan cara sebatas memutakhirkan penelitian dan pengembangan,” kata Reini.

“Penguasaan teknologi yang berpola sistemik ini juga memerlukan difusi dan adopsi hasil-hasil penelitian dan pengembangan di berbagai sektor ekonomi, yang melibatkan kerja sama yang erat dan kontinyu dari berbagai bidang,” sambung Reini.

Sidang terbuka tersebut juga berisi sambutan dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin, kemudian dilanjutkan dengan orasi ilmiah Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, dari Center for Environmental Remote Sensing Chiba University, Jepang.

ITB juga memberikan penghargaan kepada 19 orang yang terdiri dari akademisi, pejabat pemerintah, dan instansi atas kontribusi dan prestasi mereka. Penghargaan ini terdiri dari lima kategori yakni Ganesa Prajamanggala Bakti Adiutama, Ganesa Widya Jasa Adiutama, Ganesa Wirya Jasa Adiutama, Ganesa Widya Jasa Utama, dan Ganesa Wirya Jasa Utama.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//